Melihat putrinya yang lemas membuat ibu sangat khawatir. Segera ibu memanggil bapak. Bapak pun tentu ikut khawatir, ia langsung buru - buru menelpon bidan yang bisa dipanggil untuk datang ke rumah pasien.
Dalam waktu kurang lebih 45 menitan akhirnya bidan itu datang ke rumah Nur.Seiring pemeriksaan, ibu dan bapak harus menunggu di luar kamar. Membiarkan bu bidan fokus memeriksa Nur."Bagaimana ini buk? Padahal 2 hari lagi Nur akan menikah tapi malah jatuh sakit"
bapak dan ibu menunggu hasil pemeriksaan dengan hati yang tidak tenang. Risau mengkhawatirkan keadaan calon pengantin itu.Tak butuh waktu lama bidan selesai memeriksa Nur.
Krieeetttt!!!
Bunyi pintu kamar Nur terbuka.Ibu dan bapak langsung menghampiri bidan yang baru melangkah keluar dari pintu kamar Nur."Gimana kondisi anak kami bu ?" tanya ibu Nur, dia terlihat begitu gelisah.
"Bapak dan ibu tidak usah khawatir, Putri bapak dan ibu tidak apa - apa. Hanya demam dan kecapekan. Dengan memperbanyak istirahat, makan, dan minum obat secara teratur akan membuatnya lekas membaik. Dan satu lagi, tolong di beri tahu jangan terlalu banyak pikiran ya pak, bu!" terang bidan panjang lebar.
"Ini obat yang harus putri bapak, ibu minum. Di minum sesuai petunjuk yang sudah tertulis" bidan menyodorkan obat yang dibungkus plastik klip bening, lengkap dengan catatan anjuran pemakain.
"Inggih, terimakasih bu bidan" ucap bapak berterimakasih pada bidan dan menerima obat yang diberikan.
Bidan pun segera melangkahkan kaki meninggalkan rumah itu setelah mendapatkan upah dari jasa yang dia berikan."Ibuk...!" lirih suara nur memanggil ibunya.
ibu dan bapak yang mendengar suara anaknya langsung bergegas masuk ke kamar putrinya untuk mengecek kondisinya."Iya nak?" sahut ibu sembari melangkah mendekati Nur. Mengambil posisi duduk diranjang, disamping Nur terbaring.
"Kepala Nur pusing buk" keluh Nur pada ibunya.
"makan ya Nur, setelah itu minum obat"
Ibu segera mengambilkan sepiring nasi menyuapi putrinya dengan sabar."Lekas sembuh ya nak, dua hari lagi kamu akan menikah. Jangan terlalu banyak pikiran juga Nur" kata bapak menasihati putrinya.
(Hah? jangan terlalu banyak pikiran katanya? Mereka yang membuat Nur terbebani dengan kehendak mereka. Apakah tidak sedikitpun mereka sadar atas perlakuannya pada putrinya itu?)
****
'Dua hari kemudian'
"Cantik"
puji mas Danung kepada gadis yang beberapa menit kedepan akan resmi menjadi istrinya. Nur baru saja keluar dari ruang make up, memasuki ruang akad.Manik mata mas Danung terpaku pada gadis yang berhasil membuat semua orang pangling itu. Dia sungguh terpesona pada Nur.Nur sangat menawan dengan riasan dan kebaya putih yang begitu cocok melekat di tubuhnya. Aroma tubuhnya dipenuhi wangi melati yang sudah dirancang rapih, menghiasi kepalanya yang tertutup dengan hijab.Mereka duduk berdampingan bersiap untuk melaksanakan ijab qobul."Mas sangat gugup Nur, jantung mas berdegup kencang" keringat dingin membasahi kening dan telapak tangan mas Danung."Tenangkan dirimu mas" jawab Nur datar.
Semua orang tampak bersemangat hari ini, tapi tidak dengan Nur. Dia hanya bisa berpura - pura tersenyum untuk menyenangkan semua orang khususnya kedua orang tuanya.
"Saya nikahkan engkau (ananda) Ahmad Danung pratama binti Ahmad Alwi dengan putri saya Nur Widiya Wati binti Abdul Nabawi dengan mas kawin berupa emas sebesar 7 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai." pak Abdul menyalami mas Danung yang duduk berdampingan dengan Nur, mengucap lafal ijab menjadi wali nikah putrinya.
"Saya terima nikahnya Nur Widiya Wati binti Abdul Nabawi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Wajahnya tegang,tapi walau pun begitu mas Danung tetap lancar mengucap lafal qobul,tak ada kesalahan sedikitpun.Mereka terharu dan bahagia, dibarengi dengan suara sah yang menggema di ruangan itu.
Nur menyalami tangan suaminya, mencium punggung telapak tangannya, setelah itu mas Danung mencium kening istrinya dengan lembut.Ibu dan bapak Nur menangis haru menyaksikan putri mereka yang telah menjadi seorang istri. Mereka lantas memeluk putrinya yang sedang terisak. Yang tidak di ketahui seisi ruangan itu adalah air mata yang keluar dari mata Nur adalah air mata kepedihan. Karena detik itu juga dia sudah resmi menjadi milik orang yang tidak ia cintai.
Sama halnya dengan kedua orang tua Nur, bu yai dan pak kyai pun meneteskan air mata karena terharu. Akhirnya putra kesayangannya telah mengakhiri masa lajang diusia yang bisa dibilang cukup matang.Semua orang yang hadir memberikan ucapan selamat kepada sepasang pengantin itu.Adik - adik dari kedua belah pihak pengantin yang sedari tadi menyaksikan tak kalah bahagia, memberikan pelukan pada mbak dan masnya yang telah resmi menjadi suami istri.Cerita selanjutnya lebih menegangkan, ada tamu tak di undang. Hmm... siapa ya? Simak terus ya!
Jarum jam bertengger tepat di angka empat. Nur masih menunggu di depan gerbang toko buku, tempat Diana bekerja, dan merupakan bekas tempat kerja Nur dulu. Tak lama kemudian, nampak para karyawati yang melangkahkan kaki keluar dari toko yang besar itu. Tentu saja, itu toko buku terbesar di kota ini.Di sana juga terlihat Bela yang sedang terburu - buru keluar dari toko."Hey, Nur!" sapa Bela."Eh, Bela. Diana belum keluar ya?" tanya Nur."Tadi sih Diana masih ngambil tasnya di loker. Mungkin bentar lagi keluar kok." jawab Bela.Bela menengok ke belakang, ke pintu keluar toko. Dan benar saja, Diana baru saja melangkahkan kaki keluar dari toko itu."Tuh Diana. Ya udah, aku duluan ya Nur." Nur mengangguk sembari tersenyum.Pandangan Nur beralih ke arah Diana yang semakin mendekat ke arahnya. "Nur, kamu ngapain di sini?" tanya Diana."Aku nungguin kamu Di." jawab Nur."Kok nggak ngabarin dulu?" tanya Diana lagi.Wajah Nur berubah sendu."Hp ku hilang Di." "Hilang? Ya udah yuk pulang du
Retina Nur terpaku pada bias Indah dari wujud pria yang bernama Gewa itu. Lalu, tersadar oleh pertanyaan iseng yang Gewa lemparkan kepadanya."Ngomong - ngomong kita selalu bertemu secara tidak sengaja ya Nur? hehe..." tanya Gewa. Beberapa menit setelah pertemuan tadi, kini dia sudah duduk di kursi kosong tepat di depan Nur."Iya. Apa jangan - jangan kamu buntuti aku terus ya? haha... enggak deh bercanda." kata Nur sembari tertawa.Setelah semua masalah yang Nur hadapi, baru kali ini Nur tertawa lewas. Seakan ia lupa atas semua beban yang sedang di pikul pada pundaknya."Ah, mana berani aku buntuti istri orang." jawab Gewa. Gewa pun tertawa kecil, namun, tawa itu sangat terlihat ia paksakan.Nur sontak terdiam, lalu, termenung sejenak. Melihat ekspresi Nur, Gewa tahu bahwa Nur tak nyaman dengan jawaban darinya. Sehingga membuat Gewa jadi tak enak hati."Emm... Nur, aku salah ngomong ya? Ma.." Nur segera membuka mulutnya, dan memotong kalimat Gewa."Tidak Gew! Tidak usah minta maaf da
"Apa kamu sudah merasa senang dan merasa bebas sekarang? Apa kamu merasa bangga menjadi janda di usia semuda ini?" bunyi pertanyaan ibu Nur yang tiba - tiba saja ia lontarkan kepada putrinya yang malang.Nur masih hanyut dengan tangisnya, ia tak ingin mendengar ataupun menjawab pertanyaan - pertanyaan ibunya yang semakin melukai hati Nur.Sedangkan bapak terduduk kaku, menatap Nur yang tak berdaya. Ada rasa kecewa di hati bapak. Bapak marah, namun, di satu sisi bapak tak tega melihat keadaan dan situasi putrinya yang sulit dan telah menjadi berantakan."Memalukan! Karena ulahmu, semua anggota keluarga kami harus menanggung malu!" imbuh ibu Nur.Nur yang mendenger hal itu, sontak menatap tajam mata ibunya, lalu meninggalkan kedua orang tuanya yang masih duduk di ruang tamu. "Hei! orang tuamu belum selesai bicara!" bentak ibu Nur."Buk, sudah buk." kata bapak menenangkan ibu, lalu bapak pun berdiri dan meninggalkan ruangan itu.Nur mengambil kunci motornya yang ada di kamar lalu bergeg
Suasana pada pagi ini begitu cerah. Namun, tidak dengan suasana hati Nur. Hatinya berdebar, tubuhnya sedikit gemetar. Sebentar lagi Ummi, Abi, dan mas Danung akan kembali mendatangi rumahnya. Lebih tepatnya menemui Nur, untuk mencari penyelesaian dari bab permasalahan rumah tangga Nur dan mas Danung yang tak kunjung tamat. Selesai Nur mandi, dia ingin mengambil ponsel yang tadinya ia simpan di kasur, tapi sekarang ponselnya sudah tidak ada."Kemana ponsel ku?" gumam batin Nur.Nur mengingat - ingat kembali dimana ia meletakkan ponselnya sebelum ia pergi mandi. Padahal ia ingat betul bahwa ia meletakkan ponselnya di atas kasurnya.Ia cari - cari di laci make up dan di meja samping ranjangnya pun tak ada. Nur kebingungan. Nur mencurigai bapak, bahwa mungkin saja bapak mengambil ponselnya lagi.Belum tuntas kebingungan Nur, ada suara salam dari teras rumah.Suara yang tak asing di telinga Nur, yaitu suara Ummi.Nur menarik napas dalam - dalam, lalu men
Sepasang mata mas Danung mendelik, menatap Nur dengan penuh kemarahan. Lalu yang membuat Nur semakin tak enak hati adalah tatapan kecewa kedua mertuanya. Nur menundukkan kepalanya, sebab ia merasa malu.Abi memberi isyarat dengan arahan tangannya, menyuruh Nur untuk duduk di kursi kosong samping mas Danung. Karena sedari tadi ia memang berdiri saja."Jadi, bagaimana Nur?" tanya Abi mengawali pembicaraan.Nur masih terdiam sembari menundukkan kepala. Sama hal nya dengan mas Danung, ia tak berbicara sekecap pun."Waktu itu sebelum penentuan pernikahan kalian, bukankah Abi sudah bertanya 'apakah pernikahan itu atas kemauan nak Nur sendiri atau atas dasar keterpaksaan?'. Lantas nak Nur sendiri yang menjawab bahwa pernikahan itu atas kemauan nak Nur. Tapi kenapa sekarang nak Nur malah seperti ini?" lanjut Abi.Dengan amat sangat berat Nur memberanikan diri untuk berkata sejujurnya pada kedua mertua."Sebelumnya Nur minta maaf Abi, Ummi. Saat
Tubuh Nur gemetaran. Keringat dingin pun membasahi pipinya. Ia memberanikan diri mengarahkan pisau ke pergelangan tangan kirinya. Belum sempat ia menggoreskan benda tajam itu ke tubuhnya sendiri, tiba - tiba seseorang menampik tangan kanan Nur.Seketika Nur shock.Seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di samping Nur dan tampak membelalakkan mata itu adalah Ibu Nur.Ternyata sedari tadi Nur tak menyadari bahwa pintu kamarnya lupa tak ia tutup. Ibu yang tadinya berniat akan ke teras rumah pun harus berjalan melewati kamar Nur terlebih dahulu dan Ibu tak sengaja melihat anaknya akan melakukan hal bodoh itu.Syukurlah Ibu masih sempat mengetahuinya sebelum Nur benar - benar melakukannya.Ibu mengambil pisau yang terjatuh di atas lantai lalu melemparnya ke luar pintu kamar.Bunyi lemparan yang cukup keras pun membuat Nur kaget."Apa kamu sudah tidak waras?" tanya ibu dengan nada tinggi.Nur tak menjawab, hanya terdengar suara sese