Share

Bab 2

Penulis: Meminger
“Jason berbuat apa? Astaga!” Temanku berteriak terkejut di telepon. Tampaknya dia tertegun mendengar berita yang tiba-tiba itu. “Katakan itu tidak benar, Laura, kumohon.”

“Aku harap itu tidak benar juga, Fia, tapi Jason sudah meninggalkan rumah dengan tas-tasnya…” kataku masih terisak-isak.

Aku mencoba menahan Jason pergi, tapi itu sia-sia. Dia mengemas barang-barangnya dan pergi begitu saja tanpa penjelasan apa-apa.

“Ya ampun, Laura… Kamu pasti sangat terkejut,” kata temanku yang terdengar ikut sedih. “Aku akan ke sana, oke? Aku akan merawatmu.” Dia memutus telepon dan bergegas ke rumahku, seperti yang selalu dia lakukan ketika aku sedang ada masalah. Dia adalah orang terdekatku dan aku menyayanginya.

Aku menangis ketika wajah galak dan kata-kata kasar Jason tidak bisa pergi dari benakku. Apa kesalahanku padanya sampai dia ingin berpisah denganku? Aku telah menjadi istri yang baik, sabar, dan mengabdi padanya. Kami tidak pernah bertengkar sekali pun dan kami bahkan sudah berencana untuk memiliki anak pertama kami. Namun, segalanya tiba-tiba berubah menjadi mimpi buruk dan dia bahkan tidak menjelaskan apa pun padaku.

Tidak lama, Fia tiba di rumahku. Begitu dia melihatku, dia memelukku dengan erat. “Oh, Laura, maafkan aku… Bagaimana ini bisa terjadi?”

“Aku tidak tahu, dia datang dengan pengajuan perceraian itu dan ingin aku menandatanganinya…” Aku mencoba menjelaskan apa yang terjadi sambil menangis dalam dekapannya.

“Itu konyol sekali, padahal kamu terlihat begitu jatuh cinta padanya. Tidak ada alasan bagi Jason untuk meminta bercerai tiba-tiba.” Tatapan curiga terlihat di wajahnya seolah dia mengetahui sesuatu.

“Laura… Aku tidak yakin dengan apa yang kudengar, tapi kamu tahu Jason dan Tama berteman, ‘kan?”

Aku mengangguk. Kami berdua dan suami kami memang berteman dan bekerja bersama.

“Jadi, aku menguping Tama berbicara dengan Jason di telepon beberapa hari yang lalu, tepat setelah mereka kembali dari Surabaya. Sepertinya Tama sedang memberi tahu Jason untuk menjauh dari seseorang bernama Kinan. Namun, dia langsung menutup teleponnya begitu dia melihat aku datang.”

Aku mengerutkan alis mendengar itu. Apa artinya itu? “Siapa itu Kinan?” tanyaku.

“Aku tidak tahu pastinya, tapi satu-satunya Kinan yang kita tahu adalah wanita menyebalkan itu dari kampus yang pernah menjadi pacarnya Jason.” Fia mengangkat bahunya sedikit.

“Apakah menurutmu Jason bertemu dengan mantannya baru-baru ini? Apakah menurutmu itulah mengapa dia ingin menceraikanku?” Aku terkejut. Fia mengangkat bahunya lagi.

“Aku tidak yakin, tapi bisa saja. Jason mungkin terhubung kembali dengan Kinan di Surabaya, dan sekarang dia bersikap seperti ini,” ujarnya dan aku tertawa tidak percaya.

Aku sudah menikah dengan Jason selama lima tahun dan walaupun dia tidak begitu terbuka atau menunjukkan kasih sayangnya, dia tidak pernah melihat wanita lain.

“Fia, maaf, tapi menurutku Jason tidak mungkin selingkuh dariku. Dia menghormatiku dan itulah yang paling aku hargai darinya,” kataku padanya sejujur mungkin. Dia menghela nafas dan memelukku lagi. Nampaknya dia menyerah pada kecurigaannya itu.

“Aku sudah mencoba meminta Tama membujuk Jason untuk membatalkan perceraiannya supaya semuanya bisa kembali seperti sebelumnya. Jangan khawatir, temanku, semuanya akan baik-baik saja,” ujarnya mencoba menenangkanku.

Malam itu Fia menginap di rumahku, memberikan dukungan emosional karena aku sedang membutuhkannya. Dia bahkan menawarkan untuk tinggal di rumahku untuk menjagaku sehingga malam itu aku bisa tidur. Namun, di pagi buta ketika aku bangun tidur, nampaknya beban dari situasi perceraian ini menghantamku dengan dahsyat. Aku begitu emosional dan merasa sangat lemah sehingga aku tanpa sadar mengambil ponselku dan menekan nomor teleponnya.

Jason akhirnya mengangkat telepon setelah aku meneleponnya dua kali. “Kenapa kamu meneleponku? Bukankah aku sudah bilang kalau lebih baik jika kita berbicara di hadapan pengacara kita?” ujarnya dengan kasar.

“Jason, kumohon. Aku meneleponmu untuk memintamu mempertimbangkannya kembali dan membatalkan rencana perceraian ini,” pintaku, hampir menangis lagi. Aku mendengarnya menghela nafas di ujung telepon lainnya.

“Kamu tidak pernah menyerah, ya, Laura?”

“Aku tidak bisa menyerah akan kita…”

“Sudah tidak ada ‘kita’ lagi. Cepat terbiasalah!”

“Tidak, Jason. Kumohon…”

“Aku akan datang hari ini karena Tama memintaku berbicara padanya. Kuharap kamu sudah siap untuk menandatangani dokumennya. Jangan telepon aku lagi, oke?” Lalu, dia mematikan telepon.

Aku menatap ponselku yang gemetar, air mata kesedihan berjatuhan dari mataku. Aku tidak ingin kehilangan dia. Aku tidak ingin berpisah dengannya. Jadi, aku rela berjuang sampai akhir. Namun, aku tidak menyangka kejutan yang akan datang setelahnya.

Sore itu, Tama dan Fia sudah berada di rumahku, menunggu kedatangan Jason bersamaku supaya kami berempat bisa berbincang serius mengenai situasi perceraian kami. Kami semua duduk di ruang bersantai di luar dan aku meminta pelayan untuk menyajikan kudapan ringan untuk tamu-tamuku. Kami sedang berbincang dan meneguk anggur sembari menunggu Jason datang.

“Apakah menurutmu dia akan datang, Tama?” tanyaku pada suami Fia. Dia tersenyum dan mengangguk.

“Jangan khawatir, Laura. Aku sudah mempertaruhkan pertemananku dengannya, jadi dia pasti akan datang.” Dia meyakinkanku bahwa Jason memang akan datang untuk berbincang.

Aku menghela napas dan menyilangkan kakiku, merasa sangat gugup. Temanku Fia mengelus tanganku dengan lembut sambil tersenyum dengan hangat dan selalu menjagaku.

Pada saat itulah Jason muncul di ruang santai luar di rumah kami. Dia berpakaian santai, memakai kacamata hitam dan terlihat berseri-seri, tidak sedih sama sekali. Dia terlihat sangat ringan seolah-olah dia akan melayang.

Terlebih lagi, dia sedang berpegangan tangan dengan wanita cantik yang terlihat sudah mengecat rambutnya menjadi pirang yang tersenyum dengan percaya diri. Kedua orang itu mendatangi kami bertiga yang terkejut melihatnya dengan wanita baru.

Kemudian, dia berkata sesuatu, mengenalkan wanita itu pada kami. “Halo, perkenalkan, ini Kinan Gunawan, tunanganku.”
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Heni Heningsih
aku suka novel ini,bagus ceritanya.
goodnovel comment avatar
Marta Ulina Silalahi
bagus banget
goodnovel comment avatar
Harpiah AMaPdTK
Laki-laki jahat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kembalilah Padaku   Bab 515

    AnnaAku sedang bersandar di toilet kamar kecil itu, memuntahkan semua yang telah kumakan hari itu. Aku mual dan seluruh tubuhku gemetar, merasa sangat buruk. Aku seharusnya benar-benar tidak minum alkohol sebanyak itu.Lalu, aku mendengar ketukan di pintu bilik. “An, apakah kamu butuh bantuan?” Itu adalah Panca. Dia berada di sisi lain pintu, mengkhawatirkan aku.“Tunggu sebentar. Aku akan keluar,” kataku dengan suara yang tercekat. Aku menyiram toiletnya dan hampir pingsan di lantai. Saat itu sudah pagi. Panca dan aku sedang berada di dalam klub malam, mencoba bersenang-senang. Aku telah memintanya melakukan itu karena aku ingin melupakan masalah-masalah si*lanku, tapi rupanya aku tidak cukup kuat untuk minum alkohol sebanyak itu dalam sekali minum.“Kalau kamu butuh aku, teriak saja,” kata Panca lagi. Dia mengkhawatirkan aku.Aku menghela napas berat dan meninggalkan bilik, beranjak ke wastafel untuk mencuci wajahku. “Ini adalah kamar kecil wanita. Kamu tidak boleh ada di sini,

  • Kembalilah Padaku   Bab 514

    LauraAku duduk di ranjangku sambil memandang ponsel di tanganku. Aku sedang menelepon Anna lagi, setelah ratusan panggilan yang kucoba lakukan. Dia menolak menjawab semua panggilan teleponku. Ponsel dia di luar jangkauan, tapi aku tetap menelepon karena jika tidak, aku akan merasa benar-benar tidak berguna.Aku belum melakukan apa-apa sejak Anna pergi. Berhari-hari telah berlalu dan Anna belum pulang. Kami bahkan tidak bisa menemukan dia. Meskipun kami memiliki kuasa dan pengaruh yang besar, itu semua terlihat tidak berguna ketika berurusan dengan menemukan seseorang yang tidak ingin ditemukan. Tampaknya, Anna berusaha keras sekali untuk tidak ditemukan.Aku meletakkan ponselku di pojokan ranjangku dan menghela napas dengan bahu yang merosot ke depan, merasa sangat kehilangan arah. Ini tampaknya terlalu kejam. Cara putriku bertingkah tidak normal, setidaknya tidak bagi anak perempuan yang jatuh cinta dan pada umumnya membuat keputusan buruk atas nama cinta. Anna mungkin mencintai a

  • Kembalilah Padaku   Bab 513

    AnnaPanca dan aku harus meninggalkan hotel itu karena orang-orang yang dikirimkan ayahku sudah hampir sampai di pintu kami dengan niat untuk menangkap kami.“Bagaimana mereka bisa menemukan kita?” tanya Panca, gundah, seraya dia dan aku berlari pergi dari penginapan itu.Aku juga sangat kebingungan. Aku yakin kami tidak meninggalkan apa-apa. Kami berlari dan bersembunyi di balik sebuah gang, melihat bawahan-bawahan ayahku berlari ke arah yang berlawanan tanpa mengetahui bahwa kami ada di balik pojokan itu.“Apakan mereka akan kembali?” tanyaku, melihat orang-orang itu menghilang.“Jika mereka berhasil menemukan kita di sini, aku yakin mereka akan menemukan kita lagi,” ujar Panca. “Sepertinya ada yang kita lewatkan ….” Dia berpikir, lalu dia menoleh ke arahku dan mulai meraba-rabaku.“Hei! Apa yang kamu lakukan?’ tanyaku, terkejut dengan cara dia merogoh-rogoh tubuhku.“Pasti ada GPS pada dirimu. Itu akan menjelaskan segalanya,” katanya, meraih tasku, membuka ritsletingnya, dan

  • Kembalilah Padaku   Bab 512

    AnnaPanca dan aku berakhir harus pergi ke sebuah penginapan karena saat itu sudah larut malam dan orang-orang yang dikerahkan ayahku tersebar ke seluruh penjuru kota. Kami harus tetap bersembunyi dan menunggu orang-orang itu pergi supaya mereka bisa memberikan kami minuman agar kami bisa melanjutkan perjalanan kami.Ruangan itu biasa saja dengan dekor kasar dan dua kasur di tengah. Karena uang kami menipis, kami tidak bisa pergi ke tempat yang lebih baik. Bukan hanya itu, jika kami melakukan itu, kami bisa menarik perhatian. Begitu kami tiba di sana, Panca langsung mengintip melalui gorden jendela.“Bisakah kamu melihat mereka?” tanyaku, masih ketakutan. Ingatan tentang apa yang terjadi di taman masih segar di dalam diriku.“Sayangnya tidak,” jawab Panca sambil masih melihat-lihat. “Kita berhasil melarikan diri dari mereka. Namun, kita sebaiknya pergi dari kota ini sesegera mungkin.”Aku menghela napas sambil mengangguk dan duduk dengan berat di ranjang, merasa lelah dan kehabisa

  • Kembalilah Padaku   Bab 511

    Anna“Namaku tidak penting,” jawabnya, dengan ketenangan yang membuatku curiga. “Ayahmu menyuruhku untuk menjemputmu. Waktunya pulang.”Jantungku berdegup di dalam tulang rusukku. Bagaimana bisa ayahku menemukanku? Panca dan aku telah sangat berhati-hati hingga sekarang, kami tidak meninggalkan banyak petunjuk yang akan membuat dia atau siapa pun menemukan kami dengan mudah, tapi pria yang dikirimkan oleh ayahku ini mengatakan bahwa dia ada di sana untuk menjemputku pulang.“Dengar, pasti kamu salah orang, oke? Aku bukan orang yang kamu cari,” kataku pada pria itu, tetap waspada.“Ayolah, Nona Santoso,” jawab pria itu. “Ikutlah bersamaku. Keluargamu membutuhkanmu.” Dia mengulurkan tangannya dan mencoba menggenggam lenganku, tapi aku dengan cepat menghindarinya, menyembunyikan lenganku di balik tubuhku.“Sudah kubilang kamu salah orang. Aku bukan orang yang kamu cari,” kataku lagi, dengan cepat melihat ke arah Panca pergi. Aku telah meminta minum di waktu yang tidak tepat.“Untung

  • Kembalilah Padaku   Bab 510

    AnnaTamannya terang, disinari oleh ribuan lampu berwarna-warni. Aku melihat-lihat ke sekitar, terkagum oleh tempat itu. Aku tidak pernah pergi ke taman hiburan di malam hari dan suasana yang semarak membuatku seperti sedang berada di dalam film. Panca terlihat sama gembiranya seperti diriku, dengan mata yang berbinar dan senyuman lebar di wajahnya.“Jadi, apa rencananya?” tanyanya, menawarkan lengannya untukku seperti seorang tuan.“Bianglala,” jawabku dengan cepat. “Aku ingin melihat semuanya dari atas!”Panca tertawa dan membuat gestur dramatis dengan tangannya. “Sesuai keinginan Anda, Nona An!” candanya. Kami pun beranjak ke arah bianglala.Di samping kami, taman itu sangat ramai. Anak-anak tertawa dan berlari di mana-mana. Seorang penjual berondong jagung, mengenakan topi yang besar dan penuh warna, berteriak untuk menarik lebih banyak pembeli. “Berondong jagung panas, berondong jagung manis, berondong jagung asin! Ayo, ayo, jangan lewatkan!”Aku menatap Panca dan tertawa. “

  • Kembalilah Padaku   Bab 509

    Layla“Aku sedang membicarakan dirimu, Layla,” katanya. “Kembalilah padaku.”Aku terkekeh skeptis. “Apa yang kamu lakukan sekarang? Kenapa kamu mengatakan ini? Apakah kamu benar-benar ingin aku memercayai itu?” tanyaku, skeptis terhadap perkataannya.Maksudku, pernikahan kami sudah berjalan selama bertahun-tahun dan sepanjang waktu itu, aku melakukan segala hal yang bisa kulakukan untuk membuat dia menyadari bahwa ini adalah hal yang penting bagi kami berdua, untuk membuat dia sadar betapa aku mencintainya dan betapa aku bersedia untuk membuat dia bahagia, tapi dia tidak pernah mendengarkan aku. Kebalikannya, malah. Gideon membenciku dan memperlakukan aku seolah-olah dia membenciku.Aku harus menelan banyak hal dalam pernikahan itu untuk tetap berada di sisinya dan berjuang untuk kami berdua. Akan tetapi, begitu aku telah memutuskan untuk akhirnya melihat diriku sendiri dan meninggalkan hubungan yang tidak sehat itu, dia muncul dan mengatakan bahwa dia menginginkan aku kembali. Apa

  • Kembalilah Padaku   Bab 508

    LaylaKetika bel pintuku berbunyi dan aku pergi menjawabnya, aku mengernyit ketika Gideon Nalendra ada di pintuku. “Kamu? Apa yang kamu inginkan di sini?” tanyaku, lebih terkejut dibandingkan tertarik. Sejak aku bercerai dengannya, dia tidak pernah mendatangiku secara langsung, dia selalu mengirimkan seseorang untuk menjemput putranya dan kemudian mengembalikan dia dengan aman setelah beberapa hari, tapi dia tidak pernah datang secara langsung sebelumnya.“Em, hai, Layla,” gumamnya, masih berdiri di pintu apartemenku.“Papa!” Itu adalah Wira kecil yang berlari begitu dia melihat ayahnya di pintu.“Hei, petarung kecil!” seru Gideon, berjongkok untuk menggendong putranya dan memeluknya.“Aku senang sekali bertemu dengan Papa!” ucap anak itu dengan bahagia, memeluk ayahnya. Meninggalkan Surabaya adalah hal yang sulit, terutama karena anak itu sangat menempel dengan ayahnya, tapi dia masih terlalu muda untuk berada jauh dari ibunya bagiku untuk meninggalkan dia bersama Gideon, bukanny

  • Kembalilah Padaku   Bab 507

    AnnaRasanya seakan-akan dunia di sekitar kami menghilang. Panca dan aku sedang menjalani hari yang sempurna, yang mana segala hal tampak memungkinkan, yang mana tidak ada kekhawatiran, hanya kebahagiaan. Musik pop tahun 2000-an terputar dengan lembut melalui pengeras suara toko dan rasanya seperti musik pengiring untuk kisah kami yang mulai tertulis sendiri.Panca menggenggam tanganku dan menarikku ke area aksesori dengan senyuman konyolnya. “Lihat ini!” Dia mengambil sepasang kacamata besar dengan lensa bundar dan bingkai berwarna neon. Dia memasang itu di wajahnya dan membuat pose yang dilebih-lebihkan seolah-olah dia adalah seorang model papan atas. “Sempurna untuk tampilan futuristik, ‘kan?”Aku tertawa dan mengambil kacamata lain, hanya saja kacamata itu memiliki bingkai berbentuk hati. Aku memakainya di wajahku dan menatap Panca sambil tersenyum. “Sekarang iya! Kita siap untuk mendominasi dunia!”Dia tertawa dan mencium pipiku. “Tentunya dunia tidak akan sama jika kita memak

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status