Seorang pria tua, membawa sebuah kotak persegi empat. Seperti laci yang ditumpuk menjadi satu, bila ditarik setiap lubang memiliki peralatan medis. Dia berjongkok, meletakan kotak yang berwarna cokelat tua. Sedikit ukiran di pintu dan di atasnya ada sebuah gagang untuk pegangan. Memusatkan mata, tangan meraih tangan kanan pria yang terluka. Benih mata bergeser kekanan-kekiri sedikit pejaman. Mengangguk, tangan kirinya berada di bawah tangan pangeran. Jari telunjuk kanan dan tengah disatukan, diletakan di tangan pangeran, tepat di pergelangannya.
Mengintip ke botol yang dipegangnya. "Pangeran, ini-ini obat apa? Tapi menurut nadi Pangeran. Sudah stabil, serta suhu badan pangeran tidak tinggi, tetapi Hamba akan melakukan yang terbaik. Untuk mengeluarkan sisa-sisa serpihan ini," ucap hati-hati seorang tabib.
Suara lembut memburu, "Adik, kamu masih hidup? Aku tak percaya ini, apa benar ini kamu?" menghampiri mereka. Li xiao menoleh sesudah mendapat pelukan hangat dan rasa khawatir. Sehabis melewati hutan, lembah dan goa. 'Lihat penampilan ini, anggun dan menawan, tapi kata-katanya busuk! Kamu pikir aku sudah mati?' lirih jantung hati Li xiao. "Matalu buta?" "Adik, apa yang adik katakan?" Tampaknya sang kakak tidak terlalu mengerti, tetapi maksud dari Li xiao mungkin dimengerti. 'Kenapa si bodoh ini menjadi sangat agresif? Angkuh! Apa otaknya kebentur?' pikir nona pertama. Melihat gelagat adiknya terbilang aneh. "Dasar tidak berguna! Sudah baik Kakakmu mengkhawatirkan, kamu malah membentaknya! Seharusnya, memberi hormat terlebih dahul
Meluncur ke atas. Tangan kurus mengambil sebuah pisau, melempar! Scukk! "Aghhk!" Gedebrak! "Aaaghh!" teriak dayang. Mencering seorang pria berbaju hitam, jatuh tepat di depannya. Menarik tubuh ke belakang, tangan dan kaki semakin bergetar. Pria itu telah dipastikan mati. Mendapat, satu lemparan pisau oleh Li xiao. “Boleh juga kau, meski belum memasuki akar spiritual,” ledek Xia yu. “Bukan berarti, aku tidak bisa membunuh satu tikus 'kan? Sial, tubuh ini begitu lemah. Dulu, aku melempar pisau anginku--- bergerak lebih cepat dari ini!" melihat tangannya. Kembali menggenggam kesal! Memang dia menguasai t
Li xiao menegakkan badan. Bibir seperti jantung, memucat dan mengering. Wajahnya penuh lebam-lebam, kerusakan fisik yang dideritanya sedikit menghilang. Akibat terendam di lembah Húdié. Kekuatan magis di kawah lembah, paling tinggi diantara negeri Pùbù. Kultivator tingkat 1 yang berendam di sana, ketika keluar menjadi tingkat 2. Seperti Li xiao, tubuh Xiao li tidak bisa membuka akar jiwa spiritual. Dia tidak bisa memasuki cincin ruang. Namun, badannya terendam ke dasar mendapatkan sedikit manfaat. Dia bisa membuka cincin ruang. Tetap belum bisa berkultivasi, manfaat yang diterima. Bisa membuka cincin ruang dan menjalin hewan kontrak. Lewat dari satu hari saja, dia tidak bisa melakukan hal ini lagi. Begitupun sebaliknya, sekali menjalin kontrak, tid
Keluar kamar, membuka pintu menelusuri halaman. Diterangi lilin dan lampu minyak. Daun-daun kering, terlihat jelas di depan halaman. Kediaman Xiao li, berada di ujung rumah ini. Dibilang kamar dan kediaman, nyatanya ini hanyalah gubuk. Tanaman mengering, tanahnya tandus, sangat jelas tidak diurus. Berjalan ke depan, mengingat samar-samar memori tata letak rumah. Kediaman para saudara dan saudari, jauh lebih megah dan sempurna. “Bangsat! Kamarku paling jelek, itu tidak bisa disebut kamar atau kediaman!” mengumpat. Berjalan lurus ke depan, berbelok ke kanan. “Aku mengingat, dibalikkan jalan ini adalah dapur. Tempatku memang berada dekat dapur, berbeda dengan kakak atau adikku! Maksudku memori Xiao li,” mulut mengoceh. Kedua tangan bersedekap di peru
Mengawasi orang yang dibicarakan. Pria itu undur diri, setelah mendapat instruksinya.---Seseorang datang, Li xiao menoleh ke pintu, Tian qi masuk. Berjalan membawa lap dan sebaskom air. Membungkus tangan, agar tidak menyentuh secara langsung. Melangkah pelan, mau mendekat. "Berhenti!" tahan Li xiao. Tian qi, tidak berani melangkah lebih jauh. Memotong satu langkah ke belakang."Siapa yang memberimu masuk tanpa izin? Perhatikan kelakuanmu! Sebelum masuk ... apa aku perlu mengajari tata krama?" imbaunya. Dayang itu tersentak, kepala menunduk, memahami kesalahan. Menarik diri ke belakang, keluar dari pintu.Diam di luar, mengetuk pintu da
Terduduk di kursi roda, belum mengganti pakaian. Masih mengenakan setengah baju perang dan baju dalam yang memerah. Sang Kaisar bangun dari duduk. Mendekati pangeran, “Kenapa bisa sampai seperti ini?” menatap anaknya. Pangeran masih diam, enggan melaporkan kondisinya. Mengeluarkan sebuah gulungan dari cincin ruang, “Terima kasih atas perhatian Kaisar, Hamba baik-baik saja. Saya tuliskan, semua kejadian di gulungan ini, silakan Kaisar baca dan periksa,” menyerahkan gulungan berisi, tentang kejadian peperangan di bagian barat. Sekilas melirik gulungan, menggeram mengeluarkan kata, “Yu er, aku menanyakan kondisimu, bukan pencapaianmu. Apa tidak menganggapku seorang Ayah?” tekannya, menggeser gulungan ke sisi. Kasim mengambil gulungan itu.
Sebuah mayat. Tidak! Itu ada tiga mayat, mengambang di atas kolam. Badan menghadap ke bawah, leher memutih. Teriakan dayang, menyita para pelayan dan dayang di sekitar. Mereka menghampiri asal suara di sisi kolam.“Ada apa?” seorang pelayan pria sampai lebih awal. Dua dayang, belum bisa bicara, tangan menunjuk gigil. Mengikuti arah tunjukannya, pelayan pria ini ikut berteriak. Hingga orang-orang berkumpul. Mereka membuat keributan, ada juga yang melapor ke tuan mereka. “Agh! Kenapa ada mayat di sini? Pembunuh ada pembunuh!” sembur dayang lebih tua, tidak berani mendekat.“Siapa yang melakukan ini? Dasar tidak punya hati. Bukankah, ini dua dayang bersaudara?” terka salah satu dayang yang ikut melihat keramain. Pelayan pria bermunculan, menarik tiga m
Mengeluarkan pedang dari sarung kiri, menghunuskan ke Li xiao. “Berani menghina Pangeran yang agung, seluruh keluargamu mati. Tidak layak menjadi penghormatan.” Pria tua ini, tidak terima ucapan Li xiao. Di samping, ada seorang lelaki duduk di kursi roda. Memakai topeng, terlihat bibir, hidung dan bola mata. “Maaf Tuan, Tuan muda ini bodoh dan masih muda. Tolong tidak mempermasalahkannya. Dia tidak tahu, mungkin dia bukan bagian dari dunia ini,” sarkas pelayan toko. Meminta ampun, tidak mau ada keributan. Bila pihak istana mendengar. Berani membicarakan keluarga istana, takutnya toko akan ditutup. “Bukan bagian dari dunia ini? Apa dia hantu? Bedebah, orang-orang seperti kalian harus mati!” mengangkat pedang. Pelayan toko, segera bersujud. Memeluk lutut pria yang mengangkat peda