Bel sekolah sudah berbunyi, pertanda jam pelajaran sudah berakhir. Riana merapikan buku dan alat tulisnya, lalu memasukannya ke dalam tas.
Seperti biasanya, Riana berjalan ke tempat parkir dan menunggu Mario di dekat sepeda motornya. Mario yang duduk di kelas tiga memang sering keluar lebih lama daripada Riana. Beberapa teman Riana sudah pulang lebih dulu, dan tempat parkir itu mulai lengang. Tiba-tiba Riana terkejut melihat sosok pria yang sangat ia kenal menghampiri dirinya. "Riana, anakku," kata Ayah Riana. "Ayah," ucap Riana terkejut. Mario dan David yang baru saja tiba di tempat parkir terpaku melihat ayah dan Riana sedang berdiri berhadapan."Ria, kenapa kamu masih mau bicara dengannya?" tegur Mario. "Mas, Ayah baru saja datang...." ucap Riana mencoba menjelaskan. Ayah menatap Mario dan Riana penuh harap dan berkata, "Rio, Ria, ada yang mau Ayah bicarakan,""Sudah aku katakan, aku gak sudi bertemu atau bicara dengan Anda," tolak Mario acuh. "Sebentar saja, Nak. Kita harus bicara," bujuk ayah. Riana menatap ayah dan kakaknya, ia bingung harus bersikap bagaimana. Namun Riana melihat sorot mata ayahnya sangat serius dan menduga jika apa yang akan diceritakan amat penting."Kalau kamu mau bicara dengan dia, kamu pulang dengan David saja," kata Mario pada Riana. Mario langsung menaiki sepeda motornya dan memacu dengan kecepatan tinggi. David sempat terkejut mendengar instruksi mendadak dari sahabatnya itu, tetapi ia bisa mengerti dan memahami situasi yang sedang terjadi. David memang sangat dekat dengan Mario dan keluarganya. David sering datang ke rumah Mario untuk sekedar bertandang, bahkan sudah pernah menginap. "Ria, ayo ikut Ayah sebentar!" kata Pak Hadi. "Ya sudah, tapi Riana membonceng Mas David saja, Yah. Riana juga gak bisa terlalu lama," ucapnya. "Iya, sebentar saja, Sayang," kata ayah. Mendengar panggilan sayang dari ayahnya, air mata Riana kembali menetes. Namun dengan cepat Riana memalingkan wajahnya. Ia memakai helm dan naik ke atas sepeda motor David. Ayah mengajak Riana ke sebuah kafe untuk makan siang dan bicara. Dahulu beberapa kali mereka singgah di kafe tersebut, namun tentunya dalam situasi yang sangat berbeda. Mereka sekeluarga pernah datang bersama saat akhir pekan dan menghabiskan waktu di kafe itu. Riana mengikuti langkah ayahnya menuju sebuah meja di sudut ruangan. Riana menatap sekelilingnya, ia masih mengingat saat indah ketika ia dan keluarganya makan di tempat itu. Riana bahkan masih mengingat posisi meja dan menu makanan yang mereka pesan. Bagi Riana, rasanya kenangan itu belum lama berlalu. "Ria, David, silakan pesan makanan," kata ayah. David menatap Riana yang sepertinya enggan memesan hidangan apapun. Oleh karena itu, David juga memilih mengurungkan niatnya untuk memesan makanan, sekalipun perutnya mulai terasa lapar. "Gak perlu, Yah. Langsung pada intinya saja. Ria harus cepat pulang," kata Riana. "Baiklah," kata ayah dengan raut wajahnya kecewa. Riana menarik nafas panjang, menyiapkan diri untuk mendengar cerita ayahnya. "Ria, ayah tahu kondisi saat ini sangat menyakiti kamu, Rio, dan ibu. Tapi gak semuanya seperti yang kalian pikirkan," kata ibu memulai pembicaraan. "Wanita yang kalian lihat di rumah itu bernama Sandra. Memang dahulu Ayah pernah menjalin hubungan dengan dia, bahkan merencanakan untuk menikah. Namun sesuatu yang buruk terjadi satu minggu sebelum hari pernikahan kami," ujar Pak Hadi sambil menghela nafas panjang. Terlihat jelas Ayah Riana sedang berusaha mengingat kenangan buruk yang pernah terjadi dalam perjalanan hidupnya. "Saat itu Sandra sedang ada dalam perjalanan dinas terakhirnya sebelum mengambil cuti untuk menikah. Dini hari itu, ia sedang menaiki sebuah bus. Tanpa diduga, sebuah kecelakaan fatal terjadi saat itu. Bus itu terguling dan jatuh ke dalam jurang, bahkan sempat meledak.Hati ayah sangat hancur saat mendengar kabar itu. Pencarian dilakukan, tetapi beberapa korban tidak dapat ditemukan saat itu. Ayah sangat sedih, karena rencana pernikahan kami yang sudah di depan mata dan tinggal menghitung hari, terancam gagal. Ayah dan seluruh pihak keluarga memutuskan untuk menunda rencana pernikahan kami. Kami terus berusaha mencari keberadaan Sandra. Akan tetapi, dua minggu setelah kecelakaan itu, ayah mendapat kabar kalau jasad Sandra sudah ditemukan. Namun wajahnya hancur, sangat sulit untuk dikenali. Pihak kepolisian melakukan beberapa tes untuk memastikan bahwa jasad itu memang Sandra. Walaupun kami tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, dan beberapa bagian tubuh yang sudah hancur, tetapi saat itu kami turut meyakini bahwa jasad wanita yang kami makamkan adalah Sandra. Ayah sempat terpuruk selama beberapa bulan, bahkan beberapa tahun sejak peristiwa itu. Ayah hampir saja memutuskan tidak akan menikah seumur hidup. Namun suatu hari, nenekmu memperkenalkan Ayah dengan seorang gadis. Gadis itu adalah Hana, ibumu. Awalnya ayah gak terlalu menanggapi keinginan nenek untuk menjodohkan ayah dengannya. Akan tetapi akhirnya ibumu itu berhasil membuat hati ayah tersentuh. Ayah akhirnya kembali menemukan semangat untuk hidup, juga cinta dan kebahagiaan. Ayah gak pernah menyesali masa-masa indah dan paling membahagiakan dalam hidup ayah, yaitu memiliki kalian semua," kata ayah sambil mengusap air matanya dengan tisu. "Tante Sandra ditemukan sudah meninggal? Lalu siapa wanita itu?" tanya Riana penasaran. "Itu masalahnya, Ria. Enam bulan yang lalu, saudara Sandra menghubungi Ayah. Mereka mengatakan sebuah berita yang sangat menggemparkan, bahwa Sandra masih hidup. Wanita yang kami kuburkan saat itu bukanlah Sandra. Ayah sangat terkejut ketika mendengar hal itu dan melihat sendiri, bahwa Sandra masih hidup. Ternyata saat kecelakaan itu terjadi, Sandra terjatuh ke dalam jurang dan diselamatkan oleh seorang petani. Kondisi Sandra cukup parah, ia tidak sadar selama berhari-hari. Semua orang yang melihatnya menyangka ia tidak akan dapat bertahan. Namun keajaiban terjadi, Sandra sadar dan lukanya pulih dengan cepat. Akan tetapi ia gak bisa berjalan dan mengalami hilang ingatan. Ia juga gak bisa mengingat apapun, termasuk namanya sendiri. Keluarga Sandra sudah menguburkan jasadnya dan berusaha menerima semua dengan ikhlas. Namun dua tahun kemudian, seorang kerabat melihat seorang wanita yang sangat mirip dengan Sandra. Dengan menempuh proses dan waktu yang cukup panjang, akhirnya mereka menemukan Sandra, yang masih belum dapat mengingat apapun. Menurut cerita mereka, saat itu kondisi Sandra seperti mayat hidup.Keluarga Sandra sudah mengetahui kalau Ayah sudah menikah dengan ibu kalian, karena itu mereka sengaja membawa Sandra ke luar kota dan merawatnya di sana. Mereka takut, suatu saat Sandra akan mengingat semuanya kembali dan terluka ketika mengetahui Ayah sudah menikah dengan wanita lain. Keluarga Sandra gak yakin, Sandra akan bisa menerima kenyataan itu dan sanggup melanjutkan hidupnya," ujarnya."Beberapa bulan lalu, Sandra mulai bisa mengingat. Namun ingatannya belum kembali seperti semula, ia hanya bisa mengingat tentang Ayah. Karena itu, dengan terpaksa keluarga Sandra menghubungi Ayah. Sandra masih menganggap Ayah sebagai calon suaminya," ujar ayah sambil menundukkan kepala."Apa?! Ayah gak berbohong, kan?" tanya Riana."Untuk apa Ayah berbohong? Asal kalian tahu, Ayah juga merasa gak nyaman saat ini. Hati Ayah hancur dan sangat sakit," jawabnya sungguh-sungguh.Riana menatap ayah dan berkata, "Kalau Ayah masih mencintai ibu, Mas Rio dan aku, kenapa Ayah melakukan semua ini? Pasti ada cara lain untuk menyelesaikan persoalan ini,""Situasinya gak sesederhana itu, Ria," kata ayah sambil mengurut pelipisnya."Apanya yang sulit, Yah? Apa Ayah masih mencintai Tante Sandra? Lalu bagaimana dengan ibu?" tanya Riana."Ria, Sandra dulu telah sangat banyak berkorban untuk Ayah dan keluarga. Dulu nenekmu sempat sakit parah, dan tidak ada biaya untuk berobat. Saat itu Sandra dan kelu
"Apa kamu percaya pada Ayah? Kamu mau membela dia yang jelas-jelas sudah mengkhianati ibu dan meninggalkan kita?" tanya Mario sambil menunjuk Riana. "Mas, aku tidak tahu, apa aku bisa mempercayai ayah atau tidak. Bagiku semuanya telah berubah dengan sangat tiba-tiba, keluarga kita, kondisi di rumah," ujar Riana. "Aku tidak akan memaafkan ayah dan juga q yang membenarkan sikapnya. Sudah kukatakan padamu, jangan temui dia lagi! Anggap saja ayah kita sudah meninggal. Ingat itu, Ria!" kata Mario. "Sudahlah, jangan kasar seperti itu, Rio. Ini juga sangat berat dan sulit untuk Riana. Dengan keadaan ini dan semua yang telah terjadi, kalian tidak boleh saling menyalahkan. Kalian harus bersatu dan bangkit. Tunjukkan bahwa kalian kuat dan bisa bertahan," kata David. Mario terdiam, ia mengusap wajahnya dengan kasar. Semua perkataan David memang benar dan masuk dalam logikanya. "Benar, kita harus tunjukkan pada ayah, wanita itu, dan semua orang, kalau kita bisa hidup tanpa Ayah. Kita buat Ay
Siang itu, Riana dan Mario tidak langsung pulang ke rumah. Riana harus membeli beberapa perlengkapan untuk pesanan buket makanan ringan. Riana senang mengerjakan semua pekerjaannya, walaupun keuntungan yang ia dapatkan belum seberapa jumlahnya. Setidaknya Riana merasa mempunyai aktivitas yang produktif, bisa sedikit meringankan beban mama, dan juga mengalihkan pikirannya dari persoalan yang sedang melanda keluarganya saat ini. Setelah mendapatkan semua barang yang diperlukan, Riana keluar dari toko dan membawa satu plastik besar. Mario memilih menunggu di tempat parkir karena tidak terlalu mengerti barang-barang yang harus dibeli. "Sudah?" tanya Mario ketika melihat Riana mendekat. "Iya, ayo pulang, Mas!" jawab Riana. Mereka kembali menempuh perjalanan pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, mereka terkejut melihat pemandangan yang tidak biasa terjadi. Ibu terbaring di sofa dengan wajah pucat dan memegangi perutnya. Riana terkejut, hingga tanpa sadar plastik yang dibawanya terjat
Hadi terpaku melihat istri dan anak-anaknya berdiri di hadapannya. Ada rasa bersalah dan berkecamuk di dalam hatinya, apalagi melihat wajah Hana, istrinya yang pucat dan sepertinya sedang tidak sehat. Hadi tidak dapat menahan diri untuk melangkah dan mendekat, walaupun Mario, anak lelakinya jelas menolaknya. Mario sudah memalingkan wajahnya, dan terlihat ingin segera membawa ibu dan adiknya pergi. "Hana, kamu sakit?" tanya Hadi sambil mengulurkan tangan untuk memeriksa dahi istrinya seperti yang biasa ia lakukan. "Jangan sentuh Ibu!" kali ini Riana yang berbicara dengan geram. Tatapan Riana menusuk tajam, sampai ke dalam sanubari, membuat Hadi tak mampu berkata apapun lagi. Tidak pernah sekalipun Riana, anak manja dan manis itu bersikap seperti itu pada ayahnya. Hadi menarik kembali tangannya, lalu menatap ibu dari anak-anaknya itu. "Ayo, Bu!" kata Mario sembari menggandeng tangan ibunya.Hadi hanya menghela nafas panjang, lalu menatap kepergian istri dan anak-anaknya dalam kebek
Riana melihat ibunya menahan tangis di sepanjang jalan yang mereka lalui. Riana memejamkan mata, bibirnya terasa kelu, tak mampu mengucap sepatah katapun. Mereka tiba di rumah, Riana membantu ibu turun dari mobil dan menuntunnya ke kamar. Sementara Mario langsung mengembalikan mobil itu ke rumah Om Dedy. "Ibu istirahat, ya. Aku mau memasak makan malam untuk kita," kata Riana. "Nanti saja, Nak. Duduklah dahulu di sini! Temani Ibu sebentar saja," ucap wanita yang sangat dicintai oleh Riana itu. Riana mengurungkan niatnya untuk meninggalkan ibunya, ia duduk di tepi tempat tidur. "Ibu pasti sangat sedih karena melihat ayah bersama dengan wanita itu," kata Riana. Ibu menghela nafas panjang, tak bisa dipungkiri hatinya berdenyut nyeri. "Sudahlah, Nak. Biar ayahmu menjalani pilihan hatinya," jawab ibu. "Apa Ibu tahu siapa wanita itu?" Riana tak dapat lagi menanyakan pada ibunya tentang hal itu. "Ibu tidak mengenal dia, yang Ibu tahu, dia adalah cinta pertama ayahmu," "Jadi Ibu suda
Riana sedang sibuk mengerjakan beberapa pesanan buket bunga dan cokelat. Ruang tamu, sampai kamar Riana dipenuhi beberapa buket yang sudah jadi dan yang masih dalam proses pembuatan. Pita, kain, bunga-bunga, dan hiasan bertebaran di sana-sini. Beruntungnya, ibu sudah mulai bekerja di ruko milik sahabatnya. Jika tidak, pasti keadaan rumah ini akan semakin berantakan dengan mesin jahit dan barang-barang ibu. "Wah, berantakan sekali," kata Mario sambil keluar dari dapur membawa sepiring pisang goreng. Riana mengerucutkan bibirnya, memegang tengkuknya yang pegal dan menatap Mario. "Mas ini komentar saja, bantuin donk," kata Riana. "Mau aku bantu apa? Aku tidak bisa membuat buket seperti itu. Nanti aku salah, kamu malah marah," jawab Mario dengan santai. "Ih, bilang saja Mas tidak mau membantu," cerutu Riana. Mario tertawa melihat ekspresi wajah Riana yang lucu saat sedang marah. Ia lalu menyodorkan sepotong pisang goreng ke mulut Riana.Riana yang semula terlihat kesal langsung ter
"Ria, David menunggu jawabanmu," kata Mario. "Eh, kamu harusnya pergi dulu, Rio. Biarkan kami bicara berdua," ujar David sambil melirik ke arah Mario. "Enak saja, itu sih maumu berdua saja dengan adikku," ujar Mario. David meringis mendengar perkataan sahabatnya itu. Sementara Riana hanya diam menatap dua pria di hadapannya. "Mas David, terimakasih untuk semua kebaikan Mas selama ini. Tapi jujur, apa yang Mas katakan tadi membuat aku sangat kaget," ucap Riana dengan wajah polosnya. "Aku tahu, Ria. Maaf kalau ini terlalu mendadak dan mengejutkan kamu," kata David. "Mas, aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu sekarang," ujar Riana. "Iya, aku siap menunggu dan memberi kamu waktu. Aku siap dengan apapun jawabanmu, setidaknya perasaanku sekarang cukup lega, karena aku sudah mengatakan semua padamu. Daripada aku hanya diam, memendam perasaanku, dan selalu merasa penasaran," jawab David sambil melirik Mario. "Apa sih? Kamu menyindir aku?" ujar Mario sambil melotot lucu. "Siapa yang me
Pagi itu, bel istirahat pertama sudah berbunyi. Mario memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam laci meja. Tak seperti biasanya, ia melihat David hanya termangu dan duduk di tempatnya. Mario berdiri dan menghampiri David yang duduk dua bangku di depannya. David memang lebih banyak diam dan terlihat sering memikirkan sesuatu. "Hei, tumben ga ke kantin?" tanya Mario. "Lagi malas saja, sudah sarapan juga tadi," jawab singkat David. "Lagi mikir apa sih? Aku perhatikan dari tadi kamu melamun terus," ujar Mario. "Ga ada masalah koq," jawabnya. "Pasti kamu masih memikirkan tentang jawaban Riana, iya kan?""Ah, kamu memang sahabat dan calon kakak iparku yang paling baik dan pengertian," ucap David sambil tersenyum. "Begitu saja galau. Kemarin katamu apapun jawaban dia kamu akan bisa terima, ga akan berubah sikap. Ini belum dijawab saja sudah seperti orang sakit gigi, galau, dan patah hati," ejek Mario. David menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, ia menjawab Mario, "Bantu aku d