LOGINSetelah mencuci tangannya yang ternoda darah, Ji An kembali berjalan-jalan.
Saat kembali tadi, Su Jingyi menawarkan diri untuk bergantian menjaga kios mereka dan mendesaknya pergi untuk menikmati berbagai kesenangan di Pasar Festival. Semakin malam, orang-orang yang datang ke festival semakin ramai. Sekelompok pemuda yang terdiri dari lima orang sedang berjalan ke arahnya. Mereka tampak mengagumkan dengan pakaian mewah yang dikenakan. Dengan melihat sepintas saja Ji An sudah bisa mengira-ngira biaya yang dikeluarkan untuk membuat pakaian-pakaian seperti itu setara dengan uang makan keluarganya selama beberapa bulan. Hhah~ Sungguh membuat iri! Tentu saja ia tidak iri dengan pakaian mahal yang mereka kenakan. Ia iri karena mereka punya begitu banyak uang untuk dihabiskan! Pandangannya untuk sesaat mengikuti para pemuda itu sebelum kembali dialihkan untuk melihat keramaian di seberang jalan. Ia mendekat untuk ikut menyaksikan demonstrasi masak di kios seberang jalan. Kemudian ikut bertepuk tangan bersama orang banyak saat pertunjukannya selesai. Melihat proses pembuatan makanan selalu menarik. Ji An sedang berjalan sambil menikmati sate buah ditangannya ketika ia berpapasan dengan kelompok pemuda lainnya. "Apa-apaan orang tadi, menabrak orang lain lalu pergi begitu saja!" Gerutu pemuda yang di tengah. "Yang kau maksud pria berpakaian hitam tadi? Jangan dipikirkan, mungkin dia sedang terburu-buru. Aku melihatnya bergegas berbelok ke dalam Gang Shiyi." Ji An tanpa sengaja mendengarkan percakapan mereka. Rupanya orang itu telah menabrak orang lain lagi! Berbicara tentang ini, ia penasaran apakah darah tadi berasal dari pria berpakaian hitam itu? Ji An memikirkannya sambil terus berjalan hingga mencapai percabangan jalan. Jika berbelok ke kiri, maka akan memasuki area Gang Shiyi. Gang ini terkenal di kalangan orang bawah sebagai area berjudi tersembunyi. Jalan masuk ke dalam hampir sama sekali gelap. Tidak satupun lentera yang dipasang di depan gang. Entah bagaimana Ji An terdorong untuk masuk ke sana. Hanya cahaya samar dari lentara yang dipasang di teras atas sebuah bangunan yang berada agak jauh dari pintu masuk gang yang menerangi jalanan. Tidak jauh dari pintu masuk, Ji An bisa melihat siluet seseorang sedang bersandar di tembok. Ketika lebih dekat, ia bisa melihat pakaian orang itu yang berwarna hitam. Ji An terkesiap. Itu si penabrak tadi! "Kau...mengikutiku?" Sebuah suara rendah terdengar. Suara yang dalam dan jernih. Ji An membantah, "Bukan! Aku tidak mengikutimu. Hanya saja.." Sebelum menyelesaikan kalimatnya, Ji An mendengar napas tertahan dari pria itu. "Kau sungguh terluka!" Serunya. Dari cahaya samar yang menerangi separuh bagian jalan, ia melihat pria itu menoleh padanya. Meski Ji An sama sekali tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. ------- Di tengah malam, keadaan sudah jauh lebih sunyi dan di jalanan sudah tidak terlihat orang berkeliaran. Dua orang sedang berlari hampir seperti terbang di dalam kegelapan malam. Satu di belakang yang lainnya. Meski mereka melompat-lompat di atas atap bangunan, namun itu hanya menimbulkan bunyi yang sangat ringan. Orang-orang yang berada dibawahnya hanya akan berpikir bahwa itu adalah seekor kucing yang berjalan di atap. Seorang pria berpakaian hitam sedang mengejar orang di depannya yang mengenakan jubah hijau. Meski malam itu cukup dingin, namun ini tidak membuat si Pria Berjubah Hijau berhenti berkeringat. Ia jelas terlihat sangat cemas. Tidak pernah menyangka bahwa dia akhirnya akan ditemukan setelah selama ini berpikir bahwa dia telah menyembunyikan dirinya dengan begitu cermat. Pria berpakaian hitam yang tengah mengejarnya memanglah yang terbaik diantara kaum mereka! Sebelumnya, ia sudah memasang perangkap untuk menunda orang itu menemukannya, namun...mengapa dia sepertinya terlihat baik-baik saja? Apakah dia sebenarnya tidak masuk ke dalam perangkap itu? Benar-benar sial! Si Pria Berjubah Hijau menggertakkan giginya, memaksa dirinya untuk berlari lebih cepat lagi. Ia bertekad, tidak peduli apapun ia tidak boleh sampai tertangkap! Melihat di depannya ada sebuah bangunan tua yang sudah ditinggalkan, ia mulai menyusun rencana kecil dipikirannya. Ia melompat ke atas atap bangunan tua. Mempertahankan kecepatannya. Tak lama sebuah suara seperti sesuatu yang ambruk terdengar dari belakang. Ia menyeringai. Seperti yang dipikirkannya, orang itu tidak memperhitungkan kondisi atap bangunan tua yang sudah terlalu rapuh. Sehingga dengan sentuhan ringan pun, jika tidak tau lokasi yang masih cukup kokoh, itu akan merubuhkan atap. Tidak ingin membuang waktu sedetik pun untuk menoleh ke belakang, ia terus melarikan diri sekuat tenaga. Sementara itu, sang pria berpakaian hitam sedang berpegangan pada bagian pilar bangunan. Tanpa kesulitan sama sekali, ia segera melompat kembali ke atas pilar. Meski begitu ia sudah terlalu lambat. Lawannya sudah berada jauh di depan. Dia sudah ceroboh! Berhati-hati untuk tidak menginjak bagian rapuh lainnya, ia melanjutkan pengejaran. Saat di depan sudah tidak nampak bangunan lagi, si Pria Berjubah Hijau juga seperti menghilang begitu saja. Di ujung bangunan ia mencoba melihat sekeliling, meraba-raba ke arah mana yang mungkin dituju oleh penjahat itu. Namun di depan adalah area hutan yang luas. Akan lebih sulit baginya untuk menyusul dengan kondisinya sekarang. Ia sangat gusar, namun wajahnya terlihat hampir tenang seperti biasanya. Sudah dua hari ini ia turun gunung untuk mencari orang itu, namun saat hampir ditangkap, ia malah kehilangannya. Ia melompat ke sebuah cabang pohon tebal, berhenti sejenak untuk beristirahat. Tangannya meraba bagian perutnya. Darah masih keluar dari sana. Salahkan dirinya karena tidak sengaja masuk ke dalam perangkap yang dirancang dengan sangat cerdik oleh penjahat itu. Meski begitu, itu bukanlah luka yang parah. Namun masih membuatnya kehilangan darah cukup banyak. Kalau saja ia tidak terluka, ia pasti sudah menangkap orang itu sejak tadi. Kemudian pikirannya melayang kembali pada wanita di gang tadi, yang ditinggalkannya begitu saja. Saat itu ia sudah melihat penjahat yang sedang diburunya telah keluar dari persembunyiannya, tak berlama-lama ia pun segera mengejar. Wajah itu...ia tentu masih mengingatnya dengan jelas. Itu wanita yang ia selamatkan sebelumnya. Seorang wanita yang mengenakan pakaian pria. Selama beberapa hari wanita itu tinggal di kabinnya, selama itu pula ia hampir selalu mengawasinya dari atas pohon.Xuanyi tidak langsung membantah ibunya dengan keras. Ia tahu, jika ia membela Ji An mati-matian, ibunya akan semakin tidak senang padanya, sehingga keinginannya untuk bersamanya akan lebih sulit. Jadi dia hanya menahan diri ketika wanita yang disayanginya dibicarakan seperti itu.Maka ia berkata tanpa amarah, "Aku mengerti kekhawatiran Ibu. Namun, aku bisa menjamin bahwa Ji An adalah gadis yang baik dan jujur. Keadaan hidupnya yang telah berubah telah membuatnya terbiasa melakukan berbagai pekerjaan di luar. Mengenai utang keluarganya, ini juga lambat laun akan diselesaikan.""Bukan itu intinya! Telah diselesaikan atau belum, ini tetap akan mempengaruhi pandangan orang lain. Memangnya keluarga kita begitu terpuruk hingga tidak mampu mengambil seorang gadis dari keluarga bergengsi untuk menjadi menantu keluarga? Kita bukannya begitu tidak mampu!" Ia mengatakan itu semua dalam sekali tarikan napas.Saat berikutnya, ia mengambil tangan putranya, menatapnya dengan memohon, "Yi'er, Ibu moh
Beberapa waktu setelah pertengkaran itu, keadaan kembali menjadi tenang.Namun, ada beberapa hal yang berubah dari ibunya.Ia menjadi lebih pemurung. Terkadang menjadi sangat sensitif. Suatu ketika, saat kediaman mereka sedang mengadakan perjamuan, ia menemukan ibunya sedang menatap penuh kebencian pada seseorang di seberang meja.Orang yang ditatap itu adalah bibi tetangga, ibu Ji An.Ia tidak mengerti apa yang membuat ibunya marah kepada ibu Ji An.Kemudian, saat para tamu satu per satu pamit kepada tuan rumah, ia sedang berdiri di sisi ayahnya ketika ia menyadari tatapan ayahnya menjadi linglung.Du Yunzhao kecil penasaran. Ia mengikuti arah pandang sang ayah, yang berujung pada seseorang yang sedang berjalan keluar dari ambang paviliun tamu.Itu lagi-lagi bibi tetangganya.Apa yang membuat kedua orang tuanya begitu memperhatikan bibi tetangga ini?Sekitar setahun setelah kejadian itu, ibunya meninggal dunia.Tabib bilang, ibunya terlalu banyak pikiran hingga setahun belakangan in
Sebelum pergi di pagi hari, Feng Jin telah memberitahu Ji An bahwa mereka akan pergi ke kabin hutan dua hari lagi, saat hari bulan penuh.Ji An segera menyetujuinya. ----Nyonya Besar Wu sedang berada di halamannya ketika putra keduanya, Wu Xuanyi masuk dari luar.Ia sedikit menunduk, menyapanya, "Ibu." Nyonya Wu tersenyum, "Yi'er, sangat jarang melihatmu datang menemui Ibu sepagi ini."Ia lalu menunjuk kursi di dekatnya, "Duduklah. Jangan terus berdiri seperti itu."Masih dengan kepala tertunduk, Xuanyi duduk dengan patuh."Katakan, ada apa kau mencari Ibumu?"Xuanyi mengangkat kepalanya, bertemu dengan tatapan ibunya."Ibu, aku ingin menikah."Mata Nyonya Wu yang melebar, dipenuhi dengan kegembiraan, "Yi'er, ini sangat baik, kau akhirnya mau mendengarkan Ibu. Bagus, bagus, kalau begitu Ibu akan segera mencarikan seseorang...""Ibu."Sebelum bisa menyelesaikan ucapannya, Xuanyi segera memotongnya. Nyonya Wu mengangkat alisnya, menatapnya dengan penuh tanya."Aku ingin menikahi Ji
Malam semakin larut, suara percakapan yang berisik terdengar di mana-mana di dalam menara.Saat pertunjukan tarian di panggung mulai terasa membosankan, Ji An mengajak Feng Jin untuk kembali.Lagipula, ia harus bangun pagi untuk bekerja besok.Sang iblis tentu saja belum keluar karena ia belum tidur. Atau mungkin saja malam ini ia memilih untuk tidak keluar."Maaf, lain kali aku akan mentraktirmu dengan suguhan yang lebih layak." Ji An berkata."Aku hanya mengajakmu melihat-lihat sebelumnya, bukan memintamu untuk mentraktir."Ji An mengangguk.Ketika mereka hendak keluar, sebuah rombongan besar tengah masuk ke dalam menara, memenuhi pintu.Ji An yang telah berjalan duluan di depan, terpisah dengan Feng Jin oleh kerumunan.Saat ia memutuskan untuk menunggunya di luar, Ji An mendengar seseorang memanggil namanya."Adik An." Sapa Wu Xuanyi gembira. Ia tidak menyangka akan begitu cepat bertemu lagi dengan gadis yang telah mengganggu tidurnya semalam."Xuanyi?" Ji An tertawa, "Aku tidak me
Feng Jin menatap gadis di depan yang tampak lebih pendiam dari biasanya. Seperti kemarin, saat ini mereka berdua sedang makan malam di dalam kamar Ji An. Pandangannya sesekali akan terangkat, mengamati gerak geriknya tanpa kentara. Gadis itu tiba-tiba menghela napas berat, kali berikutnya pandangannya tampak linglung. Ia jelas sedang tidak dalam suasana hati yang baik. Ji An menatap Feng Jin kemudian menundukkan kembali pandangannya, sorot matanya agak sendu. Tangannya yang sedang memegang sumpit, hanya mengaduk-aduk nasi di mangkuk, jelas ia tidak sedang berselera. "Sesuatu terjadi?" Feng Jin menurunkan matanya. Ji An menggeleng, masih mengaduk-aduk nasi di mangkuk, "Ng..sebenarnya, tidak ada hal penting yang terjadi." Ketika Ji An mengangkat wajahnya lagi, ia bertemu dengan tatapan Feng Jin yang seakan sedang bertanya "Lalu ada apa denganmu?" Ji An menunduk, meringis, "Aku.. sepertinya aku telah membuat hinaan seseorang berhasil mempengaruhiku." Ia kemudian ters
Feng Jin hendak berbaring ketika hidungnya menangkap sebuah aroma familiar.Ia menunduk, mengendus jubah hitamnya.Aroma lembut itu berasal dari sana. Sepertinya itu tertinggal saat ia membungkus Ji An dengan jubahnya semalam.Feng Jin tampak sedikit kikuk saat kemudian ia akhirnya berhasil berbaring di atas dipan.Matanya dengan linglung menatap langit-langit kamar sejenak sebelum perlahan menutup.-----Ji An masih sibuk di belakang dapur restoran.Waktu makan siang selalu ramai dengan pelanggan. Sehingga mereka harus bergerak lebih cepat untuk menyelesaikan setiap pesanan.Sedangkan Ji An yang tidak terlibat langsung dengan para tamu, sedang mengatur penempatan berbagai bahan-bahan segar yang diantarkan tadi pagi.Seseorang keluar dari pintu belakang dapur, menghampirinya."Nona Ji, bisakah kau menggantikanku sebentar untuk mengantarkan salah satu pesanan tamu di depan?" Seorang pelayan wanita bertanya, sementara wajahnya berkerut seperti sedang menahan sesuatu.Ji An segera menger







