مشاركة

Bab 5. Keluarga

مؤلف: Mylilcosmos
last update آخر تحديث: 2025-10-29 14:37:31

Pagi hari tadi saat ia baru kembali dari perjalanannya, ayahnya sudah tidak ada di rumah. Setelah membersihkan diri dengan cepat, Ji An keluar lagi untuk segera menjual herbanya. Adiknya, Ji Shuang masih tertidur hingga tidak sadar kalau kakak perempuannya sudah kembali pagi itu.

Memperkirakan ayahnya mungkin belum kembali, Ji An membuka gerbang dengan santai yang menimbulkan suara berderit dari gerbang kayu tua yang jarang di minyaki.

Mendengar suara itu Ji Shuang membuka matanya.

Menyadari orang yang masuk adalah saudara perempuannya, ia bangun dari kursinya dan bergegas menghampiri, mencoba memarahinya, "Kakak, mengapa kau baru kembali sekarang? Kami benar-benar mencemaskanmu. Berapa lama waktu berlalu sejak kau terlihat terakhir kali, bagaimana mungkin seorang gadis bisa bepergian sendirian selama itu?"

Tatapannya beralih ke tas kain yang dibawa kakaknya. Tas itu tertarik ke bawah, terlihat berat.

Ji An merasa dia sangat cerewet.

Ia tidak menjawab tetapi hanya menatapnya dengan muram, membuat Ji Shuang segera mengalihkan perhatiannya dari tas itu dan memutuskan untuk tidak bertanya lebih banyak lagi.

Bagaimana mungkin ia masih mempertanyakan keberadaannya? Memangnya dia tidak tahu untuk apa lagi dia pergi selama itu?

Selama ini Ji An kesana kemari melakukan berbagai macam pekerjaan untuk membantu keuangan keluarga mereka, sementara dia, sang adik laki-laki akan menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah.

Tidak apa-apa kalau dia hanya diam di rumah, terkadang dia akan pergi bergaul bersama teman-temannya yang pemboros yang hanya tahu bersenang-senang.

Tidak apa-apa kalau dia hanya ikut keramaian, yang menjadi masalah saat dia berutang dibeberapa tempat untuk mengimbangi teman-teman pemborosnya, atau bahkan bertengkar dengan orang lain karena mabuk, yang akhirnya membuat ayahnya maupun Ji An mengeluarkan uang ekstra untuk menyelesaikannya.

Ji Shuang menunduk dengan canggung. "A..aku akan segera menyiapkan makan siang untukmu. Kau pasti lelah, tunggu saja sebentar." Ucapnya dengan senyum yang dipaksakan.

Ji An hanya menjawab "Mm" sebelum masuk ke kamarnya.

Di sore hari, ayah mereka, Ji Deyan atau dikenal sebagai Tabib Ji telah kembali dari luar. Mendengar suara putrinya dari pintu gerbang, ia bergegas masuk ke dalam rumah.

Di halaman, Ji An terlihat sibuk mengerjakan sesuatu. Di atas meja berserakan banyak potongan-potongan kecil bambu yang sudah dihaluskan dan dipotong dengan seragam.

Melihat ayahnya masuk dari luar, ia hanya mengangkat wajahnya sesaat untuk menyapanya lalu kembali berkonsentrasi dengan potongan-potongan bambu itu.

Begitu Ji Deyan melihatnya, ia langsung mengomelinya, "Kau pergi selama lebih dari setengah bulan, membuatku cemas setengah mati! Mengapa tidak memberitahuku sebelumnya? Aku hampir saja menyuruh Ah Shuang masuk ke dalam hutan mencarimu!"

Ji An menghentikan kegiatannya, berkata, "Bukankah aku sudah memberitahu ayah sebelum pergi?" Ia memasang wajah polosnya.

Ji Deyan memelototinya, "Maksudmu memberitahuku dengan sepotong kecil kertas yang bertuliskan 'ayah, aku pergi ke hutan' yang kau tinggalkan di kamarmu tepat di pagi hari sebelum kau menghilang?! Bagaimana mungkin itu yang kau sebut sudah memberitahuku?!"

Ji An terdiam, ia merasa agak bersalah.

Ji Deyan melanjutkan omelannya, "Kau seorang gadis berkeliaran diluar begitu lama, bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu? Oh bagus kalau kau baik-baik saja saat kembali, tapi apa yang akan orang-orang katakan? Kau akan kesulitan mendapatkan keluarga yang akan menikah denganmu di masa depan!"

Mendengar perkataannya sendiri membuat Ji Deyan mendesah dalam hati. Istrinya, Nyonya Song sudah meninggal lebih dari dua tahun yang lalu sehingga putri mereka yang pernikahannya seharusnya sudah mulai direncanakan saat ia berusia 18 tahun, terpaksa ditunda karena tidak ada yang bisa mengurusi hal-hal seperti itu.

Pada akhirnya, mereka semua hanya terus sibuk bekerja untuk bertahan hidup.

Ji An berkata, "Ayah, aku bersalah padamu.. Mengenai orang-orang yang bergosip, abaikan saja mereka. Memangnya mereka akan memberi kita uang kalau aku tidak keluar mencarinya sendiri?!"

Ia melanjutkan, "Lagipula aku sama sekali tidak keberatan jika tidak ada yang mau menikahiku. Aku hanya akan mencari uang lebih giat untuk menghidupi diriku sampai tua nanti."

Ia sungguh tidak merasa keberatan. Baginya menikah atau tidak sama saja.

Dengan kondisi keluarganya yang sangat sederhana, keluarga kaya mana yang akan meliriknya? Paling-paling ia hanya akan menikah dengan keluarga petani atau keluarga dengan keadaan serupa.

Menikah dengan keluarga sederhana seperti itu juga akan membuatnya bekerja keras, belum lagi harus mengurus seorang suami, mertua dan lain sebagainya.

Lalu mengapa tidak melajang saja? Paling-paling ia hanya akan berakhir dengan mengurusi ayah dan adiknya.

Lagipula sekarang ayahnya masih muda dan sehat, masih sanggup berlarian kesana kemari mengunjungi pasiennya. Dan Ji Shuang, sebagai anak laki-laki suatu hari nanti ia juga akan bekerja dan menghasilkan uang.

Bukankah pada akhirnya bebannya hanya akan berkurang?

Mendengar kata-kata putrinya membuat Ji Deyan menutup matanya dengan frustasi, kekesalannya hampir mencapai puncaknya,

Ia kembali menyembur: "Bagaimana mungkin kau tidak akan menikah?! Apa kau akan terus hidup bersama ayah dan saudaramu disini?! dan memberi bahan orang lain untuk bergosip?! Kalau ibumu masih hidup dan mendengarmu berkata seperti ini, ia mungkin sudah akan menarikmu ke biara dan mencukur rambutmu! Bukankah itu lebih baik!"

Ji An mengernyit, ia tak tahan lagi mendengar omelannya. Ia berkata dengan asal begitu saja, "Oke, oke, oke. Aku tidak akan menyebutkan tentang ini lagi. Lihat saja nanti, kalau ada orang yang membawa setidaknya satu peti penuh uang perak untuk melamar, kita akan langsung menerimanya, bagaimana menurut Ayah?"

Ji Deyan merasa putrinya sangat tidak masuk akal, untuk sementara ia kehilangan kata-kata. Apa dia pikir dia seorang putri dari keluarga bangsawan? Mengharapkan seseorang datang melamar dengan begitu banyak perak?!

Melihat dia tidak melanjutkan omelannya, Ji An cepat-cepat memasang senyum diwajahnya dan mengalihkan pembicaraan, "Ayah, tidakkah Ayah ingin tahu berapa yang kudapatkan dari mengumpulkan herba kali ini?"

Ji Deyan tidak terlalu tertarik, lagipula biasanya juga paling banyak dua kantung perak. Namun ia hanya diam dan menunggunya melanjutkan berbicara.

Ji An lalu memberitahunya bahwa ia mendapatkan tiga kantong perak dari perjalanannya kali ini, juga secara singkat menceritakan perjalanannya memasuki hutan lebih dalam, namun ia tidak menyebutkan kejadian-kejadian buruk yang ia alami, takut lain kali ayahnya tidak membiarkannya masuk ke hutan lagi.

Ayahnya hanya bergumam menanggapinya.

Kemudian ia menginstruksikan Ji An untuk beristirahat lebih awal. Ia tahu perjalanan putrinya pasti cukup berat kali ini.

Biasanya ia hanya akan membiarkannya pergi ke hutan untuk mengumpulkan herba tidak lebih dari tiga hari, namun kali ini gadis keras kepala itu mencoba untuk mendapatkan lebih banyak dengan menjelajahi hutan bagian dalam.

استمر في قراءة هذا الكتاب مجانا
امسح الكود لتنزيل التطبيق

أحدث فصل

  • Kekasih Sang Tuan Peri   Bab 6. Hari Pasar

    Sejak pagi suara-suara di jalanan mulai ramai terdengar dan itu bukanlah hal yang terjadi setiap hari. Ji An dibangunkan oleh suara ketukan pintu pelan di kamarnya. Kemarin ia meminta ayahnya untuk membangunkannya lebih awal. "Apa kau akan pergi ke kota untuk berjualan hari ini?" Ji Deyan bertanya pada putrinya yang baru saja duduk di kursinya. Ji An bergumam "Mm" dan mengangkat mangkuk nasinya mulai makan. "Apa tidak lelah? Kau baru saja kembali kemarin dari perjalanan panjang. Mengapa tidak beristirahat dua atau tiga hari lagi?" Ji Deyan mengambil sayuran tumis untuk ditambahkan ke mangkuk putrinya. "Tidak apa-apa. Semalam aku sudah cukup tidur. Hari ini adalah hari pasar di Kota Xi, tidak bisa dilewatkan begitu saja." Ji Deyan sangat mengenal putrinya. Karena sudah memutuskan begitu, maka ia akan melakukannya. Lagipula pergi berjualan dimana saja saat ada peluang adalah hal yang selalu rutin ia lakukan. Hari itu adalah hari pasar di Kota Xi yang letaknya berada dibalik gu

  • Kekasih Sang Tuan Peri   Bab 5. Keluarga

    Pagi hari tadi saat ia baru kembali dari perjalanannya, ayahnya sudah tidak ada di rumah. Setelah membersihkan diri dengan cepat, Ji An keluar lagi untuk segera menjual herbanya. Adiknya, Ji Shuang masih tertidur hingga tidak sadar kalau kakak perempuannya sudah kembali pagi itu. Memperkirakan ayahnya mungkin belum kembali, Ji An membuka gerbang dengan santai yang menimbulkan suara berderit dari gerbang kayu tua yang jarang di minyaki. Mendengar suara itu Ji Shuang membuka matanya. Menyadari orang yang masuk adalah saudara perempuannya, ia bangun dari kursinya dan bergegas menghampiri, mencoba memarahinya, "Kakak, mengapa kau baru kembali sekarang? Kami benar-benar mencemaskanmu. Berapa lama waktu berlalu sejak kau terlihat terakhir kali, bagaimana mungkin seorang gadis bisa bepergian sendirian selama itu?" Tatapannya beralih ke tas kain yang dibawa kakaknya. Tas itu tertarik ke bawah, terlihat berat. Ji An merasa dia sangat cerewet. Ia tidak menjawab tetapi hanya men

  • Kekasih Sang Tuan Peri   Bab 4. Kembali ke Desa

    Angin semilir berhembus membawa pergi dedaunan. Dari jarak yang tidak terlalu jauh dari kolam air terjun, diatas pohon yang tinggi seseorang sedang berbaring dengan santai diatas sebuah dahan besar. Rambut hitamnya yang panjang menjuntai kesana kemari tertiup angin yang berhembus pelan. Jubah putih panjangnya ikut melambai. Beberapa hari itu ia telah mengamati gerak-gerik pemuda yang keluar masuk dari kabin hutan miliknya. Kini orang itu sepertinya hendak membersihkan dirinya di kolam kecil. Dengan punggungnya yang menghadapnya, ia melihatnya melepaskan ikatan dirambutnya, seketika rambutnya yang panjang terurai bebas, ia tampak menyisirnya dengan hati-hati. Setelah itu sang pemuda pergi ke balik pohon. Beberapa saat kemudian ia muncul lagi dengan hanya mengenakan kain panjang yang dililitkan didadanya, memperlihatkan kulitnya yang putih tanpa cela. Dengan rambutnya yang disampirkan dibahu kirinya, kini ia bisa melihat sosok 'pemuda' itu dengan sangat jelas. Orang y

  • Kekasih Sang Tuan Peri   Bab 3. Harta Karun

    Ji An terbangun oleh suara binatang malam yang mulai terdengar. Matahari yang sudah terbenam beberapa saat lalu membuat keadaan disekelilingnya sedikit gelap. Hanya cahaya bulan yang masuk dari jendela yang kini terbuka sepenuhnya. Seingatnya jendela itu tadinya hanya sedikit terbuka sebelum ia kembali tertidur. Ia melirik meja kecil yang kini sudah kosong. Sepertinya seseorang telah datang ke kamar saat ia tertidur. Ji An menopang tubuhnya dengan tangannya untuk membantunya bangun. Ia merasa tenaganya sudah lebih kuat. Ia turun dari dipan dan setengah menyeret kakinya yang masih sedikit lemah menuju pintu. Diluar kamar sebuah kandil diletakkan diatas meja yang merupakan satu-satunya penerangan yang ada disana. Cahayanya tidak cukup terang bagi Ji An untuk bisa melihat seluruh keadaan ruangan itu. Ia mengambil kandil dan membawanya. Memeriksa ruangan dengan cepat. Ruangan itu hanya memiliki sebuah meja serta sebuah kursi, sebuah lemari kayu yang cukup besar diletakk

  • Kekasih Sang Tuan Peri   Bab 2. Kabin Hutan

    Ji An membuka mata dengan perasaan lelah. Semalam cukup lama ia duduk setengah meringkuk sampai akhirnya kembali tertidur setelah memastikan suara-suara itu tidak terdengar lagi dalam waktu yang lama. Ia merangkak keluar dari tenda. Diluar masih belum sepenuhnya terang, cahaya matahari yang masih lemah samar-samar menembus melewati celah-celah tirai daun. Rupanya fajar baru saja menyingsing dan udara masih terasa dingin.Ia mengumpulkan kembali ranting-ranting tersisa yang berserakan dan membuat api. Menghangatkan tubuhnya sejenak sambil termenung didepan api. Sebenarnya apa yang telah terjadi semalam? Sekelebat pikiran melintas di benaknya. Mungkinkah, suara itu berasal dari sang peri yang diceritakan para orangtua di desa? Tapi, mungkinkah mitos itu benar-benar nyata? Selama ini ia tidak pernah benar-benar menganggap serius mitos-mitos yang beredar. Kini setelah dipikirkan kembali, hal itu bukannya tidak mungkin. Bukankah setiap mitos yang beredar memiliki asal muasalnya sen

  • Kekasih Sang Tuan Peri   Bab 1. Tanpa Bulan

    "Konon, saat bulan tak terlihat dilangit, para peri di hutan akan keluar dari persembunyiannya. Sosok tinggi dengan rambut hitam legam yang panjang, mengenakan jubah putih hingga menutupi kaki. Para peri akan menculik manusia yang berkeliaran dihutan saat itu, lalu membawa mereka jauh ke dalam hutan, dan mengambil jantung mereka untuk dibuat ramuan umur panjang." Suara petir menggelegar diudara. Ji An menunduk sambil menutup telinganya sambil menggerakkan kedua kakinya setengah berlari, menjauhi deretan pepohonan. Sepertinya hujan akan turun. Ia berjalan lebih cepat mencari tempat didalam hutan untuk menginap malam ini. Berjalan cukup lama ia akhirnya menemukan sebuah sungai kecil. Ji An segera mendirikan tenda kecilnya didekat sungai ditanah yang lebih tinggi agar saat hujan tempatnya tidak akan tergenang air. Cepat-cepat ia mengumpulkan ranting-ranting kecil yang ada disekitarnya. Setelah merasa cukup, ia menyusun ranting-ranting itu dan menyalakan api. Beruntung huja

فصول أخرى
استكشاف وقراءة روايات جيدة مجانية
الوصول المجاني إلى عدد كبير من الروايات الجيدة على تطبيق GoodNovel. تنزيل الكتب التي تحبها وقراءتها كلما وأينما أردت
اقرأ الكتب مجانا في التطبيق
امسح الكود للقراءة على التطبيق
DMCA.com Protection Status