Share

Bab 3b

Gerakan canggung dengan tubuh besar sebenarnya tak terlalu nyaman. Namun untuk beberapa alasan, hati yang sebelumnya terasa seperti hancur berkeping-keping, kini telah disembuhkan secara ajaib.

"Jangan menangis, Kalista."

"Itu semua salah paman. Seharusnya paman mendengarkan ceritamu terlebih dahulu sebelum membuat keputusan." suara akrab yang ditangkap gendang telinga terasa mengikis hati nurani.

"Apa longsor salju ini juga sesuatu yang kau lihat dalam mimpimu?" pertanyaan bernada lembut diajukan.

Meski dalam kenyataannya, hanya ada ekspresi tajam yang lebih intens yang terlihat. Beruntung si nona kecil telah aman dalam pelukan sang paman. Jika tidak, gadis cantik itu pasti kesulitan menjaga ekspresi tenangnya saat melihat wajah mengerikan wali resminya.

Bagaimanapun juga, meski hanya cerita yang dikarang oleh orang lain, Devondion merasa ingin mencabik seseorang yang mungkin merencanakan pembunuhan kakak dan iparnya. Dua orang yang Ia sayangi dan hormati seharusnya hidup dalam kemuliaan.

Jika memang ada campur tangan seseorang pada kematian kakak perempuannya dan suaminya, dia bersumpah akan membuat hidup mereka lebih buruk daripada kematian.

Sebagai anak yang tidak tahu apa-apa, Kalista hanya bisa menganggukan kepala dalam pelukan sosok jangkung pamanya. Tak lama sampai Ia merasakan belaian halus dari telapak tangan besar yang penuh dengan kapalan.

"Kalau begitu paman akan mendengarkanmu."

"Apakah kau memiliki cara untuk mengurangi dampak kerusakan yang diakibatkan oleh longsoran salju?"

Dengan pertanyaan itu, Kalista dapat memastikan jika rencananya kali ini akan berjalan lancar.

Gadis cantik itu tidak tahu, jika secara bersamaan, Ia juga telah membangunkan singa yang sudah lama tertidur.

***

(Tok.. tok.. tok..)

Ketukan lembut terdengar di ruang minimalis yang cantik. Di setiap rak yang tersedia, terlihat buku-buku ditata dengan rapi. Sofa lembut menempati tengah ruangan. Dengan meja kecil yang telah dihaluskan setiap ujungnya. Menjadikan benda kasar itu kini tampak lembut dan tak bisa menyakiti siapapun.

Kalista meletakan buku yang sedari tadi Ia baca. Setelah mengetahui kebiasaanya mengunjungi perpustakaan setiap hari, pamanya meminta penanggung jawab villa untuk merenovasi tempat itu dengan preferensi anak-anak. Dengan kata lain keamanan, kenyamanan dan keselamatan menjadi prioritas utama dalam pembaharuan ruang penyimpanan buku tersebut.

Meski warna-warni yang digunakan cukup mencolok mata, namun kenyamanan memang telah meningkat pesat. Terlebih dengan pelayan yang dengan sigap membawakan minuman dan cemilan kecil begitu Ia menginjakan kaki di tempat favoritnya.

Itu benar. Sekarang perpustakaan adalah tempat kesukaanya. Karena di tempat itu, Ia bisa mempelajari banyak hal dari setiap buku yang ada. Dan terpenting, dia harus mempersiapkan diri guna pertarungan kata yang mungkin terjadi di kemudian hari.

Dalam kehidupan masa lalunya, Ia adalah anak yang pemalu. Terlebih dengan bekas luka di mata kirinya, itu menjadikan dirinya merasa rendah diri. Tampil di depan umum adalah sesuatu yang mustahil bagi dirinya.

Itu sebabnya dia sangat berterimakasih kepada orang-orang yang mau mendekatinya terlebih dahulu. Ia menganggap mereka adalah orang baik dengan hati yang tulus. Saking tulusnya, sampai berani mengklaim setiap penemuanya sebagai prestasi diri.

Dirinya yang bodoh dengan senang hati membagikan hasil kerja kerasnya kepada orang lain. Berharap orang itu bisa menyampaikan kepada orang lain penemuanya tanpa menghilangkan dirinya sebagai kontribusi utama.

Namun tentu saja, semua tak berjalan seperti keinginanya. Orang baik itu dengan bangga menyatakan hasil penemuan yang Ia sampaikan sebagai prestasi dirinya sendiri. Dengan kata lain, mencuri kerja keras dan usahanya tanpa ragu.

Kali ini, Ia akan memastikan tak ada yang bisa mengambil keuntungan darinya seperti itu. Setiap kali dia mendeklarasikan penemuanya, Ia sendiri yang akan menyampaikan pidato. Dalam pertemuan sosial, dia akan melawan siapapun yang dengan maksud tersembunyi maupun terang-terangan ingin menyerangnya.

Untuk itu, dibutuhkan pengetahuan luas guna membentengi diri. Dan cara tercepat untuk melakukanya adalah membaca, menyerap dan mempraktekan pengetahuan dalam buku yang Ia baca. Setidaknya sebelum dia kembali ke mansion utama di ibukota, Ia harus selesai membaca setiap buku yang ada di perpustakaan pribadinya.

Itu benar. Perpustakaan pribadi. Sebenarnya tidak ada perbedaan besar dengan tambahan kata pribadi itu. Paman yang terlalu menyayanginya itu khawatir konsentrasinya akan terganggu jika terlalu banyak orang yang berlalu-lalang di sekitarnya.

Oleh karena itu, perpustakaan yang sejatinya jarang dikunjungi oleh orang lain itu mendapat aturan baru. Siapapun yang ingin memasuki tempat penyimpanan buku tersebut harus mendapat izin terlebih dahulu darinya. Sungguh pertimbangan yang manis.

Mengapa dirinya yang dulu tak dapat melihat segala perhatian adik dari ibunya itu. Bukankah akan sangat nyaman jika ada orang yang merawatnya dengan penuh pertimbangkan. Mengingat itu semua membuat Ia ingin menampar dirinya sendiri di masa lalu.

(Tok.. tok.. tok..)

Ketukan kedua di pintu kayu membuat Kalista kembali dari segala pemikiran masa lalu.

"Masuk.." gadis berusia sebelas tahun itu memberi izin kepada si pengetuk pintu.

(Ceklek.)

Terlihat seorang pelayan wanita begitu pintu dibuka. Dengan sikap sopan, si pelayan mendekati putri tunggal pasangan Duke dan Duchess terdahulu.

"Ada apa Granet?" Kalista bertanya dengan tenang. Tak ditemukan sikap rendah hati ataupun kesombongan dalam tingkah lakunya.

Gadis cantik itu bertindak seperti seorang bangsawan sejati. Bahkan Ia telah memiliki karismanya sendiri yang membuat orang-orang merasa hormat.

Ada kekaguman tersendiri melihat anak sekecil itu telah mempelajari setiap etika dengan benar. Bahkan, Ia juga terlihat memancarkan aura misterius yang membuat orang-orang sulit mendekat.

Bagai bulan di langit malam. Keindahanya tak dapat dibandingkan dengan bintang-bintang yang bertaburan. Tak tersentuh, namun membuat orang-orang mengagumi dan menginginkanya.

Diam-diam, pelayan senior bernama Greta itu menyembunyikan kekaguman terhadap nona muda yang Ia layani. Sebenarnya, setelah putri Duke dan Duchess terdahulu sembuh dari sakitnya yang parah, banyak orang yang merasa nona muda menjadi anak yang sangat sulit.

Bukan berati sulit dilayani. Hanya saja, para pelayan tak bisa menebak suasana hati sang nona muda.

Hal tersebut membuat mereka merasa was-was dan selalu menjaga sikap di hadapan sang nona muda. Berbeda dengan dahulu dimana mereka masih bisa memberi bujukan kepada seorang anak yang sedang bersedih.

Ada yang berpendapat jika nona muda akhirnya sudah bisa menerima kepergian kedua orangtua nya. Itu sebabnya sikapnya menjadi seperti nona muda sebenarnya dari sebuah keluarga besar.

Ada juga yang beranggapan jika setelah sakit parah, sang nona muda menjadi lebih menghargai hidup nya sendiri.

Apapun alasannya, banyak orang yang sebenarnya diam-diam mengagumi sang nona dan ingin menjadi pelayan ekslusif nya. Termasuk dirinya sendiri. Namun, hal tersebut cukup menjadi rahasia pribadi. Orang lain tak perlu mengetahui nya.

"Lapor Nona Kalista."

"Tuan Devon meminta Anda untuk menemui beliau di ruang kerja." pelayan bernama Greta menjawab hormat.

"Aku mengerti."

"Sampaikan kepada paman aku akan segera kesana." balas Kalista.

"Baik, Nona Kalista."

"Kalau begitu saya permisi." si pelayan membungkuk dengan cara yang santun sebelum keluar dari ruangan.

'Saat ini, hanya ada satu alasan mengapa Paman memanggilku.'

'Dan Itu berarti, sekarang sudah waktunya.'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status