Shienna tak bisa menahan perasaan haru yang membuncah kala melihat apa yang ingin Bryan tunjukkan padanya. Atap bangunan yang selama beberapa waktu ia tinggali, rupanya menggambarkan makna khusus. Itu sebabnya, ketika mereka menikah, dengan mudahnya Bryan memberikan lantai teratas pada Shienna untuk ia tinggali sementara dirinya berada di bawah. Bukan tanpa alasan. Bryan berharap Shienna akan tahu dengan datang ke rooftop dan menyaksikan sendiri betapa besar cinta Bryan untuknya. Sayangnya, Shienna begitu bodoh dan tak pernah menyadarinya. “A-apa itu?” tanya Shienna tergagap dan tak kuasa menahan lelehan air mata di pipinya. Ia kini seperti melihat cello yang tergeletak di atap bangunan tersebut. Mata Shienna tak lepas memandangi bentuk atap yang sangat menyerupai cello miliknya dengan hiasan lampu berkelap-kelip memanjang yang tampak seperti senarnya. “Aku sengaja mendesain bangunan itu membentuk sebuah cello, alat musik yang sangat kau sukai,” jawab Bryan. “Sejak kapan?” “Bang
Bryan meluangkan waktu untuk menjemput Shienna di tempat kerja. Dari kejauhan ia melihat Jonathan yang tengah berbincang dengan Shienna dan memberikan perhatian untuknya. Bryan merasa kesal dan memutuskan untuk turun dari mobil, menemui Shienna langsung agar Jonathan atau pria mana pun tidak sembarangan mendekatinya. Sebuah kecupan manis ia daratkan di bibir Shienna yang hanya memandanginya dengan tatapan penuh tanya. Sementara Bryan menatap Jonathan yang tampak tak suka akan kehadiran Bryan. “Apakah lelaki itu selalu bersikap manis padamu?” tanya Bryan sembari memusatkan perhatian pada kemudi edan jalanan di hadapannya. Shienna mengerutkan kening dan menatap sang suami yang bahkan enggan menoleh barang sebentar ke arahnya. “Ada apa ini? Mengapa kau menanyakan tentang Jo seperti itu?” “Oh, kau memanggilnya Jo. Manis sekali.” “Ada apa, Bray?” tanya Shienna yang kemudian hanya dijawab gelak tawa oleh Bryan. “Apakah kau cemburu? Benarkah? Oh, aku merasa tersanjung sekali melihatmu ce
Pagi sekali Bryan sudah tiba di kediaman Jennifer dan tak sabar bertemu wanita tercintanya. Shienna yang baru saja bangun terkejut menemukan dirinya berada di sofa serta puluhan pesan dan panggilan dari Bryan. Ia bergegas bersiap dan ketika keluar dari kamar, Jennifer sudah menyambutnya dengan senyuman. “Suami tercintamu sudah menunggu sejak tadi. Aku mempersilakannya masuk, tetapi ia ingin segera, katanya. Apakah kalian akan ke suatu tempat?” tanya Jennifer sembari menghirup minumannya. “Aku membuatkanmu roti lapis, bawa saja untuk kau makan bersama Bryan.” Shienna tak mengerti apa yang terjadi pada Jennifer karena yang ia ingat terakhir kali, malam tadi, mereka sempat berselisih paham. “J, maafkan aku untuk sikap dan perkataanku malam tadi. Aku sadar, tak seharusnya aku menuduhmu.” Jennifer meletakkan gelas dan bangkit menghampiri Shienna. “Aku justru ingin berterima kasih atas perkataanmu. Aku jadi sadar kalau aku tak mungkin bisa meminta siapa pun untuk bertanggung jawab atas
Shienna dan Bryan menikmati makan malam mereka yang penuh keakraban dan kemesraan. Keduanya bercanda dan berbincang mengenai banyak hal yang terlewatkan oleh satu sama lain selama mereka berpisah.Hanya tiga bulan, tetapi rasanya banyak hal yang terjadi dan luput dari perhatian mereka.“Kau tahu? Saat akhirnya aku bertemu denganmu di kantor Jun, aku sebelumnya berdoa agar Tuhan memberikan keajaiban dan aku tak menyangka, Ia mendengar permohonanku.” Bryan memulai pembicaraan setelah keduanya menikmati makan malam. Mereka masih di meja makan dan seolah enggan untuk bangkit dan mencari lokasi lain untuk berbincang.“Dan akhirnya kita bertemu,” timpal Shienna sembari melekatkan tatapan pada Bryan.“Ya, tetapi aku agak terganggu pada kejadian itu. Aku lupa untuk menanyakannya padamu. Apa tujuanmu datang menemui bajingan itu? Apakah ia melakukan sesuatu terhadapmu sehingga membuatmu datang? Kau juga tampak sangat marah saat itu.”Shienna menghela napas mengingat kejadian yang membuatnya nek
Edward menjauhkan Jennifer dan menatap sepasang manik mata biru miliknya dalam-dalam. Ia bukan tak menginginkan Jennifer, sama sekali bukan. Tak mungkin ada lelaki yang menolak godaan wanita secantik dan semolek Jennifer, tetapi bukan itu yang jadi masalah.Perkataan Jennifer beberapa menit lalulah yang membuat Edward menghentikan permainan yang nyaris menjurus ke puncak kenikmatan. Ia bukan lelaki yang suka mencari keuntungan atas situasi yang tengah dialami wanita, seperti yang Jennifer alami saat ini.Edward lantas memandu Jennifer untuk duduk di sofa dan memandangi wanita yang kini tertunduk malu karena sadar bahwa lelaki yang ia goda justru menolaknya.Jennifer mendengkus, menertawai kemalangannya. Bahkan meski diiming-iming kenikmatan, pria tak menginginkan wanita kotor sepertinya. “Ini sungguh memalukan,” gumamnya yang Edward bisa dengar dengan jelas.“Aku bukan tidak menginginkanmu, Jennie. Ini bukan waktu yang tepat. Kau tidak menginginkanku. Kau hanya ingin menyelamatkan dir
Bryan mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Butuh waktu dua jam untuk tiba di Eastonville, tetapi ia bisa menempuhnya kurang dari itu. Ia bergegas menuju ke lantai 21 dan membuka brankas untuk mencari benda yang serupa dengan apa yang baru saja ia temukan.Ketemu!Benda itu memang terlalu mirip untuk ia anggap sebagai sebuah kebetulan. Ia sudah membuat aturan bagi para pegawai, bahwa tak boleh ada satu pun dari mereka yang bersolek, terlebih saat harus merawat ibunya. Dan sejauh ini, Bryan tak pernah menemukan penampilan yang aneh. Bahkan tak ada satu pun dari para pegawai yang mengenakan perhiasan saat bekerja.“Ini aneh. Benda apa sebenarnya?” gumam Bryan yang menarik perhatian Shienna yang baru saja menenangkan degup jantungnya karena berada dalam mobil yang Bryan kemudikan dengan ugal-ugalan.“Apa itu? Sejak kapan kau mengoleksi permata imitasi seperti ini?”“Ini bukan milikku.” Bryan meraih tangan Shienna dan meniliknya. Shienna tak mengenakan perhiasan lain selain cincin p
Bryan masih menikmati waktu bersama dua wanita tercintanya, tetapi terusik karena panggilan Edward yang semula bisa ia abaikan, tetapi makin lama seolah menuntut untuk ia terima.Percakapan yang cukup intens terjadi antara keduanya untuk beberapa waktu.“Jangan katakan kalau kau sebenarnya sudah mengetahui tentang Jennie,” serang Edward ketika ia telah tiba di rumah dan menghubungi Bryan segera. Bryan yang semula tengah menemani Shienna menikmati makan malam, akhirnya memilih untuk keluar dari ruangan ibunya agar Shienna maupun Alice tidak mendengar percakapannya dengan Edward.“Aku tidak mengerti ke mana arah pembicaraanmu.”“Aku yakin kau tahu.”“Ed, dengar. Jika yang kau bicarakan adalah kehamilan Jennie, ya memang benar aku telah mengetahuinya. Namun, mungkin tak jauh berbeda denganmu. Aku pun baru mengetahuinya.”“Bahkan tentang siapa ayah bayi itu?”“Ya.”Edward mendengkus, meremas rambutnya dengan perasaan berkecamuk. Ia ingin mengakhiri pembicaraan dengan Bryan, tetapi itu han
“Apa yang kau dan Ed bicarakan malam tadi? Mengapa kau tampak cemas?” tanya Shienna ketika keduanya sedang menikmati sarapan di kafetaria, sementara Alice sedang beristirahat.Bryan sudah memperkerjakan beberapa orang untuk menjaga keamanan sang ibu, jadi dia dan Shienna bisa meluangkan waktu sebentar untuk menikmati sarapan sekaligus waktu berdua.Bryan tak segera menjawab pertanyaan Shienna, melainkan memikirkan kalimat yang akan membuat sang istri percaya bahwa semua baik-baik saja.Ia sangat mengenal Shienna. Satu hal kecil mungkin akan menjadi besar jika itu menyangkut Jennifer.“Tidak. Dia hanya menanyakan beberapa hal penting mengenai perusahaan.” Bryan terdiam untuk beberapa saat, kemudian menatap Shienna yang tengah menunduk memainkan makanannya. “Apakah Ibu sudah tidur? Mengapa kau tidak menghabiskan makananmu?” Bryan meraih makanan yang Shienna tinggalkan di meja, lalu meminta istrinya itu untuk menghabiskan makanannya. “Jangan pernah melewatkan sarapanmu. Lihat, badanmu se