Share

Bagian Enam

“Jadi perusahaan ini bangkrut? Kenapa bisa? Padahal aku sudah mengerahkan semua tenaga aku sampai ke titik ini.” Taro berteriak kepada Moly.

“Aku sudah berjuang untuk mempertahankan perusahaan ini. Tetapi masih tidak bisa untuk berada di sini.” Moly membalas perkataan dari Taro. “Aku berharap kamu bisa mendapatkan kegiatan selain dengan ini. Karena kamu itu sangat sungguh-sungguh untuk mengerjakan sesuatu.”

Taro termenung di depan itu karena apa yang sudah diusahakannya menjadi sia-sia. Tetapi dia tidak menyalahkan Moly karena ini tetapi Cuma mengintrospeksi diri kenapa bisa dia gagal dalam perusahaan ini. Padahal dia itu sangat mengerti akan apa kendala dari perusahaan ini tapi tidak cukup untuk menyelesaikannya tepat waktu.

Kalau saja aku dulu saat di bangku sekolah bisa belajar lebih giat lagi. Mungkin aku bisa menyelesaikannya tepat waktu.—batin Taro.

Dia menyesali itu semuanya. Tetapi penyesalan itu akan datang saat di akhir. Pergi dari ruangan itu dan juga meninggalkan pekerjaan itu adalah sebuah pilihan untuk menjalani hidup yang sangat berat ini. Tidak di sangka bahwa dia yang begitu pandai dalam suatu hal masih tetap saja tidak bisa memberikan hasil yang maksimal kepada kerjaan itu.

Taro berjalan menuju ke rumahnya kembali karena semuanya sudah berakhir. Dia hanya bisa menhabiskan waktu seperti biasanya. Di rumah, nonton, main game, dan begitu saja seterusnya. dia terpukul karena dia hanya menjadi sebuah batu yang tidak bisa bergerak kembali.

**

Beberapa menit kemudian Celo datang kerumah Taro untuk memberikan sesuatu kepadanya. Celo sengaja pergi pagi karena dia tahu bahwa Taro sudah pergi untuk bekerja. Dia membuka pintu kamarnya itu dan saat ingin meletakkan kertas di atas meja. Ternyata dia melihat Taro sedang tidur di atas kasurnya dan Celo mengambil kertas itu kembali dengan meletkkanya ke dalam tas.

“Kamu tidak kerja, Tar?” Celo menanyakannya kepada Taro.

“Aku sudah tidak ada pekerjaan lagi.” Taro menjawab sambil bermenung.

“Bukannya kamu kerja bersama Moly. Apa kamu dikeluarkan? Atau kamu buat masalah di sana? Seperti ambil makanan dari kantin tanpa sepengetahuan dari semua orang.”

“Aku tidak akan mungkin seperti itu. Itu hanya untuk orang-orang yang kelaparan dan aku sekarang memang tidak lapar.”

“Jadi maksudnya itu bagaimana? Aku tidak paham dengan semua kata-kata mutiara kamu itu.”

“Perusahaan itu sudah bangkrut jadi aku tidak bisa bekerja lagi di sana.”

“Bukannya perusahaan itu besar. Kenapa sampai bisa bangkrut seperti itu.”

Taro tidak bisa menjawab perkataan dari Celo. Dia hanya bisa termenung sekarang ini. Tidak ada semangat untuk Taro bisa kembali mengerjakan itu kembali.

“Andai dulu aku bisa sungguh-sungguh belajar.” Taro mengatakan hal yang tidak biasanya.

“Yang sudah lewat itu, tidak perlu di sesali lagi. Lebih baik kamu mencari solusi untuk bisa kembali bekerja di manapun dan tentunya menggunakan keahlian kamu itu.”

“Tapi percuma saja, Celo. Tidak ada yang mau menerima aku karena dari umur ini. Orang lebih milih untuk mencari yang baru tamat supaya bisa mengatur seenkanya saja.” Taro mengatakannya kepada Celo.

“Betul juga seperti itu. Jadi apa kelanjutannya sekarang ini?”

“Mungkin aku butuh tidur tenang dulu. Mungkin beberapa minggu lagi aku juga akan mencoba mencari pekerjaan di luar lagi nanti.”

Setelah itu mereka akhirnya bermain game untuk menghabiskan waktu supaya Taro tidak lagi termenung karena dia tidak bekerja lagi. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama tanpa ada yang mengganggu sama sekali. Tujuan dari Celo untuk memberikan sesuatu kepada Taro menjadi terhundur di sebabkan Celo tahu bagaimana Taro saat sedang sedih atau bahagia.

**

Beberapa minggu kemudain Taro mencoba untuk melamar pekerjaan lagi di tempat lain. Tetapi masih saja tidak ada yang menerimanya. Alasannya Cuma satu yaitu umurnya yang sudah tidak masuk kriteria lagi. Dia msemakin bigung harus melakukan apa lagi. Karena sudha setengah hari masih saja ada yang tidak ada yang mau menerimanya. Dia akhirnya pergi kembali kerumahnya dengan tidak membawa hasil apapun.

Butuh beberapa menit sampai Taro sampai kerumahnya. Ia bertemu dengan Celo yang sedang menunggunya di depan pintu rumahnya.

“Kamu kenapa tidak masuk ke dalam?”

“Aku sekarang lagi butuh cepat. Aku Cuma mau menyerahkan ini kepada kamu.” Celo9 memberikan surat undangan untuk Taro.

“Surat undangan siapa ini?” Taro melihat nama dari surat itu tenyata Celo yang akan menikah. Dia merasa terkejut karena Celo yang meninggalkannya sendirian, padahal Taro hanya memiliki sahabat yaitu Celo.

“Aku akan tetap bermain bersama kamu. Aku tidak akan meninggalkan kamu sendirian disini.”

“Tidak mungkin ada waktu seperti biasa lagi. kamu apsti harus membagi waktu kepada istri kamu itu. Jangan khawatir, aku akan berada tetap di sini sampai aku bisa mengendalikan semuanya. Terima kaish selama ini karena sudah menemani aku dalam susah ataupun senang.”

Taro akhirnya masuk ke dalam rumahnya itu. Dia bukan cemburu kepada istri temannya itu karena merebut Celo darinya tetapi mereka sebenarnya berjanji akan menikah secara ebrsama-sama. Jadi Celo sudah menghianati tentang itu.

Sekarang aku tinggal sendiri. Tidak masalah, yang penting aku masih bisa hidup di dunia ini.—batin Taro.

Dia termenung di depan meja makan. Makanan yang berada di hadapannya itu tidak ada dia pegang sedikitpun. Taro memikirkan bagaimana kedepannya lagi. Karena yang mengerti dia hanya sahabatnya itu.

Saat Taro termenung, dia lagi membayangkan berada di dalam kelas dan sedang dalam pembelajaran. Begitu bahagianya apa bila itu terjadi lagi. hanya saja itu tidak akan mungkin bisa. Jadi dia hanya bisa membayangkannya saja.

Beberapa lama Taro bermenung ada sebauh spidol yang mendarat di kepalanya itu.

“Aduh.” Taro berteriak karena ada sebuah benda mendarat di kealanya.

Spidol? Dari mana ada spidol disini? padahal di rumah aku tidak ada spidol.—batin Taro.

Dia kebigungan kenapa bisa ada spidol ini di hadapannya, tiba-tiba Celo berbisik kepadanya.

“Tar, Tar. Lihat kedepan” Celo menyutuh taro untuk menghadap kedepan.

Saat melihat kedepan ternyata dia membayangkan ada wali kelasnya yang sedang memanggilnya. Begitu kangennya masa itu untuk bisa di ulang lagi.

“Andai saja aku bisa menulanginay sekali lagi. pasti tidak ada yang perlu di sesali.” Taro berbicara sendiri.

Taro masih menghayal saja dengan suasana di kelas itu. dia melihat ke kiri dan ke kanan sangat familiar sekali dengan dirinya. Itu kelas yang biasa dia tempati. Dimeja itu juga terdapat sebuah tanda bahwa tidak ada yang boleh menduduki kursi ini. Dia megusap-usap meja itu karena tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya sekarng ini.

Tiba-tiba Celo meneriakinya algi. “Tar, Tar. Itu nama kamu di panggil cepetan nyaut.”

“Diam kamu. Aku sedang sibuk membayangkan ini semuanya. Jangan nganggu konsentrasi.”

Tiba-tiba ibu guru itu berjalan menuju tempat duduk Taro.

“Halo Ibu, bagaimana kabarnya?” Taro bertanya kepada guru itu.

Tapi tiba-tiba dia di pukul oleh buku di kepalanya. “Bisa sadar apa tidak. Kalau tidak keluar saja dari ruangan kelas ini.”

Taro merasa kesakitan seklai karena di pukul oleh guru itu. dia masih setengah sadar bahwa dia sedang berada di dalam kelas.

“Maaf, bu. Aku melamun.”

“Lain kali kalau di panggil nyaut, jangan menung saja.”

Ini beneran apa tidak ya? Kok rasanya antara nyata dan juga tidak? Cara satu-satunya yaitu memukul wajah sendiri. Tapi kalau sendiri pasti tidak akan terasa.—batin Taro.

Dia berbalik duduk melihat Celo di belakang.

“Celo, coba pukul muka saya.”

“Otak kamu agak kurang ya. Sampai harus di pukul dulu sampai masuk pelajaran.”

“Pukul saja cepat.” Taro menyuruh Celo.

Dengan sekencang-kencangnya Celo langsung memukul wajah dari Taro.

“Aduh, Aduh. Bisa pelan sedikit tidka meninjunya. Rasanya sakit sekali di pipi ini.” Taro berteriak.

Saat itu Taro akhirnya pergi keluar dengan permisi keluar kelas. Di laur kelas dia melihat seditail persis bagaimana sekolahnya dahulu.

Kayaknya ini nyata. Tapi bagaimana bisa aku kembali ke dunia ini lagi?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status