"Nggak Gew! Kamu kira pernikahan kita akan bahagia tanpa restu orang tua? tidak akan. Aku sudah janji ke bapak dan ibu untuk menuruti perintah mereka. Aku nggak mau jadi anak durhaka Gew!." Nur mengeraskan suaranya menolak ajakan mantan kekasihnya.
(Apakah menurut Gewa pernikahan itu sepele sehingga dengan seenaknya dia mengajak Nur kawin lari. Menikah bukan hanya menyatukan pasangan, antara laki - laki dan perempuan saja, tapi juga menyatukan keluarga kedua belah pihak).
"Kita masih bisa berteman Gew! Aku harap kamu akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari aku. Maafkan aku. Tidak sedikitpun aku membencimu, ku harap kamu juga tidak membenciku atas keputusan yang sudah aku ambil" pungkas Nur sebelum dia menyeka air matanya lalu pergi meninggalkan pria yang duduk termenung dengan mata yang berkaca - kaca itu.
***Kata umpatan bertubi - tubi nyaring terdengar dari sebuah kamar yang gelap.Beberapa botol alkohol berjejeran di lantai secara acak-acakan. Gewa sudah kehilangan setengah kesadaran setelah menghabiskan entah berapa banyak dari jejeran alkohol itu. Walau begitu ia tetap meneguk minuman haram itu lagi dan lagi. Dia mengingat - ingat kembali kenangan bersama Nur yang begitu indah (dulu), sebelum akhirnya dia harus menerima kenyataan bahwa hubungan yang menjadi salah satu sumber bahagianya itu kini sudah berakhir. Betapa hancurnya dia saat ini. Kehilangan wanita yang dicintai membuat dirinya benar - benar kacau. Sekuat - kuatnya pria seperti Gewa tetap bisa menangis juga. Sesekali dia berteriak sambil memanggil nama Nur. Frustasi. Itulah yang dia alami saat ini. Kalut, terpukul, bimbang, sedih, dan getirnya patah hati sedang menimpanya. Gewa menjadi pemabuk beberapa hari ke belakang. Dan sudah berhari - hari setelah kejadian perjodohan Nur dia absen kerja tanpa alasan. Sehingga membuat dirinya di phk. Pemabuk dan pengangguran, Ya, itulah Gewa saat ini.Mama Gewa yang hanya bisa melihat Gewa dari balik pintu kamar Gewa sangat sedih dan khawatir melihat perubahan sikap putra semata wayangnya itu.Putra yang dulunya periang, dan terbuka kini menjadi kebalikannya. Berubah 180° dari sikap aslinya.Mama Gewa tau masalah yang membuat putranya seperti ini sebab putranya sempat bercerita sekilas, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa - apa.Setiap hari mama yang dengan sabar menasehati tak di gubris oleh Gewa. Disaat alkohol sudah mempengaruhi putranya seperti ini dia tak berani mendekati sebab tak jarang Gewa mengamuk atau membanting barang - barang di kamarnya saat sudah kehilangan akal sehat.Sungguh Gewa yang malang.****
Hari pernikahan Mas Danung dan Nur kian mendekat.
Suana di rumah pak kyai terlihat ramai, mereka begitu sibuk hari ini, tentu saja, ini sudah memasuki H-2 acara pernikahan mas Danung dan Nur. Di dalam rumah itu tampak seorang gadis muda yang sedang bergelayut manja pada bu Yai, namanya Aisyah. Merupakan satu - satunya adik mas Danung yang baru saja pulang dari pesantren. Aisyah adalah gadis yang ceria dan aktif, jahil pula. Sifatnya sangat bertolak belakang dengan mas Danung. Usia Aisyah sebaya dengan Nur. Jarak usia antara Nur dengan mas Danung memang terpaut sangat jauh, yaitu 16 tahun. Meskipun begitu mas Danung terlihat awet muda, memiliki rupa yang baby face memang anugrah dan pastinya di idam - idamkan oleh banyak orang.Semua penghuni rumah itu sedang sangat berbahagia ria. Selangkah lebih dekat, anak pertama dari pak Kyai dan bu Yai akan melepas lajang di usia 35 tahun.Sebentar lagi putranya akan menjadi seorang suami.Namun demikian, perasaan mas danung sedang campur aduk, antara merasa gerogi dan tidak sabar menanti hari pernikahamnya. Tak disangka hanya kurang dua hari lagi dia akan menjadi pemilik resmi gadis yang dia sukai sedari lama, seutuhnya hanya akan menjadi miliknya.Di waktu yang sama pihak keluarga pak Abdul juga sedang sibuk mempersiapkan segala hal untuk pernikahan itu. Sedangkan Nur sedang terbaring lemah di ranjang kamar tidurnya. Dari tempatnya bekerja dia diperbolehkan mengambil cuti selama 10 hari, di mulai dari hari ini. Hal itu tak membuatnya senang, tapi dia malah berpikir bahwa dirinya akan merasa jenuh berdiam diri dirumah dalam waktu yang lumayan lama setelah pernikahannya nanti, apalagi bersama suami yang jelas - jelas tidak dia cintai. huh!
Ibu yang tak melihat putrinya keluar kamar sedari pagi menghampirinya, memasuki kamar Nur untuk mengecek putrinya itu.Melihat putrinya yang masih terbaring Ibu berpikir bahwa Nur masih tidur, ibu segera mendekat untuk membangunkan Nur."Nur, ayo bangun!" panggil ibu dengan suara lembut.
Tidak ada tanggapan dari Nur."Bangun nak, mandi dulu sudah siang. Calon pengantin jangan malas. Ayo bangun!" Ibu mencoba membangunkannya lagi.Mengetahui masih tidak ada tanggapan dari Nur ibu meraih tangan Nur untuk membangunkan.
"Nur badan kamu panas banget?!" dengan ekspresi yang mendadak resah setelah meletakkan telapak tangan ke kening Nur untuk memastikan suhu tubuhnya. Dan benar saja, Nur sedang demam.
Chapter selanjutnya bakal ada pernikahan nih. Pernikahan siapa ya? Ikutin terus cerita cinta segi tiga ini ya guys .
Jarum jam bertengger tepat di angka empat. Nur masih menunggu di depan gerbang toko buku, tempat Diana bekerja, dan merupakan bekas tempat kerja Nur dulu. Tak lama kemudian, nampak para karyawati yang melangkahkan kaki keluar dari toko yang besar itu. Tentu saja, itu toko buku terbesar di kota ini.Di sana juga terlihat Bela yang sedang terburu - buru keluar dari toko."Hey, Nur!" sapa Bela."Eh, Bela. Diana belum keluar ya?" tanya Nur."Tadi sih Diana masih ngambil tasnya di loker. Mungkin bentar lagi keluar kok." jawab Bela.Bela menengok ke belakang, ke pintu keluar toko. Dan benar saja, Diana baru saja melangkahkan kaki keluar dari toko itu."Tuh Diana. Ya udah, aku duluan ya Nur." Nur mengangguk sembari tersenyum.Pandangan Nur beralih ke arah Diana yang semakin mendekat ke arahnya. "Nur, kamu ngapain di sini?" tanya Diana."Aku nungguin kamu Di." jawab Nur."Kok nggak ngabarin dulu?" tanya Diana lagi.Wajah Nur berubah sendu."Hp ku hilang Di." "Hilang? Ya udah yuk pulang du
Retina Nur terpaku pada bias Indah dari wujud pria yang bernama Gewa itu. Lalu, tersadar oleh pertanyaan iseng yang Gewa lemparkan kepadanya."Ngomong - ngomong kita selalu bertemu secara tidak sengaja ya Nur? hehe..." tanya Gewa. Beberapa menit setelah pertemuan tadi, kini dia sudah duduk di kursi kosong tepat di depan Nur."Iya. Apa jangan - jangan kamu buntuti aku terus ya? haha... enggak deh bercanda." kata Nur sembari tertawa.Setelah semua masalah yang Nur hadapi, baru kali ini Nur tertawa lewas. Seakan ia lupa atas semua beban yang sedang di pikul pada pundaknya."Ah, mana berani aku buntuti istri orang." jawab Gewa. Gewa pun tertawa kecil, namun, tawa itu sangat terlihat ia paksakan.Nur sontak terdiam, lalu, termenung sejenak. Melihat ekspresi Nur, Gewa tahu bahwa Nur tak nyaman dengan jawaban darinya. Sehingga membuat Gewa jadi tak enak hati."Emm... Nur, aku salah ngomong ya? Ma.." Nur segera membuka mulutnya, dan memotong kalimat Gewa."Tidak Gew! Tidak usah minta maaf da
"Apa kamu sudah merasa senang dan merasa bebas sekarang? Apa kamu merasa bangga menjadi janda di usia semuda ini?" bunyi pertanyaan ibu Nur yang tiba - tiba saja ia lontarkan kepada putrinya yang malang.Nur masih hanyut dengan tangisnya, ia tak ingin mendengar ataupun menjawab pertanyaan - pertanyaan ibunya yang semakin melukai hati Nur.Sedangkan bapak terduduk kaku, menatap Nur yang tak berdaya. Ada rasa kecewa di hati bapak. Bapak marah, namun, di satu sisi bapak tak tega melihat keadaan dan situasi putrinya yang sulit dan telah menjadi berantakan."Memalukan! Karena ulahmu, semua anggota keluarga kami harus menanggung malu!" imbuh ibu Nur.Nur yang mendenger hal itu, sontak menatap tajam mata ibunya, lalu meninggalkan kedua orang tuanya yang masih duduk di ruang tamu. "Hei! orang tuamu belum selesai bicara!" bentak ibu Nur."Buk, sudah buk." kata bapak menenangkan ibu, lalu bapak pun berdiri dan meninggalkan ruangan itu.Nur mengambil kunci motornya yang ada di kamar lalu bergeg
Suasana pada pagi ini begitu cerah. Namun, tidak dengan suasana hati Nur. Hatinya berdebar, tubuhnya sedikit gemetar. Sebentar lagi Ummi, Abi, dan mas Danung akan kembali mendatangi rumahnya. Lebih tepatnya menemui Nur, untuk mencari penyelesaian dari bab permasalahan rumah tangga Nur dan mas Danung yang tak kunjung tamat. Selesai Nur mandi, dia ingin mengambil ponsel yang tadinya ia simpan di kasur, tapi sekarang ponselnya sudah tidak ada."Kemana ponsel ku?" gumam batin Nur.Nur mengingat - ingat kembali dimana ia meletakkan ponselnya sebelum ia pergi mandi. Padahal ia ingat betul bahwa ia meletakkan ponselnya di atas kasurnya.Ia cari - cari di laci make up dan di meja samping ranjangnya pun tak ada. Nur kebingungan. Nur mencurigai bapak, bahwa mungkin saja bapak mengambil ponselnya lagi.Belum tuntas kebingungan Nur, ada suara salam dari teras rumah.Suara yang tak asing di telinga Nur, yaitu suara Ummi.Nur menarik napas dalam - dalam, lalu men
Sepasang mata mas Danung mendelik, menatap Nur dengan penuh kemarahan. Lalu yang membuat Nur semakin tak enak hati adalah tatapan kecewa kedua mertuanya. Nur menundukkan kepalanya, sebab ia merasa malu.Abi memberi isyarat dengan arahan tangannya, menyuruh Nur untuk duduk di kursi kosong samping mas Danung. Karena sedari tadi ia memang berdiri saja."Jadi, bagaimana Nur?" tanya Abi mengawali pembicaraan.Nur masih terdiam sembari menundukkan kepala. Sama hal nya dengan mas Danung, ia tak berbicara sekecap pun."Waktu itu sebelum penentuan pernikahan kalian, bukankah Abi sudah bertanya 'apakah pernikahan itu atas kemauan nak Nur sendiri atau atas dasar keterpaksaan?'. Lantas nak Nur sendiri yang menjawab bahwa pernikahan itu atas kemauan nak Nur. Tapi kenapa sekarang nak Nur malah seperti ini?" lanjut Abi.Dengan amat sangat berat Nur memberanikan diri untuk berkata sejujurnya pada kedua mertua."Sebelumnya Nur minta maaf Abi, Ummi. Saat
Tubuh Nur gemetaran. Keringat dingin pun membasahi pipinya. Ia memberanikan diri mengarahkan pisau ke pergelangan tangan kirinya. Belum sempat ia menggoreskan benda tajam itu ke tubuhnya sendiri, tiba - tiba seseorang menampik tangan kanan Nur.Seketika Nur shock.Seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di samping Nur dan tampak membelalakkan mata itu adalah Ibu Nur.Ternyata sedari tadi Nur tak menyadari bahwa pintu kamarnya lupa tak ia tutup. Ibu yang tadinya berniat akan ke teras rumah pun harus berjalan melewati kamar Nur terlebih dahulu dan Ibu tak sengaja melihat anaknya akan melakukan hal bodoh itu.Syukurlah Ibu masih sempat mengetahuinya sebelum Nur benar - benar melakukannya.Ibu mengambil pisau yang terjatuh di atas lantai lalu melemparnya ke luar pintu kamar.Bunyi lemparan yang cukup keras pun membuat Nur kaget."Apa kamu sudah tidak waras?" tanya ibu dengan nada tinggi.Nur tak menjawab, hanya terdengar suara sese