“Apa itu?” tanya Kalista lembut. Berusaha untuk tidak menakut-nakuti seseorang yang masih berdiri di sampingnya. “Itu karena ini.” ucap Tuan Muda Lunox sembari mengeluarkan sebuah bros kecil dari sakunya. “Ini adalah bros yang Nona Muda berikan saat kami berada di pusat keamanan Kota Luxedon. Awalnya saya mengira jika itu hanyalah bros biasa yang cantik. Tapi semuanya berubah saat saya mendatangi adik laki-laki saya.”“Nona Muda, Anda memberikan sebuah sihir pada bros ini bukan?” Tuan Muda Lunox kembali bertanya. “Saya bukannya menyalahkan Nona Muda. Saya yakin apa yang Nona Muda berikan kepada saya adalah hal-hal baik.” lanjut pemuda bermanik merah itu menambahkan. “Itu benar. Aku memang melakukannya.” jawab Kalista jujur. “Sihir yang Nona Muda berikan aktif saat saya menemui adik laki-laki saya. Mungkin karena sihir Nona merasakan aura kuat milik adik saya yang terbilang agresif. Jadi benda itu segera melancarkan serangan.”“Awalnya saya cukup terkejut. Saya khawatir adik saya
Di halaman luar Villa Ruliazer. Terlihat belasan kereta berbaris dengan rapi. Diantara semuanya, ada kereta terbesar dengan corak burung elang yang tengah membentangkan sayap. Di tempatkan di area tengah, kereta itu terlihat tertutup. Ada empat orang yang berjaga di setiap sisi. Di bagian belakang dari barisan kereta, terdapat kereta lain dengan ukuran yang lebih kecil. Kendati demikian, kayu keras yang digunakan membuat kereta itu tampak kuat dan kokoh. “Letakan barang itu di sana.” seorang pelayan wanita tampak tengah memerintah orang yang lebih muda. “Apa ada yang lain?” suara lain bertanya ingin tahu. “Tidak.”“Itu adalah kotak terakhir.” jawab pelayan yang lebih tua. Setelah memastikan kembali tidak ada hal yang tertinggal, para pelayan wanita segera masuk ke dalam villa. Meninggalkan para penjaga yang bertugas mengawasi kereta. Di dalam Villa Ruliazer. “Anda benar-benar akan pergi besok, Nona Muda?” suara seorang pemuda terdengar mengandung ketidaksenangan. “Seperti yan
“Kenapa tidak membangunkanku?” tanya Kalista menatap dingin pada lawan bicaranya. “Itu karena Nona Muda tampak sangat lelap saat tidur. Saya khawatir Anda akan bangun jika saya membangunkan Nona Muda.” jawab pemuda yang tengah diinterogasi. “Bukankah arti dari membangunkan adalah membuat seseorang terbangun dari tidur?”“Berhenti mengatakan omong kosong dan berikan aku jawaban yang masuk akal. Jika tidak, jangan salahkan aku karena bersikap kejam.” ancam Kalista dengan sudut mata menyipit. Saat ini, keduanya tengah berada di salah satu kamar tamu di Kediaman Ruliazer. Rombongan mereka telah sampai sejak beberapa waktu yang lalu. Hanya saja, Kalista menemukan dirinya telah terbaring di kamar miliknya begitu membuka mata. Itu artinya, seseorang telah memindahkan dirinya dari kereta ke kamarnya di Kediaman Ruliazer. Bertanya kepada pelayan, dia tahu jika orang yang membawanya adalah pamannya. Meski begitu, hal tersebut masih sangat memalukan. Dilihat oleh puluhan pelayan yang menyam
(Tok.. Tok.. Tok..) Di pagi hari yang tenang. Suara ketukan pintu terdengar dari balik pintu. Suara tersebut sedikit menyeramkan. Dikarenakan masih sedikitnya tanda-tanda kehidupan yang terdeteksi. (Tok.. Tok.. Tok..) Suara ketukan kembali terdengar. Kali ini lebih keras dari sebelumnya. Hal tersebut membuat gadis kecil yang masih bergelung di dalam selimut merasa sedikit terusik. (Tok.. Tok.. Tok..) Ini adalah ketukan ketiga. (Tok.. Tok.. Tok..) Ketukan keempat. (Tok.. Tok.. Tok..) Ketukan kelima. Kalista yang sebelumnya ingin mengabaikan ketukan di pintu kamarnya pada akhirnya harus memaksa dirinya untuk bangkit. Sepertinya, si pengetuk tidak akan menyerah sampai dibukakan pintu. Dan dia sebagai korban menjadi satu-satunya yang dirugikan dalam masalah ini. (Ceklek.) “Kenapa mengetuk sepagi ini?” Kalista bertanya tanpa basa-basi. Di mansion ini, hanya ada satu orang yang berani mengetuk pintu kamar pemilik rumah dengan begitu bersemangat. Seseorang yang tanpa tahu malu
Matahari telah muncul dengan begitu indahnya. Menyinari setiap tempat yang terjamah oleh cahayanya. Burung-burung berkicau seolah saling beradu nyanyian termerdu. Di bawah pohon yang rindang, tampak seorang gadis kecil yang tengah duduk di salah satu bangku alun-alun ibukota. Jubah panjang berwarna coklat muda menutupi tubuhnya yang kecil. Kesan yang terlihat tidak mewah, namun juga tak seperti rakyat jelata yang kekurangan uang. Kalista telah menggunakan sihir teleportasi berkali-kali. Berjalan ke sana dan ke mari untuk menemukan penipu yang menjebaknya mengelilingi ibukota. Sayangnya, sampai saat ini Ia masih belum menemukan si berandal licik. Yang ada, tubuhnya kelelahan setelah berjalan cukup lama dengan sihir yang terus digunakan. Di saat seperti ini, aroma daging lezat yang tengah dipanggang tercium. Membuat perut yang belum diisi menabuh genderang perang. Kelelahan, kelaparan dan kehabisan mana sihir. Tiga kombinasi tersebut berhasil membuat Kalista menghentikan pencariannya
(Tap.) (Tap.) (Tap.) Kalista berjalan dengan tenang. Layaknya seorang bangsawan yang selalu mempertahankan keanggunan dalam setiap perilakunya. Tujuan utama gadis itu adalah berpura-pura melewati meja milik pemuda berambut pirang di sebelah kanan barisan. Langkah demi langkah diambil. Punggung lurus dengan tatapan mata ke depan. Semakin dekat Kalista dengan tempat tujuannya, gadis itu merasa ada sesuatu yang salah. “Apa restoran memang biasanya sesunyi ini?” batin Kalista. Saat Kalista hampir sejajar dengan pemuda berambut pirang yang duduk membelakanginya, tiba-tiba pemuda itu menengok ke arah Kalista. Membuat keduanya saling menatap. Saat itu, mata sang nona muda segera berkontraksi. Hal tersebut dikarenakan Ia mengetahui siapa pemilik wajah yang tengah menatapnya, “Kenapa dia ada di sini?”Sebelum Kalista dapat bereaksi, tanganya telah dipelintir. Membuat gadis kecil itu harus menekuk lututnya karena tekanan berat dari orang di belakangnya. “Hentikan Robert!”“Jangan menya
“Saya minta maaf, Yang Mulia. Benda itu terlihat sangat berharga. Saya tidak mempunyai keberanian untuk menerima benda seperti itu dari Yang Mulia. ” Kalista mencoba menolak secara halus. Tidak ada hal bagus jika terseret ke dalam politik kerajaan. Pemuda di depannya mungkin terlihat ramah dan baik hati. Namun jika dirinya tenggelam pada perlakuan baik yang semu itu, tak ada bedanya dengan dirinya di masa lalu. Dia yang dulu jatuh cinta pada orang yang hanya ingin memanfaatkan dirinya pasti akan merutuki kebodohannya jika kembali jatuh pada hal yang sama. Itu seperti keluar dari mulut buaya dan masuk ke dalam mulut harimau. Itu sebabnya lebih baik bagi dirinya untuk menghindari segala situasi yang berhubungan dengan putra mahkota. Karena belajar dari pengalamannya, dia tahu pemuda di hadapannya tidak sebaik kelihatannya. “Nona Ruliazer. Apa menurut Anda benda itu lebih berharga dari ketulusan saya?” tanya putra mahkota. “Saya tidak berani mempertanyakan ketulusan Yang Mulia Putr
Tampak seorang lelaki tua yang tengah mendorong sebuah gerobak. Meski tubuhnya terlihat tua dan renta, namun Ia sama sekali tak kesulitan untuk melakukannya. Lelaki itu membawa gerobaknya melewati lorong sepi. Sebelum sampai di kedai kecil yang memiliki sedikit pengunjung. Sinar mentari mengintip dari celah bayang-bayang. Memperlihatkan wajah si lelaki tua pendorong gerobak. Mata bundar, hidung kecil dan bintik-bintik hitam di bawah area mata. Jika Kalista berada di sana, dia akan tahu jika lelaki tua itu adalah penjual daging panggang yang sebelumnya Ia temui. Sesaat sebelum gerobak berhenti, sebuah keajaiban terjadi. Lelaki tua yang sebelumnya terlihat berubah menjadi seorang pemuda tampan. Setelah memarkirkan gerobak di tempat yang aman, pemuda itu masuk ke dalam kedai. Tempat kecil itu hanya memiliki satu orang pelanggan di sudut. Dengan perabot sederhana dan bangunan yang reyot, tempat itu tampak bisa rubuh kapan saja. “Permisi, Kakek.” si pemuda tampan menghampiri pelanggan