“Bryan, hentikan! Kau bisa sakit jika terus melakukan hal ini!” cegah Edward ketika Bryan hendak menenggak minuman di gelasnya. Entah sudah berapa gelas yang ia minum sejak dirinya tiba di kelab. Namun, Bryan tak peduli. Bahkan perkataan Edward pun tak ada satu pun yang masuk ke telinganya.
“Jangan mencegahku, Ed. Aku sedang menikmati hidup dan merayakan hadiah dari Tuhan untukku.”“Apa maksudmu? Kau sedang sakit, Bryan. Kau harus ingat itu. Apakah kau memang sengaja ingin mati, huh?!”Bryan menghentikan tawanya yang sejak tadi membahana. Ia sedang menertawai diri sendiri yang bernasib malang setelah kehilangan cinta sejati, ia sebentar lagi akan kehilangan nyawa. Maka apa lagi yang harus ia lakukan selain merayakan kesialan hidupnya?“Seharusnya sekalian saja ia mencabut nyawaku saat itu. Benar, kan?” racaunya lagi.Edward memang kesal melihat sikap Bryan yang tak pernah berubah. Ia akan membiarkan dirinya jatuh sejatuh-jatuhnya sebelum akhirnya sadar dan bangkit. Namun sering kali, ia sudah kehilangan waktu saat itu. Dan kali ini, Edward tak akan membiarkan hal itu terulang lagi.Banyak hal yang harus Bryan jaga, tetapi ia tak juga menyadari itu.“Ryan mengatakan kalau aku menderita autoimun. Ck! Persetan dengan apa pun jenis penyakit itu, aku tak peduli. Aku memintanya untuk segera mencari cara agar aku bisa bertahan hidup lebih lama. Aku akan kembali mencari Shienna dan menemukannya.”“Jika kau memiliki niat seperti itu, maka hentikan ini. Kau harus bertahan hidup lebih lama jika kau ingin bertemu dengan Shienna.”Bryan mendengkus dan tertawa lagi. “Aku hanya bercanda, Ed. Apakah kau berpikir mudah menemukan wanita bandel itu, huh? Kau tahu, jika ia sudah memutuskan untuk pergi, seluruh dunia bahkan tak akan tahu di mana keberadaannya. Itulah sebabnya selama enam tahun kemarin aku tak berhasil menemukannya sampai nasib berbalik dan menyatukan kami secara tak sengaja.”“Maka hal itu akan terjadi lagi. Percayalah. Karena itu, bangunlah, Bryan, dan lakukan sesuatu untuk segera menemukan Shienna. Aku yakin ia pergi hanya untuk menenangkan diri dan setelah itu kalian akan kembali bersama.”Bryan tak menjawab, melainkan tertegun untuk beberapa saat dan membiarkan angannya memikirkan Shienna dan hanyut di dalamnya. Ia merindukan Shienna hingga nyaris gila dan rela mati asalkan bisa bertemu dan menikmati hidup di detik-detik terakhir kehidupannya.“Andai kami bisa bertemu kembali, aku berjanji tak akan membiarkannya terluka. Tak akan ada seorang pun yang boleh menyakitinya, termasuk diriku sendiri. Andaikan—“ Bryan tak melanjutkan kalimat karena ia sudah tak sadarkan diri.Edward hanya memandangi sahabatnya itu dengan tatapan prihatin dan kemudian membantunya berdiri untuk membawanya pulang.Akan tetapi, baru saja hendak melangkah keluar dari kelab, seorang wanita muncul dan meminta Edward untuk merebahkan Bryan di sofa.“Apa yang kau lakukan terhadapnya, huh? Apakah kau tahu kalau ia tidak boleh mengonsumsi banyak minuman beralkohol? Dia baru saja menerima donor ginjal beberapa tahun lalu dan tidak seharusnya kau membiarkannya seperti ini!” omel wanita yang membuat Edward merasa tak suka.Ia tahu benar kalau Bryan juga tidak menyukai wanita itu, tetapi apa yang membaut wanita itu datang dan seolah memang dengan khusus hadir untuk Bryan?“Aku sudah menghentikannya tapi—““Sudahlah! Kau memang bawahan yang tidak becus! Jangan mentang-mentang kau adalah sahabat Bryan lantas kau boleh menjalankan tugas dengan sesukamu. Ayah Bryan pasti akan sangat murka jika mengetahui putranya menderita seperti ini!”Wanita itu kemudian menoleh dan memberi isyarat pada beberapa pria yang berdiri di balik punggungnya.“Bawa Bryan kembali ke rumahnya,” titahnya.“Tunggu, Amara! Kau tidak berhak membawanya karena keselamatan dan keamanan Bryan adalah tanggung jawabku. Tak peduli dia dalam keadaan sadar atau tidak, dia ada dalam pengawasanku!”“Apakah kau meragukanku? Apa yang kau pikirkan, huh? Apakah kau berpikir aku akan membunuhnya?” tanya Amara ketus. Ia lalu mendekatkan wajah pada Edward. “Aku bahkan sangat mencintainya. Menyakiti apalagi membunuhnya, sama sekali tak ada dalam benakku. Kecuali kalau kau yang tengah berencana melakukan itu.”Edward tak menjawab tetapi mengepalkan tangan karena perkataan Amara telah mengusiknya. Amara memang tidak akan membunuh Bryan, tetapi Edward yakin kalau wanita itu akan melakukan segala cara untuk mendapatkan Bryan seutuhnya.Ia cemas kalau wanita itu akan melakukan tindakan di luar batas.“Lepaskan dia, atau aku akan panggilkan pengawal untuk mengusirmu!” gertak Edward yang mulai tak tahan dengan sikap sok jagoan dan sok peduli dari Amara.Edward sangat mengenal Amara dan sepak terjangnya menghancurkan kehidupan keluarga Bryan, karena itu, sejak Bryan memintanya untuk menjadi asisten pribadinya, Edward berjanji tak akan biarkan Amara menyentuh Bryan dan keluarganya.“Kau bisa menggertak juga rupanya. Baiklah. Aku tak suka mencari gara-gara dengan orang rendahan sepertimu. Bawalah dia hingga tiba di apartemennya dengan aman. Aku tak segan untuk melaporkanmu ke polisi jika kau tidak melakukannya.”***Edward meninggalkan Bryan di penthousenya dalam keadaan aman. Pelayan dan petugas keamanan telah ia kerahkan untuk berjaga agar tak ada seorang pun yang masuk dan menemui Bryan kecuali Shienna.Ia memutuskan untuk bergegas pergi dan kembali ke apartemennya yang berada di lantai sepuluh. Bryan memberikan apartemen itu untuknya agar Edward bisa sigap kapan pun Bryan membutuhkannya.Sepeninggal Edward, seorang wanita datang ke penthouse dan memeriksa kondisi Bryan yang tengah terlelap di kamarnya. Wanita itu melepaskan pakaian kerja Bryan dan membersihkan tubuhnya sebelum masuk ke dalam selimut yang sama dengan Bryan.Bryan sempat membuka mata sejenak dan bergumam lirih. Ia menyebut satu nama yang tak pernah hilang dari ingatannya dan wanita itu tersenyum saat mendengar igauan Bryan.“Aku di sini, sayang,” ucapnya sebelum kemudian Bryan memutar tubuh dan menindih tubuhnya. “Apa yang kau lakukan? Kau begitu lemah setelah menenggak minuman, jadi sebaiknya kau tidur dan beristirahat.”“Aku merindukanmu. Aku takut kalau aku tertidur, aku tak akan menemukanmu esok hari. Aku tidak ingin kau meninggalkanku lagi, Shienna.”Kegelisahan Bryan seolah tak hanya milik Bryan seorang melainkan juga wanita itu. Tampak raut wajah wanita itu berubah muram, kemudian dengan segera, ekspresi itu ia pudarkan dari wajahnya, berganti senyum ceria karena telah bertemu dengan pria yang ia cintai.“Katakan padaku kalau ini bukan mimpi,” gumam Bryan sembari mengucek matanya. “Aku tidak bermimpi. Ini benar kau. Kau ada di sini. Berjanjilah untuk tidak lagi meninggalkanku.”“Aku tak pernah pergi selama kau tetap menyimpanku dalam hatimu.”Wanita itu kembali tersenyum dan membiarkan Bryan mengecup bibirnya dan memberikan sentuhan yang membangkitkan gairah terpendam keduanya. Bryan yang tak mengenakan pakaian, melepaskan helai demi helai pakaian yang masih melekat di tubuh wanita itu.“Aku menginginkanmu, Shie. Sangat menginginkanmu.”“Aku milikmu, Bryan. Lakukan apa pun yang kau mau terhadapku. Aku akan memberikan segalanya untukmu.”Bryan tersenyum dan kembali memberikan sentuhan cinta pada wanita itu, mengecup bibir dan tiap inci kulit mulusnya. Ia menghentikan kecupan di bagian sensitif yang berlekuk dan mulai memainkan lidahnya di sana.Wanita itu meloloskan desah dan erangan lirih setiap kali Bryan mengulum atau menjilat bagian itu.Keduanya tak sabar dan dengan satu gerakan, keperkasaan Bryan sudah berhasil memasuki milik wanita di bawahnya dan ia mulai bergerak seiring irama, begitu pula dengan wanita itu yang memberikan gerakan seiring gerakan Bryan.Selama beberapa menit, ruangan yang semula dingin dan sempat membuat Bryan menggigil, perlahan menghangat bahkan memanas. Dua sejoli yang tampak melepas kerinduan, saling mengisi satu sama lain dengan perasaan penuh cinta.Bryan mempercepat gerakannya, sesuai permintaan wanita itu yang menginginkan mereka mencapai puncak kenikmatan bersama dan demikianlah yang terjadi.Kamar Bryan tak lagi sepi seperti malam-malam sebelumnya. Malam ini, suara erang dan desah penuh nikmat memenuhinya dan membuat Bryan yang telah menumpahkan segala miliknya pada wanita itu, mengecupi bibir wanita itu sekali lagi sebelum membawanya masuk ke dalam dekapan dan terlelap dengan perasaan bahagia yang membuncah.Bryan membuka mata perlahan dan merasakan kepalanya yang berdenyut sekaligus pengar. Ia tak segera beranjak dari ranjang, melainkan mengingat apa yang telah terjadi malam tadi.Ia menilik tubuhnya yang tak mengenakan sehelai pun pakaian dan teringat malam tadi ia dan Shienna telah menghabiskan malam penuh cinta dan gairah dan saatnya Bryan untuk memastikan kalau malam tadi ia tidak bermimpi. Anehnya, perasaan Bryan sekarang justru begitu pilu. Seolah hari ini tak akan ia temukan lagi sosok Shienna yang semalam membuatnya berhasil melepaskan kerinduan mendalam yang tak pernah bisa ia ungkapkan karena tak pernah berhasil menemukan istrinya itu. Perlahan dan ragu, Bryan menoleh untuk memastikan malam mereka adalah kenyataan, tetapi ia justru menemukan kegilaan dan drama lain yang tak bisa ia percayai. Bukan Shienna yang tengah berbaring di sampingnya tanpa mengenakan busana, melainkan wanita lain. Wanita yang tak pernah ia harapkan untuk datang dan muncul di hadapannya terlebih dengan
Bryan tertegun dengan tatapan tertuju pada pemandangan menyesakkan di hadapannya. Shienna tampak begitu ceria, tersenyum bahagia, dan sesekali membiarkan pria di hadapannya menggenggam tangannya. Bryan meremas garpu yang sejak tadi berada dalam genggamannya dan hendak bangkit untuk menuju ke sana. Amarah Bryan membuncah. Dalam benak dan pikirannya kini adalah Shienna dengan sengaja meninggalkannya menderita dan terus berusaha mencarinya, sementara dirinya justru bersenang-senang dengan pria lain. Bryan tak mengenal siapa pria itu. Artinya, dia hanyalah orang yang baru saja masuk ke kehidupan Shienna. Sayangnya, Bryan telah salah. “Mengapa wajahmu begitu muram? Apakah ada masalah?” tanya pria yang kini telah melepaskan genggaman dari tangan Shienna. Shienna menggeleng dan kembali menyunggingkan senyum, menyeruput milkshake di dalam gelasnya hingga tersisa separuhnya. “Apakah kau yakin akan keluar dari rumah Jennie? Ia pasti akan senang jika kau tetap tinggal di sana.” Shienna mendes
Urusan dengan pekerjaan telah ia selesaikan dan Shienna kini mengemudikan mobil menuju ke sebuah tempat yang sejak beberapa hari lalu ingin ia kunjungi. Ia mempercepat laju kendaraan dan bergegas turun ketika mobilnya telah berada di halaman parkir di basement sebuah bangunan yang tak kalah megah dengan kantor milik Bryan. Shienna berdiri di depan meja front desk untuk meminta waktu bertemu dengan seseorang, tetapi pegawai tersebut memintanya untuk menunggu. “Apakah kau tidak tahu siapa aku? Bosmu sangat mengenalku yang artinya kau akan mendapat masalah kalau menghalangi tujuanku bertemu dengannya,” tutur Shienna yang mulai tak sabar. “Maafkan kami Nona Miller, tetapi Tuan Hashimoto sedang ada meeting yang mungkin akan selesai satu jam lagi. Jika berkenan, silakan menunggu di lobi. Kami akan mempersilakan Anda masuk jika Tuan Hashimoto sudah selesai.” “Aku tidak butuh izin kalian!” Shienna menegaskan dan mulai memutar tubuh lalu masuk ke dalam lift yang terbuka, berkumpul bersama p
Tak mungkin Shienna tidak mengenali pria yang kini berdiri tak jauh darinya. Bahkan andai sekadar suara langkah kakinya pun, Shienna sangat mengenalnya, begitu juga aroma tubuhnya, suaranya, embusan napasnya.Semuanya tentang Bryan sudah seperti bagian dirinya yang tak mungkin tidak ia kenali. Tak akan mungkin akan ia lupakan begitu mudah. Shienna tertegun kala melihat siapa yang sudah berdiri mematung dan tak mengalihkan tatapan darinya. Keduanya seolah kehilangan kata yang telah tersusun rapi yang mereka rencanakan untuk katakan jika mereka bertemu kembali. Nyatanya, tak ada satu pun yang memulai pembicaraan meski hanya sekadar umpatan. Shienna menatap Bryan dengan sepasang bola mata yang telah basah, sementara Bryan nyaris tak bisa menahan diri untuk tidak menghambur dan meraih Shienna ke dalam dekapannya. Namun, ia mengepalkan tangan untuk menahan dorongan itu. Ia tak ingin menakuti sang istri yang baru saja bertemu setlah sekian lama pergi. Lagi pula, Shienna telah bersama pri
“Nona Miller, apakah kau bisa datang ke kantor?” tanya sebuah suara di saluran seberang yang membuat Shienna menepikan mobil. Ia menyimak perkataan wanita itu dan kemudian bergegas melajukan kendaraannya menuju ke kantor yang sebelumnya telah wanita itu sebutkan. “Mengapa wanita itu memintaku untuk datang ke kantor? Bukankah ia mengatakan estimasi terjualnya rumah itu sekitar dua minggu? Ini baru satu minggu berlalu, apakah ia ingin membatalkan perjanjian?” Shienna bergumam sembari terus memusatkan perhatian pada kemudi dan jalanan lengang di hadapannya. Tak berapa lama, ia tiba di kantor agen properti yang membantunya menjualkan rumahnya. Ia bergegas turun dari mobil dan menemui wanita itu. Rupanya, kabar baik yang ingin ia sampaikan pada Shienna. “Ada seseorang yang telah membeli rumahmu, dan langsung melakukan pembayaran full. Namun, baru hari ini aku sempat mencairkan dananya. Apakah kau ingin membawanya dalam bentuk cek atau ingin aku mentransfer ke rekening bank-mu?” Shienna
“Berapa lama?” tanya Bryan kemudian setelah berusaha menekan perasaan galau yang menyergapnya dan membuatnya tak bisa bernapas untuk beberapa saat. “Katakan berapa lama sisa hidupku.” “Aku bukan Tuhan. Aku tidak berhak memvonis usia hidupmu. Jika memang masih bisa kita pertahankan, maka aku akan lakukan segalanya agar kau bisa bertahan lebih lama dengan hidup yang berkualitas. Namun jika—“ “KATAKAN BERAPA LAMA SISA HIDUPKU!” Bryan lepas kendali dan ketika sadar, Ryan hanya memandanginya dengan tatapan penuh sesal. “Ini tidak seperti penyakit lain. Jika kukatakan kau akan bertahan satu tahun, maka bisa jadi kurang dari itu, atau lebih. Semua bergantung padamu dan seberapa massive antibodimu. Aku hanya bisa melakukan tugasku sebagai seorang dokter Bryan. Tapi kumohon, lakukan segala yang terbaik dalam hidupmu. Jika kau sangat ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan Shienna, maka perjuangkan dia. Habiskan sisa hidupmu dengan bahagia. Berjanjilah padaku kalau kau akan menjalani hidup
Shienna tiba di rumah sakit dan memeriksa kondisi Jennifer yang perlahan membaik. Dokter mengatakan kalau sayatan di pergelangan tangannya tidak terlalu dalam sehingga tidak berefek fatal. Namun, ia meminta Shienna untuk tetap mengawasi karena kemungkinan kejadian serupa akan terulang jika semua orang lengah. Jennifer masih belum membuka mata, menurut psikiatri yang juga bertugas untuk memantau kondisinya, Jennifer mengalami gejala stres akut akibat apa yang terjadi padanya.Tim kesehatan jiwa akan terus memantau kondisinya hingga membaik sampai bisa memutuskan apakah akan tetap melahirkan bayinya atau memilih aborsi sebagai jalan tengah. Shienna memandangi sahabatnya dengan rasa iba, menggenggam tangan Jennifer yang dingin dan menghela napas berat. “Aku tahu kau adalah wanita yang kuat, J. Tapi tak apa jika kau mengeluhkan kerasnya hidup padaku. Tak mengapa jika kau mengatakan segalanya padaku, jangan pernah pikirkan kondisiku yang tidak seberapa ini. Kau selalu ada untukku, maka i
Jennifer dan Shienna didera keterdiaman untuk beberapa saat sebelum keduanya kembali bicara. Shienna menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dan Jonathan sehingga mereka berdua berselisih paham. Jennifer akhirnya memiliki keberanian untuk berbicara tentang pengalaman pahitnya. “Aku cemas kalau Jo melakukan tindakan bodoh. Aku sudah mencegahnya, tetapi ia bersikeras untuk mendatangi Jun. Kau tahu sendiri betapa gilanya pria itu.” “Jangan cemaskan Jo. Sebaiknya kau tetap menjaga kesehatanmu agar kau segera pulih. Masalah Jo, biar aku nanti yang akan bicara dengannya,” jawab Shienna yang kemudian meraih ponselnya yang berdering sejak tadi. Ia memberi isyarat pada Jennifer untuk menunggu sebentar sementara ia menerima panggilan. Shienna mengaktifkan pengeras suara ketika mendengar bahwa peneleponnya adalah dari kantor polisi. Keduanya menyimak apa saja yang disampaikan oleh petugas polisi yang membuat Jennifer semakin cemas. Ia tak bisa menahan air matanya dan sekujur tubuhnya sek