Braakk!
Terdengar suara pntu yang didobrak dari luar dan tiba-tiba masuklah seorang pria berbadan tegap dan berpakaian serba hitam.
Bruukk!
Terdengar suara tubuh Randy yang membentur dinding setelah ditarik dengan kasar oleh pria berbadan tegap itu.
“Nona, keluarlah dari sini. Di depan ada mobil putih yang sedang menunggu. Anda naiklah ke mobil itu!” ujar pria itu sambil meringkus Randy. Tak menunggu lama Amalia pun berlari keluar menuruti ucapan pria itu. Dia tak perduli meski tak mengenal pria itu. Saat ini dia hanya ingin sembunyi dari Randy.
Benar apa yang dikatakan oleh pria itu jika saat ini di halaman bungalow ada sebuah mobil putih yang terparkir. Dia bergegas masuk ke mobil itu. Di sana sudah ada pria lain yang menunggu. Tak lama kemudian, pria yang tadi menolong Amalia terl
Braakk! Terdengar suara pntu yang didobrak dari luar dan tiba-tiba masuklah seorang pria berbadan tegap dan berpakaian serba hitam. Bruukk! Terdengar suara tubuh Randy yang membentur dinding setelah ditarik dengan kasar oleh pria berbadan tegap itu. “Nona, keluarlah dari sini. Di depan ada mobil putih yang sedang menunggu. Anda naiklah ke mobil itu!” ujar pria itu sambil meringkus Randy. Tak menunggu lama Amalia pun berlari keluar menuruti ucapan pria itu. Dia tak perduli meski tak mengenal pria itu. Saat ini dia hanya ingin sembunyi dari Randy. Benar apa yang dikatakan oleh pria itu jika saat ini di halaman bungalow ada sebuah mobil putih yang terparkir. Dia bergegas masuk ke mobil itu. Di sana sudah ada pria lain yang menunggu. Tak lama kemudian, pria yang tadi menolong Amalia terl
“Aku mau pulang. Aku nggak mau di sini,” ujar Gladys setelah Alfa berdiri tepat di samping tempat tidurnya. “Kenapa, Sayang? Kau masih memerlukan perawatan jadi untuk sementara kau di sini dulu ya,” bujuk Alfa. “Aku nggak mau, Alf. Aku mau pulang. Di sini ... aku merasa tidak nyaman,” rengek Gladys. Alfa menghembuskan napas kasar. “Baiklah. Kau tunggu di sini. Biar aku temui dokter dulu.” Alfa memilih mengalah karena tak ingin Gladys merasa tertekan. Kemudian pria itu meninggalkan kamar rawat isterinya untuk menemui dokter. Tiga puluh menit kemudian, Alfa kembali masuk ke kamar dengan mengulas senyuman. Dia mengecup lembut kening Gladys. “Dokter mengijinkan kamu pulang, Sayang,” bisik Alfa. “Benarkah?!&rd
Gladys memilih bungkam dan tidak mengatakan apapun ketika mereka sedang sarapan bersama. Dia tahu semalam suaminya pulang saat malam telah begitu larut. “Sayang ... kenapa kau diam saja? Apa kau marah?” tanya Alfa hati-hati. Gladys menghentikan suapan untuknya dan memilih meletakkan kembali sendok yang dipegangnya ke atas piring. Kemudian menatap ke arah suaminya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Apakah aku punya hak untuk marah?” sarkas wanita itu. Kemudian dia melanjutkan sarapannya. Alfa hanya terdiam, berusaha untuk mencerna ucapan Gladys. “Maaf Nyonya, silakan ini susunya,” ucap Bi Sani yang sudah meletakkan segelas susu hamil di depan Gladys. “Terima kasih, Bi. Oh ya, Bi ... bisa aku minta tolong, ambilkan vitaminku di kamar?” pinta Gladys.&nb
“Sayang, aku ke ruang kerja sebentar. Ada yang harus aku selesaikan,” ujar Alfa lembut sambil mengusap puncak kepala Gladys yang terbaring lemah. Gladys hanya mengangguk lemah karena kepalanya memang terasa pusing. Setelah menerima panggilan dari Amalia, Alfa memutuskan untuk pergi ke bungalownya. Disepanjang perjalanan menuju bungalownya, Alfa terus menggerutu untuk meluapkan rasa kesalnya pada mantan kekasihnya itu. Dia juga kesal karena antara hati dan apa yang terucap dari bibirnya tak pernah bisa sejalan. Dia selalu saja mengatakan jika dia tak ingin lagi berhubungan dengan gadis itu. Namun, hatinya selalu membawanya ke hadapan wanita itu. Bahkan saat di ingatannya hanya ada Gladys isteri sahnya sekalipun. ‘Ada apa sebenarnya denganku’ batin pria itu. “Tuan,” sapa Devan saat melihat tuannya yang baru saja menginjakkan kaki di teras bungalow.
“Nyonya hamil, Tuan,” berita yang di sampaikan oleh dokter itu masih terngiang di telinga Alfa. Senyum bahagia terlukir di bibirnya. SATU JAM YANG LALU “Dokter, apa maksudnya isteri saya tidak sakit? Menurut Bi Sani, isteri saya tadi pingsan. Bagaimana mungkin dia tidak sakit?” cecar Alfa. “Itu hal yang wajar karena saat ini, Nyonya sedang hamil muda,” jawab dokter itu santai. “A-apa dok?! Ha-hamil ... maksud dokter istri saya sekarang sedang hamil?” tanya Alfa tak percaya. “Benar Tuan. Sebaiknya, Tuan segera membawa Nyonya ke dokter kandungan agar lebih jelas lagi,” saran dokter itu lagi. Tak lama kemudian terdengar tawa bahagia dari Alfa. Tak hanya Alfa, Bi Sani pun turut bahagia mendengar kabar baik itu.&nbs
Amalia menatap langit-langit kamar yang di tempatinya. Kamar itu kini sudah kembali rapi karena Alfa sudah menyuruh orang untuk merapikannya. Pikirannya menerawang ke masa beberapa tahun yang lalu. Masa di mana dia bahagia dengan Alfa. Sebelum semuanya hancur karena bujuk rayu seseorang yang kini sangat di bencinya. Seseorang yang telah tega menghancurkan hidupnya. Setelah puas menikmati tubuhnya, dia tega menjualnya ke tempat hiburan malam di luar negeri. Bahkan saat ini dia tengah mengandung entah janin laki-laki yang mana. Beruntung dia memiliki sahabat yang bersedia membantunya melarikan diri. Dan di sinilah dia sekarang. Tak beda jauh dengan Amalia, Alfa pun mengalamai hal yang sama. Pria itu menghentikan laju mobilnya. Dia merasakan jantungnya seperti diremas saat pikirannya melayang pada masa. Masa di mana dia merasakan sakit karena penghianatan Amalia. BEBERAPA TAHUN YANG LALU&nb