Share

Bagian Dua

Taro termenung di depan komputer karena ditinggalkan oleh kekasihnya. Dadanya begitu membuncah, rasa sakit masih sangat terasa karena ditinggalkan oleh Naomi. Taro sudah merasakan bagian dari dirinya itu ada pada Naomi tetapi itu tidak akan ada lagi karana wanita yang dia cintai itu memilih orang lain. Taro berteriak kembali dan menangis karena hal itu.

"Come on, Tar. Move on dong. Dia hanya udah milih jalan hidupnya. kau harus menghapus semua kenangan tentangnya, wanita di luar sana banyak, tidak hanya dirinya. Lebih baik hapus fotonya, kalau dia ingin kembali jangan pernah terima.—ucap Taro berbicara pada dirinya sendiri.

Dia menghidupkan komputernya itu. Menunggu beberapa menit untuk hidup dan akhrnya dia mulai mencari dimana letak fotonya itu. Tanpa menunggu lama dia langsung menekan crtl+a dan delete. Taro bisa menghilangkan semua jejak dari orang itu. Dia ingin memulai semua aktifitasnya lagi tetapi dia tidak bisa dan masih terkurung dari kesedihannya itu.

Beberapa jam kemudian ada yang mengetuk pintu dari rumah Taro.

“Taro. Apa kamu ada di dalam?” Seorang pria memanggil namanya.

“Tunggu sebentar. Aku buka kuncinya dulu.”

Taro berjalan menuju pintunya itu dan akhirnya membukanya. Ternyata yang datang itu adalah sahabatnya sejak SMK serta juga menolak Taro untuk berpacaran dengan Naomi. Sebut saja namanya Celo. Dia orang yang lumayan pintar tapi tidak sepintar dar Taro.

“Kamu datang kesini? Ada apa.” Taro bertanya kepada Celo.

“Aku rencana kesini itu.” Celo ingin menyampaikan sesuatu tapi karena melihat dari muka Taro yang murung dan juga ada sebuah tanda kebakaran dia langsung mengalihkan pembicaranya. “Kamu kenapa? Sangat beda sekarang dari pada hari sebelumnya?”

“Semua kata kamu itu benar, Celo. Pantas saja kamu tidak menerima bahwa aku berpacaran dengan Naomi.” Taro mulai ingin bercerita.

“Memangnya ada apa antara kalian berdua?” Celo semakin penasaran dengan perkataan dari Taro.

“Dia itu pergi meninggalkan aku. Alasannya itu karena aku tidak bekerja dan juga dia sudah tunangan dengan orang lain. Aku tidak bisa menahannya karena yang dia inginkan itu hanya bersama laki-laki itu bukan kepada aku.”

“Betulkan apa yang aku katakan kepada kamu dahulu. Bahwa dia itu tidak baik untuk kamu.”  Celo mengatakannya kepada Taro.

“Aku yang salah karena tidak pernah mendengarkan kamu dari dahulu. Kalau saja aku mendengarkan eprkataan dari kamu. Mungkin saja semua ini tidak akan terjadi kepada aku. aku sungguh mneyesal sudah seperti ini.” Taro mengatakannya.

“Kalau begitu. Bagaimana kalau kita bermain sesuatu untuk menenagkan pikiran supaya kamu bisa dengan tenang untuk memikirkannya.” Celo mnegajaknya.

Akhirnya mereka bermain sebuah game untuk menghabiskan waktu dan juga untuk menenagkan Taro supaya Celo bisa menyampaikan salah satu hal yang sangat penting. Sampai malam mereka tetap melakukan itu sampai Taro tidka memikirkan Naomi lagi.

**

Hari sudah menunjukakn cahayanya kembali. Taro sedang tidur dengan nyenyak karena tidak ada lagi yang akan dia lakukan di hari iru. Tetapi Celo sudah pergi dari tempat Taro. Dia meninggalkan sarapan pagi untuk Taro makan. Karena dia tahu bahwa Taro tidak akan bisa membeli makanan utnuk dirinya sendiri.

Beberapa menit kemudian Taro terbangun dari tidurnya tetapi saat dia bangun di pikirannya masih tetap ada Naomi karena sudah lama dia menghabiskan waktu bersama walaupun sekarang mereka akhirnya berbeda jalan tujuannya.

Taro akhirnya mandi dan juga berpakaian untuk menghabiskan waktu menghirup udara yang segar di pagi hari. Dia keluar dan berjalan di luar. Melihat di sekelilingnya bahwa banyak pohon yang berjejeran disana rasanya tidak seperti biasa dia lakukan. Dia melihat kearah tempat sarapan pagi, terlihat disana ada seorang yang sedang berpacaran sedang makan disana. Itu mengingatkan Taro kalau dia dulu juga pernah makan disana.

Taro melanjutkan perjalanannya lagi dan menuju ke lapangan bola yang luas. Disana biasanya dia dan Naomi menonton bola saat ada pertandingan disana. Taro menelusuri semua jalan yang pernah dia lalui berdua bersana Naomi.

Kayaknya ini takdir aku karena mementingkan nenek lampir itu dari pada pelajaran yang saya lakukan di sekolah dulu.—batin taro.

Saat sedang bermenung ada sebuah telepon yang masuk ke handphonenya. Tapi dia tidak mendengarnya karena sedang memperharikan lapangan itu. saat kedua kalinya Taro baru sadar bahwa teleponnya berdering. Dia mengangkatnya.

.....

“Iya itu aku sendiri bu.”

.....

“Saya dulu pernah mengirim surat lamaran kesana, Bu. Tapi tidak pernah di panggil untuk interview, Bu.”

.....

“Baik, Bu. Saya besok kesana untuk menemui Ibu.”

.....

“Baik terima kasih bu.”

Taro merasa agak bahagia karena ada yang bisa dia kerjakan wlaupun harus menghabiskan waktu tanpa Naomi. Tetapi karena interview itu dia bisa sedikti melupakan tentang nenek lampir itu. beberapa menit kemudian dia langsung pergi ke dalam rumahnya itu. dan dia beristirahat yang cukup untuk bisa menenagkan diri sampai interview besok pagi.

**

Hari sudah malam dan saat taro sedang bermain game. Ternyata ada yang mengetuk pintu rumahnya itu.

“Taro, kamu ada di dalam.”

“Masuk aja. Aku sedang fokus ini untuk menyelesaikan misinya.”

Rupanya yang datang itu adalah Celo sahabatnya itu. Dia mendekat ke arah Taro.

“Ini makan malam untuk kamu. Pasti kamu sudah kelaparan dari tadi.” Celo mengatakanya kepada Taro.

“Terima kasih, Celo. Cuma kamu yang mengerti aku ini seperti apa.”

Taro mengambil makanan itu dan langsung menyantapnya dengan sangat lahap karena dia sudah menahan rasa laparnya dari tadi.

“Tadi aku di telfon oleh perusahan incaran aku untuk interview disana besok pagi.”

“Itu bagus sekali. Jadi kamu bisa melupakan Naomi dan fokus untuk bekerja serta mencari uang dengan serius lagi.” Celo mengatakanya kepada Taro.

“Mungkin perkataan kamu ada benarnya juga. Mudah-mudahan ini bisa membaik dan aku bisa bangkit lagi dari terpurukan ini.”

“Itu baru sahabat aku dari dulu. Tidak pantang menyerah.” Celo menepuk pundak dari Taro. Dan dia pamit untuk pulang duluan karena keesokan harinya dia ada urusan mendesak yang harus di selesaikan.

Taro menghabiskan makananya dan juga menyelesaikan semua permainan itu supaya dia bisa beristirhat kembali supaya besok dia bisa kembali bersemangat.

**

Ayam berkukuk sudah mulai kedengaran. Saat itu juga Taro bangun dari tidurnya karena dia mau interview sekitar jam delapan. Tetapi dia cepat bangun karena supaya bisa sarapan dahulu dan membuat tampilannya itu menjadi rapi. Untuk membuat pemimpin dari perusahaan itu minat kepadanya dan bisa menerimanya dengan sangat pasti.

Harupun berlalu sampai menunjukkan jam tujuh akhirnya Taro pergi keluar untuk menuju ke perusahaan itu. Memang jaraknya juga lumayan jauh hampir menyentuh dua kilometer. Tetapi karena dia sudah menekatkan diri untuk bangun pagi jadi dia bisa menyelesaikannya dengan sangat mudah.

Dia mencari makanan pagi untuk sarapan dengan tenang dan supaya bisa menjawab perkatan dari pemimpin itu dengan sangat lancar. Akhirnya dia lansung menuju ke arah perusahaan itu.

Mungkin ini cara baik untuk melupakan naomi dan bisa mengumpulkan sedikit uang untuk di tabng.—batin Taro.

Hari sudah menunjukkan jam tujuh lewat empat puluh lima menit. Itu tandanya dia masih ada waktu sampai dia interview nanti. Dia masuk ke dalam dan di depan sudah terdapat security yang bertanya kepadanya.

“Selamat pagi, Pak. Ada urusan apa kesini pak?” security itu bertanya kepada Taro.

“Aku Taro pak. Saya mau interview di perusahaan ini.”

“Silahkan isi buku tamunya dahulu.”

“Baik, Pak.”

Dia berjalan bersama security itu untuk mengisi buku tamu dan dia menunggu di bangku tunggu. Dia sangat cemas apakah bisa di terima di perusahaan ini atau tidak. Tetapi dia takjub kalau bisa di terima di perusahaan ini.

Ruang tunggunya saja sudah mewah seperti ini, tapi isi dalamnya pasti jauh lebih mewah lagi.—batin Taro.

Satu menit, dua menit, tiga menit. Berlalu dengan cepat. Taro masih menungu kapan dia akan di interview olehj perusahaan itu. Dengan tiba-tiba ada yang memanggilnya.

“Bapak Taro. Silahkan ikut saya untuk menuju ke ruangan pemimpin perusahaan ini.”

Taro berdiri dari tempat duduknya dan langsung mengikuti arah jalan dari reseptionis itu. tidak membutuhkan tenaga ekstra mereka sudah datang di depan ruang pemimping.

Tok.. tok.. tok..

Reseptionis itu mengetuk pintu dari pemimpinnya.

“Silahkan masuk.” Pemimpinnya itu menyuruh resepyionisnya itu masuk ke dalam.

“Ini bapak Taro yang di ineterview, Buk.”

“Suruh dia masuk ke dalam.”

“Baik, Buk.”

Kemudian reseptionis itu menyuruhnya masuk ke dalam ruangan itu dan saat sudah melewati pintu masuk. Taro melihat kedepan dan dia terkejut kalau pemimpinnya itu adalah orang yang dia kenal saat di sekolah dulu.

“Bukannya kamu itu. Teman satu sekolah aku dulu ya?” Taro bertanya kepada perempuan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status