Share

Bagian Tujuh

Saat berada di luar kelas. dia menyadari ini bukanlah sebuah mimpi, tapi beneran dia sedang berada di sekolah.

Bukannya tadi itu saya lagi di dalam rumah menung. Tapi kenapa aku bisa berada di sini.—batin taro.

Kemudain taro berjalan-jalan karena masih bigung dengan semuanya ini. Dari kejauhan ada seorang guru piket yang meneriaki Taro.

“Kamu kenapa di luar? Bukannya seharusnya kamu itu belajar?” guru piket itu berteriak kepada Taro.

“Saya lagi bigung, bu. Sekarang tahun berapa?”

“Sekarang tahun 2011.”

Taro bingung dengan jawaban dari guru piket itu. Bukan seharusnya sekarnag sudah 10 tahun kedepan.

“Baiklah kalau begitu bu. Saya masuk ke dalam kelas lagi bu.”

Taro kembali masuk ke dalam kelasnya dan duduk di tempat dia biasanya sambil termenung karena kejadian ini.

Aku memang berharap bisa kembali ke masa ini. Tapi kenapa bisa sekarang keinginan itu terwujud. Mungkin ini yang dinamakan keberuntungan. Aku tidak akan menyia-nyiakan waktu ini lagi. aku harus fokus untuk bisa mengubah hidup ini lagi.—batin Taro.

Dia akhirnya mulai fokus untuk belajar. Taro mengambil buku di dalam tasnya. Dia menjadi ingat bahwa dulu itu, Taro menjadi pemalas di dalam kelas dan sering bermenung. Jadi Taro hanya bisa menunggu sampai pelajaran ini sudah selesai kemudian langsung membeli semua peralatan supaya bisa kembali belajar lebih sungguh lagi.

Beberapa menit kemudian, bel tanda pelajaran sudah selesai akhirnya berbunyi juga.

“Kita lanjutkan lagi minggu depan. Jadi selesiakan semua tugasnya.” Ibu guru itu mengaaish tahu kepada semua muridnya.

“Baik, Bu.” Semua muridnya itu menjawab perkatana dari ibu guru.

Akhirnya ibu guru keluar dari kelas itu. Taro langsung berdiri dan pergi menuju tempat kantin karena di sana ada yang menjual peralatan belajar sepeeti buku dan juga pulpen. Tetapi saat ingin berlari tiba-tiba ada yang memanggilnya.

“Sayang, mau ke mana kamu?”

Taro mendengarkan suara dari seseorang dia merasa familiar dengan suara itu. dan dia langsung menoleh ke belakang.

“Iya, ada apa?”

“Aku lapar sayang. Beliin aku makanan ringan ya?” Naomi memeohon kepada taro.

Kurang ajar aja ni nenek lampir. Saya masukin penjara baru tau rasa.—batin Taro.

“Aku tidak bisa membawa itu. Bagaimana caranya membawa makanan ke dalam kelas.”

“Kenapa kamu lupa sayang. Padahal biasanya kamu mau melakukan apapun yang aku mau.”

“Sekarang lagi belajar. Jadi mana bisa membawa makanan ke sini.” Taro menolaknya dengan halus.

Setelah melewati hadangan pertama dia akhrinya langsung menuju ke kantin untuk membeli sebuah buku dan juga pulpen untuk belajar nantinya. Saat sedang membeli peralatan, bel pertanda pelajaran baru sudah berbunyi dan langsung berlari kembali ke dalam kelas. tetapi saat berada di dalam kelas ternyata sudah ada ibu guru yang berada di mejanya itu.

“Maaf, Bu. Saya terlambat masuk karena membeli ini.” Taro memperlihatkan apa yang dia beli tadi. Ibu heran melihat Taro yang membawa buku dan masih tidak percaya dengan perbuatan dari Taro

“Tumben kamu membeli peralatan itu. Biasanya kamu selalu membeli makanan dan menyantapnya saat sedang belajar.” Ibu guru tu mengejek Taro. “Tapi kalau kamu sudah berubah seperti ini. Itu sangat bagus sekali untuk masa depan kamu nanti. Silahkan duduk kembali.”

“Terima kasih, Bu.”

Taro langsung berjalan menuju kursinya itu lagi. tetapi semua orang kebingungan karena apa yang dilakukan oleh Taro tidak biasanya seperti itu. Bagi semua orang dia itu hanya seorang penganggu di dalam kelas. Semua orang menganggapnya tidak berada di sini. makanya semua orang menjadi terkejut karena perbahan itu.

Guru sudah mulai memberikan pelajarannya kepada muridnya dan memberikan soal kepada semuanya. Taro memeprhatikan dengan teliti apa yang akan di kerjakan saat mendapatkan soal itu. saat guru sedang mencari siapa yang tahu jawaban dari soal yang diberikannya itu. Taro langsung mengacungkan tangan pertanda dia bisa menjawabnya.

Tetapi guru itu masih tidak bisa percaya kepada Taro. Karena dulu saat itu juga dia mengerjakan soal itu dengan akhir yang membuat kesal semua guru disekolah itu. saat guru itu melihat kesekeliling tidak ada yang bisa menjawab soal itu dnan hanya Taro yang masih tetap menunjuk tangannya.

Akhirnya guru itu menyerah dan memangil nama Taro untuk menyelesaikannya. Taro langsung maju kedepan dan mengerjakanya dengan sangat teliti. Tetapi hasilnya masih tidak memuaskan karena dia masih salah menjawanya. Tapi ibu guru memberikan pujian kepada Taro.

“kayaknya kamu sudah berubah ya sekarang. Bagus itu, tingkatkan lagi kemampuan kamu itu.” ibu guru itu memberi pujian kepada Taro.

“Baik, Bu.” Taro menjawab pekataan dari ibu guru itu.

Taro kembali berjalan menuju bangkunya itu. setelah itru dia langsung memperhatikan guru menerangkan semua pembelajaran sampai selesai. Dan tidak terasa saat Taro fokus untuk belajar, waktu demi waktu sangat cepat berputar.

Bel istirahat siang sudah berbunyi. Sekarang waktunya Taro untuk pergi makan siang ke kantin.

“Tar, kamu ke kantin apa tidak?” Celo bertanya kepada Taro.

“Urus aja hidup kamu sendiri. Padahal kamu sudah meninggalkan saya sendirian saat kamu menikah.” Taro mengatakanya kepada Celo.

Celo merasa bingung dengan apa yang di katakan dari Taro. “Kapan saya menikah? Kita masih sekolah jadi tidak boleh menikah dulu.”

Setelah Celo mengatakan itu, Taro langsung berbalik menghadap Celo. Dia marah karena Celo berpura-pura tidak tahu tetapi saat itu dia langsung berpikir.

Yang menikah itu kan dia yang sudah besar dan sekarng masih di bangku sekolah. Pantas saja dia tidak tahu sama sekali saol ini. Tapi tetap saja dia meninggakan aku begitu saja.—batin Taro.

Tetapi saat Taro dan Celo ingin ke kantin. Tiba-tiba ada yang memanggilnya lagi.

“Sayang. Ayo ke sini.” Naomi memanggil Taro dengan lemah lembut karena ada keinginan yang akan dia minta kepada Taro.

Taro sebenarnya ingin pergi dari nenek lampir itu tetapi karena dia hanya membawa natural saat disekolah dulu. Jadi dia mau tidak mau harus menuruti perkataanya.

“Iya, ada apa?” Taro menjawab.

“Belikan aku batagor, Sayang. Saya lagi lapar sekarang ini.” Naomi meminta kepada Taro.

Kalau saja saya bisa menhajar nenek lampir ini terus memasukannya ke dalam buku. Mungkin aku akan lakukan secepat mungkin.—batin Taro.

“Oke lah. Mana uangnya.” Taro meminta dengan tangan yang menjulur ke Naomi.

“Kenapa minta uang kepada saya? Bukannya biasanya pakai uang kamu ya.”

Ini orang mau bikin saya tidak ada uang lagi ya. Padahal ini Cuma cukup untuk jajan siang ini.—batin Taro.

“Saya lagi tidak ada uang. Tadi sudah beli buku. Jadi sisa uangnya hanya sedikit.”

“Kenapa kamu malah beli buku? Padahal biasanya apapun kebutuhan saya. Pasti kamu selalu kabulkan.”

Taro terus saja mengerutu dalam hati karena permintaan dari nenek lampir itu sangat tidak masuk di akal pada dia yang sekarang ini. Tetapi Taro menerima tawaran untuk membeli makanan itu karena yang penting dia masih bisa belajar dengan fokus dikelas.

Saat berjalan dia mengeluarkan uang dari sakunya dan ternyata benar itu hanya cukup untuk makan siang dia saja.

“Hmm.” Taro menenagkan hatinya.

“Tar, pakai saja uang aku dulu. Kalau soal ganti tidak usah di pikirkan.”

“Terima kasih, Celo. Mungkin kamu yang Cuma mengerti bagaimana aku sekarang ini.”

Taro mulai bahagia karena Celo sahabatnya itu masih sama seperti yang dia bayangkan. Selalu membantu ap bila Taro sedang ada kesusahan. Tetapi di balik itu, Taro merasakan ada yang mengewasinya dari belakang. Ada seseorang yang membuntuti dia dari belakang.

Saat dia berbalik ternyata tidak ada seorangpun yang berada di belakangnya.

“Kenapa Taro?” Celo bertanye kapaad Taro karena dia memberhentikan jalannya.

“Tidak ada. Saya Cuma merasakan ada yang mengikuti kita dari tadi.”

“Mungkin Cuma perasaan kamu saja.” Celo mengatakannya kepada Taro.

Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan menuju ke kantin. Tapi Taro masih saja penasaran siapa yang sudah membuntutinya. Padahal disekolah ini tidak ada yang suka kepadanya di sebabkan karena sifatnya yang pemalas itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status