"Kau yakin dengan ini semua, Kalista?" seorang lelaki bertubuh besar bertanya kepada anak perempuan cantik yang berdiri di hadapannya.
Perabot rapi tanpa debu. Dokumen yang disusun secara teratur. Bahkan warna gelap yang seolah menjadi keharusan. Ruang kerja yang memiliki kesan kaku membuat atmosfer yang terasa lebih mengintimidasi. Meski begitu, gadis kecil dengan kulit putih berdiri tenang tanpa mengeluarkan getaran ketakutan sedikitpun. Seolah menjadi jenderal kecil dalam sebuah peperangan. Teguh dan berpendirian kuat. “Aku sangat yakin, Paman Dev." gadis yang dipanggil Kalista itu menjawab tanpa ragu."Lalu Kalista, bisakah kau beritahu kepada Paman darimana kau mendapat informasi ini?" pertanyaan kembali diajukan."Untuk saat ini, itu masih rahasia, Paman Dev." jawab si nona kecil."Jika begitu, maka paman tidak bisa memenuhi permintaanmu, Kalista." balas Devondion."Tapi Paman, Aku sama sekali tidak berbohong. Kurang dari sebulan lagi, benar-benar akan terjadi longsor salju di daerah ini." Kalista menjawab dengan sungguh-sungguh."Bukan masalah itu, Kalista. Paman percaya kau tidak akan berbohong.""Tetapi Kalista, hal yang kau katakan itu menyangkut kehidupan banyak orang. Itu sebabnya Paman harus tahu darimana sumber informasi tersebut berasal. Setelah Paman mengkonfirmasi kebenaranya, barulah kita dapat melakukan persiapan untuk menghadapi bencana itu." Devondion menjawab selembut mungkin. Tak ingin menyakiti perasaan satu-satunya keponakan yang Ia miliki. Meski pada kenyataanya, suara bariton yang keras tidak membuat perubahan apapun. Bagaimanapun juga, belasan tahun berada di antara lelaki yang kasar membuat beberapa kebiasaan yang sulit dihilangkan. Nyatanya, walau sang ksatria perang sudah mengurangi tekanannya, banyak orang yang masih merasa terintimidasi saat berhadapan dengan pemuda itu. "Aku tahu, Paman.""Maaf jika aku membuat hal-hal sulit untuk paman." gumam Kalista lirih.Dalam hati, gadis itu menghela nafas lelah. Ini adalah masalah tersulit yang harus dia selesaikan sesegera mungkin. Itu benar jika ucapan anak-anak tidak memiliki kualifikasi apapun.Mereka mungkin tak tahu bagaimana cara melakukan kebohongan yang sempurna. Tapi orang dewasa bisa melakukanya. Mereka cukup memberitahu beberapa hal kepada anak-anak yang masih rentan. Dan kebohongan yang terbalut dalam kepolosan anak-anak tersebut akan tersampaikan kepada orang lain. Menurut pengalamanya, itu adalah salah satu cara paling efektif untuk mengelabuhi seseorang.Dia tentu tahu kekhawatiran pamanya. Adik dari pihak ibunya itu mungkin mengira jika ada seseorang yang dengan aktif mendekatinya untuk memberikan informasi abu-abu. Jika tidak begitu, bagaimana mungkin anak berusia sebelas tahun tahu akan bencana longsor salju yang hanya pernah didengar namun tak pernah dilihatnya secara langsung.Meski begitu, Ia tidak boleh menyerah begitu saja. Akan ada waktu dimana dirinya akan sering mengatakan hal-hal seperti itu di masa depan. Sesuatu yang akan segera terjadi, namun tak ada informasi yang menyertai. Untuk itu, dia harus bisa mendapat kepercayaan pamannya. Dan peristiwa ini adalah sesuatu yang sangat sempurna untuk menunjukan kualifikasi informasinya."Paman..""Sebenarnya akhir-akhir ini, aku bermimpi sangat panjang. Itu adalah mimpi tragedi yang sangat menakutkan. Dimana orangtuaku, paman dan diriku sendiri akan menemui akhir yang mengenaskan.""Paman tahu..""Dalam mimpi itu, orangtuaku akan meninggal karena dibunuh oleh pembunuh bayaran. Tapi orang-orang percaya jika itu hanyalah sebuah kecelakaan kereta.""Tak ada yang mempercayaiku. Entah itu karena mereka menganggap ku hanya mengatakan omong kosong atau karena mereka sendiri adalah dalang di balik kematian kedua orangtuaku. Termasuk paman dalam mimpiku.""Namun, memang benar jika pembunuh bayaran itu dengan sempurna menyamarkan tindakan mereka sebagai kecelakaan kereta. Tak ada bekas pertarungan, tak ada barang-barang yang hilang dan tak ada satupun saksi mata.""Paman dalam mimpiku juga menganggap jika penyebab kematian kedua orangtuaku adalah kecelakaan. Paman beranggapan, jika ibuku yang dilahirkan dalam keluarga militer pasti akan melakukan perlawanan ketika menghadapi serangan dari pihak luar. Dan mengingat kemampuan kakak perempuannya, akan mustahil jika tidak ada jejak pertempuran yang tersisa.""Dia lupa jika di dalam kereta juga ada ayahku yang tidak memiliki kemampuan bela diri apapun. Andaikata orang-orang itu menyandera ayahku ketika ibu sibuk bertarung, maka akan masuk akal jika tak ada perlawanan signifikan yang berlanjut. Hal tersebut dikarenakan ibuku akan menyerah tanpa syarat jika ayah memang dijadikan sandera.""Dan tentu saja paman tahu apa yang akan menimpa mereka setelahnya." Kalista menghela nafas panjang dengan lembut.Hal-hal yang Ia ceritakan bukanlah mimpi ataupun hasil rekayasa. Setelah beranjak dewasa, dia tanpa sengaja mengetahui kebenaran dibalik kematian kedua orangtuanya.Lebih tepatnya, seseorang dengan sengaja menuntun nya kepada fakta tragis dibalik meninggalnya mantan Duke dan Duchess Ruliazer. Sebagai seorang anak, tentu saja dia tak terima jika ada orang yang dengan sengaja merencanakan kematian kedua orangtuanya.Kebencian inilah yang dimanfaatkan oleh 'dia' untuk mendapatkan simpatinya. Dirinya tak sadar jika sejak saat itu, Ia telah menjadi boneka yang sangat patuh kepada 'dia'. Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Ia melakukan apa yang 'dia' perintahkan tanpa ragu.Penyesalan memang selalu datang terlambat. Ia membuang berlian berkualitas tinggi hanya untuk sebuah imitasi yang menyedot seluruh harta dan kekayaanya. Bahkan jiwanya sendiri tak luput dari itu semua.Kalista memandang sosok paman yang senantiasa berdiri di sisinya. Entah itu di masa lalu ataupun sekarang ini, "Lalu Paman..""Begitu aku terbangun, keringat dingin menyelimuti seluruh tubuhku. Meski begitu, aku mencoba untuk melupakanya. Bagaimanapun juga, itu semua hanyalah mimpi.""Dan Paman tahu..""Tidak lama setelah mimpi itu, kedua orangtuaku benar-benar meninggal karena kecelakaan kereta." mata yang merah menunjukan perasaan hati yang sebenarnya."Apakah Paman tahu bagaimana perasaanku saat itu?""Jika saja aku tidak mengabaikan mimpi itu. Aku bisa membujuk ayah dan ibu untuk tidak bepergian selama beberapa waktu ini. Atau bahkan, aku bisa menceritakan kekhawatiran ku perihal mimpi yang aku alami.""Jika begitu, mungkin saja..""Mungkin saja.. hiks..""Hiks.. hiks.."Bening yang membasahi lantai. Kristal indah yang berjatuhan. Air mata tumpah dengan setiap kata yang terucap. Kalista tidak bermaksud untuk menangis seperti anak kecil. Dia hanya ingin berakting semaksimal mungkin guna meyakinkan pamannya yang terlalu mencintainya.Jika logika tak dapat ditemukan, maka perasaan akan menjadi pilihan. Dia menyesal karena harus memanfaatkan kasih sayang pamannya. Namun untuk saat ini, dia tak memiliki opsi lain guna meyakinkan lelaki itu.Hanya saja, entah bagaimana dalam prosesnya, Ia tak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Ingatan yang datang tanpa diundang bagai sebuah pisau yang mengiris daging lembut.Hati, jantung bahkan paru-parunya terasa sesak. Sejak dia kembali dari masa lalu, Ia telah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak bersikap lemah. Dia merencanakan setiap langkah yang seharusnya diambil. Mencoba untuk mengubah masa lalunya yang terlalu kelam dengan kesempatan yang didapat.Hanya saja, entah mengapa suasana hatinya tidak terlalu baik hari ini. Melihat seberapa besar rasa cinta lelaki di hadapannya kepada dirinya, itu mengingatkannya akan seberapa dalam luka yang Ia torehkan kepada pamannya."Hiks.. hiks.."(Pluk.) Hangat, nyaman dan aman. Kalista merasakan pelukan lembut yang dilakukan dengan sangat hati-hati. Seolah-olah tengah memperlakukan benda yang mudah pecah. Gerakan canggung dengan tubuh besar sebenarnya tak terlalu nyaman. Namun untuk beberapa alasan, hati yang sebelumnya terasa seperti hancur berkeping-keping, kini telah disembuhkan secara ajaib.Gerakan canggung dengan tubuh besar sebenarnya tak terlalu nyaman. Namun untuk beberapa alasan, hati yang sebelumnya terasa seperti hancur berkeping-keping, kini telah disembuhkan secara ajaib."Jangan menangis, Kalista." "Itu semua salah paman. Seharusnya paman mendengarkan ceritamu terlebih dahulu sebelum membuat keputusan." suara akrab yang ditangkap gendang telinga terasa mengikis hati nurani. "Apa longsor salju ini juga sesuatu yang kau lihat dalam mimpimu?" pertanyaan bernada lembut diajukan. Meski dalam kenyataannya, hanya ada ekspresi tajam yang lebih intens yang terlihat. Beruntung si nona kecil telah aman dalam pelukan sang paman. Jika tidak, gadis cantik itu pasti kesulitan menjaga ekspresi tenangnya saat melihat wajah mengerikan wali resminya. Bagaimanapun juga, meski hanya cerita yang dikarang oleh orang lain, Devondion merasa ingin mencabik seseorang yang mungkin merencanakan pembunuhan kakak dan iparnya. Dua orang yang Ia sayangi dan hormati seharusnya hidup dalam k
(Tap..) (Tap..) (Tap..) Langkah kaki tenang terdengar memiliki ketukan yang teratur. Punggung lurus dengan kedua tangan yang disilangkan. Dan kecantikan alami dengan kulit putih yang memukau. "Selamat siang Nona Kalista." "Selamat siang Nona Kalista." Sapaan hormat terdengar setiap kali Kalista, putri tunggal mantan Duke dan Duchess terdahulu melangkah. Bukti jika sopan santun masih dijalankan dengan baik. Meski begitu, tak ada yang mengetahui apa yang tersimpan di hati. Gadis kecil itu hanya membalas salam para pelayan dengan senyum anggun. Sesekali ada balasan dengan suara manis yang khas. Itu adalah sesuatu yang sering dilakukan oleh bangsawan netral. Dia tak ingin dianggap arogan karena mengabaikan para pelayan, namun juga tidak mau dianggap mudah karena bersikap terlalu baik. Bagaimanapun juga, pembicaraan antar pelayan bisa terdengar sampai ke luar. Meski saat ini mereka menunjukkan sikap hormat ketika berhadapan dengan dirinya, tetapi dia tahu ada beberapa pelayan yan
"Sudah waktunya bagimu untuk dievakuasi." ucap Devondion. "Kenapa?" Kalista mempertanyakan keputusan pamanya. Seluruh persiapan telah selesai dilakukan. Meski ada longsor salju, dampaknya akan sangat berkurang. Tak ada alasan bagi dirinya untuk meninggalkan tempat ini. Lagipula, Ia ingin melihat bencana itu secara langsung. Di kehidupan lalu yang dia jalani, timbulnya longsor salju yang memakan banyak korban menjadi awal munculnya rumor buruk tentang dirinya. Pembawa malapetaka. Itulah sebutan yang mereka sematkan kepadanya. Bukan hanya kedua orangtuanya yang menjadi korban. Namun dia juga menyebabkan orang-orang yang tak berdosa mati hanya dengan kehadirannya. Awalnya itu semua memang hanya rumor. Namun dengan banyaknya mulut yang berbicara, rumor berubah menjadi fakta yang dipercaya. Hanya karena kebetulan dirinya berada di daerah yang terkena bencana alam, dia mendapat predikat sebagai pembawa malapetaka. Tak ada simpati, tak ada belas kasih dan tak ada tangan yang terulur unt
"Hei..""Apa kalian dengar? Kabarnya alasan dilakukan pembatasan sementara adalah karena putri mantan Duke dan Duchess Ruliazer yang memintanya." lelaki berkumis tipis berbisik kepada teman satu mejanya."Benarkah?""Kenapa dia melakukan itu? Apakah gadis itu tidak tahu jika pedagang seperti kita mempunyai jadwal yang padat?" balas lelaki lain berkepala botak."Mana mungkin seorang gadis kecil mengerti kesulitan yang dialami orang dewasa seperti kita.""Kabarnya, putri itu memiliki temperamen yang manja dan sombong. Jika keinginanya tidak dipenuhi, dia akan marah dan melampiaskan kekesalanya kepada para pelayan. Aku mengenal seorang pelayan yang pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari sang putri." lelaki pertama kembali mempengaruhi."Itu mengerikan.""Jika dia nantinya menjadi Duchess Ruliazer, bukankah nasib kita akan sangat mengenaskan?" si lelaki botak membalas dengan ekspresi jijik.Keduanya terlihat saling berbisik. Namun pada nyatanya, suara mereka terdengar cukup ke
"Saya rasa lebih baik bagi Tuan Triger mulai memikirkan pengganti Anda. Karena saya khawatir, usia Anda yang sudah tua menjadikan Tuan Triger menjadi seorang pelupa seperti sekarang. Ini baik-baik saja karena Anda melupakan etika di depan saya. Namun bagaimana jika Tuan Triger melupakan sopan santun di hadapan Yang Mulia Raja? Bukankah itu akan menjadi masalah besar nantinya?" Kalista memberi kritik keras. Tubuh kecil yang putih menembakan nada dingin guna memarahi orang lain. Untuk sesaat, semua orang lupa untuk bernafas. Bahkan Devondion yang berpenampilan keras di luar juga cukup tercengang di dalam hati. Pasalnya, ini pertama kalinya Ia melihat keponakan kecilnya mengeluarkan cakar tajamnya yang mungil. Bukannya merasa takut. Dia malah ingin tertawa terbahak-bahak. Dia memang tidak pernah menyukai rubah tua di hadapannya. Jika bukan karena statusnya sebagai pemimpin Kota Luxedon, Ia tak akan repot-repot mengizinkan lelaki tua itu dan putranya untuk menginjakan kaki di Villa Ruli
(Ctakk!!) (Hiya.! hiya.!) Pelacut kuda digunakan untuk mempercepat laju. Nafas terengah milik si penunggang menunjukan keterburuan yang dirasa. Di jalanan sepi, suara keras bergema membentuk kebisingan yang menggetarkan hati.Jendela-jendela tertutup terlihat membentuk gerakan seragam. Mereka yang di dalam, mengintip dari balik tirai. Ingin mencari tahu apa yang terjadi.(Hiya.!) (Hiya.!) Kuda itu terus melaju. Melewati kota utama yang biasanya ramai dengan kerumunan orang. Perjalan itu tak berhenti sampai ujung kota.Setelah beberapa waktu menempuh perjalanan, akhirnya terlihat tempat yang menjadi tujuan. Tanpa mengurangi kecepatan, si penunggang kuda menunjukan lencana hitam kepada penjaga gerbang.Gerbang yang dibuka memperlihatkan apa isi di dalamnya. Kumpulan bunga merah muda terhampar di pepohonan kayu. Seolah menantang putih yang menguasai tanah.(Hihik.. hihikk..) Suara kuda yang meringkik mengindikasikan jika tali kekang kembali ditarik. Kuda berhenti di depan pintu utam
“Maaf atas kekasaran saya, Nona Muda." ucap Tuan Muda Lunox. Manik lavender yang menatap polos tampak tak berbahaya. Namun dalam hati, Kalista tengah mengamati pemuda di hadapannya baik-baik. Seperti cara pemuda itu menilainya secara diam, dia juga melakukan hal yang sama. Di masa lalu, dia memang tak memiliki banyak persimpangan dengan lelaki itu. Saat pamanya ada, para bawahnya memiliki sentimen tersendiri pada keponakan atasannya yang kasar. Hal itu lebih parah setelah kematian pamanya. Terlebih, dahulu dia tak repot-repot menyembunyikan fakta jika dirinya adalah dalang yang menyebabkan tragedi kematian pada atasan yang mereka hormati. Jadi wajar jika mereka tak mau melayaninya sebagai orang yang memegang title calon Duchess selanjutnya. Berdasarkan pengamatan Kalista, pemuda yang dipanggil Tuan Muda Lunox itu memiliki penampilan yang sangat baik. Itu menyenangkan mata dan membuat seseorang ingin menatap lebih lama. Meski memiliki mata merah yang umum, pemuda itu tampaknya mem
(Hihik.. hihik..) Suara kuda yang meringkik menjadi pertanda jika tali kekang telah ditarik.Kereta yang ditransportasikan menggunakan kuda ikut berhenti begitu hewan yang menariknya menghentikan langkah. Pintu kereta yang indah dibuka oleh seorang ksatria muda. Dengan tubuh tegap dan wajah tampan, penampilanya cukup mencolok mata."Selamat datang di pusat keamanan Luxedon, Nona Ruliazer." sang ksatria segera memberi salam begitu si penumpang kereta menampakkan diri.Dengan postur pengawalan yang mumpuni, ksatria muda tersebut membantu nona kecil yang tampak seperti boneka porselen untuk turun. Dan di belakang mereka, seorang pelayan wanita mengikuti keduanya dengan patuh.Tap..Tap..Tap..Begitu Kalista menuruni kereta kuda yang disiapkan oleh pamanya, Ia dapat melihat puluhan orang yang menyambut kedatangannya. Atau bisa dibilang, ingin menghakiminya. Jika tidak begitu, mengapa mereka yang dibayar menggunakan uang pajak tanah milik keluarganya mengarahkan tatapan meremehkan pada T