Share

Chapter 9

Melihat putrinya yang lemas membuat ibu sangat khawatir. Segera ibu memanggil bapak. Bapak pun tentu ikut khawatir, ia langsung buru - buru menelpon bidan yang bisa dipanggil untuk datang ke rumah pasien.

Dalam waktu kurang lebih 45 menitan akhirnya bidan itu datang ke rumah Nur.

Seiring pemeriksaan, ibu dan bapak harus menunggu di luar kamar. Membiarkan bu bidan fokus memeriksa Nur.

"Bagaimana ini buk? Padahal 2 hari lagi Nur akan menikah tapi malah jatuh sakit" 

bapak dan ibu menunggu hasil pemeriksaan dengan hati yang tidak tenang. Risau mengkhawatirkan keadaan calon pengantin itu.

Tak butuh waktu lama bidan selesai memeriksa Nur.

Krieeetttt!!! 

Bunyi pintu kamar Nur terbuka.

Ibu dan bapak langsung menghampiri bidan yang baru melangkah keluar dari pintu kamar Nur.

"Gimana kondisi anak kami bu ?" tanya ibu Nur, dia terlihat begitu gelisah.

"Bapak dan ibu tidak usah khawatir, Putri bapak dan ibu tidak apa - apa. Hanya demam dan kecapekan. Dengan memperbanyak istirahat, makan, dan minum obat secara teratur akan membuatnya lekas membaik. Dan satu lagi, tolong di beri tahu jangan terlalu banyak pikiran ya pak, bu!" terang bidan panjang lebar.

"Ini obat yang harus putri bapak, ibu minum. Di minum sesuai petunjuk yang sudah tertulis" bidan menyodorkan obat yang dibungkus plastik klip bening, lengkap dengan catatan anjuran pemakain.

"Inggih, terimakasih bu bidan" ucap bapak berterimakasih pada bidan dan menerima obat yang diberikan.

Bidan pun segera melangkahkan kaki meninggalkan rumah itu setelah mendapatkan upah dari jasa yang dia berikan.

"Ibuk...!" lirih suara nur memanggil ibunya.

ibu dan bapak yang mendengar suara anaknya langsung bergegas masuk ke kamar putrinya untuk mengecek kondisinya.

"Iya nak?" sahut ibu sembari melangkah mendekati Nur.  Mengambil posisi duduk diranjang, disamping Nur terbaring.

"Kepala Nur pusing buk" keluh Nur pada ibunya.

"makan ya Nur, setelah itu minum obat" 

Ibu segera mengambilkan sepiring nasi menyuapi putrinya dengan sabar.

"Lekas sembuh ya nak, dua hari lagi kamu akan menikah. Jangan terlalu banyak pikiran juga Nur" kata bapak menasihati  putrinya.

(Hah? jangan terlalu banyak pikiran katanya? Mereka yang membuat Nur terbebani dengan kehendak mereka. Apakah tidak sedikitpun mereka sadar atas perlakuannya pada putrinya itu?) 

****

           'Dua hari kemudian'

"Cantik" 

puji mas Danung kepada gadis yang beberapa menit kedepan akan resmi menjadi istrinya. Nur baru saja keluar dari ruang make up, memasuki ruang akad.

Manik mata mas Danung terpaku pada gadis yang berhasil membuat semua orang pangling itu. 

Dia sungguh terpesona pada Nur.

Nur sangat menawan dengan riasan dan kebaya putih yang begitu cocok melekat di tubuhnya. Aroma tubuhnya dipenuhi wangi melati yang sudah dirancang rapih, menghiasi kepalanya yang tertutup dengan hijab.

Mereka duduk berdampingan bersiap untuk melaksanakan ijab qobul.

"Mas sangat gugup Nur, jantung mas berdegup kencang" keringat dingin membasahi kening dan telapak tangan mas Danung.

"Tenangkan dirimu mas" jawab Nur datar.

Semua orang tampak bersemangat hari ini, tapi tidak dengan Nur. Dia hanya bisa berpura - pura tersenyum untuk menyenangkan semua orang khususnya kedua orang tuanya.

"Saya nikahkan engkau (ananda) Ahmad Danung pratama binti Ahmad Alwi dengan putri saya Nur Widiya Wati binti Abdul Nabawi dengan mas kawin berupa emas sebesar  7 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai."  pak Abdul menyalami mas Danung yang duduk berdampingan dengan Nur, mengucap lafal ijab menjadi wali nikah putrinya.

"Saya terima nikahnya Nur Widiya Wati binti Abdul Nabawi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

Wajahnya tegang,tapi walau pun begitu mas Danung tetap lancar mengucap lafal qobul,tak ada kesalahan sedikitpun.

Mereka terharu dan bahagia, dibarengi dengan suara sah yang menggema di ruangan itu.

Nur menyalami tangan suaminya, mencium punggung telapak tangannya, setelah itu mas Danung mencium kening istrinya dengan lembut.

Ibu dan bapak Nur menangis haru menyaksikan putri mereka yang telah menjadi seorang istri. Mereka lantas memeluk putrinya yang sedang terisak. Yang tidak di ketahui seisi ruangan itu adalah air mata yang keluar dari mata Nur adalah air mata kepedihan. Karena detik itu juga dia sudah resmi menjadi milik orang yang tidak ia cintai.

Sama halnya dengan kedua orang tua Nur, bu yai dan pak kyai pun meneteskan air mata karena terharu. Akhirnya  putra kesayangannya telah mengakhiri masa lajang diusia yang bisa dibilang cukup matang.

Semua orang yang hadir memberikan ucapan selamat kepada sepasang pengantin itu.

Adik - adik dari kedua belah pihak pengantin yang sedari tadi menyaksikan tak kalah bahagia, memberikan pelukan pada mbak dan masnya yang telah resmi menjadi suami istri.

Cerita selanjutnya lebih menegangkan, ada tamu tak di undang. Hmm... siapa ya? Simak terus ya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status