Pinggiran Kota Luxedon. "Apa mereka orangnya?” “Berandalan yang dimaksud oleh Kalista?" gumam Devondion ragu.Kemarin, keponakan kecilnya yang manis meminta dirinya untuk membawa dua lelaki yang tinggal di sekitar pinggiran Luxedon. Gadis cantik itu bahkan memberinya potret lengkap dengan ciri-ciri lelaki yang dimaksud. Meski begitu, keponakanya tidak memberitahu alasan mengapa gadis kecil itu membutuhkan dua lelaki dari daerah kumuh."Apa Kalista baik-baik saja? Dia memang meminjamkan lencana miliknya. Tapi apa gadis itu bisa menghadapi rubah tua seperti Jonathan Triger?""Hah..""Seharusnya sedari awal aku memang mengikuti gadis itu. Putri kakak perempuanya itu sangat cantik, putih dan mungil seperti boneka. Apa yang harus dia lakukan jika ada orang aneh yang ingin mencubit pipi putihnya? Bukankah dirinya akan iri setengah mati?" batin seorang paman yang mengkhawatirkan kesucian pipi keponakanya."Menakjubkan!!”“Hanya dengan menyebarkan rumor seperti itu, mereka membayar kita dua
“Siapa yang berani mengarahkan senjata mereka pada keponakanku!!!” Devondion meraung ganas. Lelaki jangkung itu bahkan tidak membuang waktu untuk menuruni kuda perang miliknya. Melainkan langsung melompat dari atas kuda hitam kesayangannya. Lompatan tinggi itu segera mengantarkan Devondion satu langkah di depan keponakan kecilnya. Melindungi yang lebih muda dari tatapan orang lain. Dia bahkan melirik sejenak untuk memastikan keadaan keponakan kecilnya sebelum kembali memusatkan perhatian pada musuh di depan. Namun dalam prosesnya, Devondion merasakan sebuah tangan mungil yang menggenggam telapak tangan miliknya yang kasar. Sentuhan lembut itu membuat jantungnya hampir berhenti berdetak. Pasalnya, dia khawatir tanpa sengaja akan meremukkan tangan mungil yang sangat rapuh itu. “Paman.” panggilan lembut yang terdengar membuat Devondion kembali mengarahkan tatapannya kepada gadis kecil di belakang. Tak berselang lama, tubuh yang sebelumnya mengarah ke musuh berbalik. Kini, lelaki ber
“Teh ini sangat enak. Berbau harum dan tidak terlalu manis.”“Nona Ruliazer, apa nama teh yang kau sajikan? Aku juga ingin membelinya.” suara ramah seorang gadis muda terdengar. “Itu benar.”“Teh di keluargaku tidak ada yang memiliki rasa seenak ini. Aku juga ingin membeli yang seperti ini.” gadis lain bergaun merah muda ikut berucap. Menghadapi beberapa pasang mata yang menatapnya, Kalista pertama kali tersenyum lembut sebelum menjawab, “Itu adalah teh dari timur yang baru dijual di ibukota.”“Keluarga Ruliazer memiliki koneksi dengan beberapa pedagang. Itu sebabnya kami tetap dapat membelinya meski berada di tempat yang cukup jauh dari ibukota.”“Jika kalian mau, aku akan meminta pelayan untuk mengambil beberapa dari gudang penyimpanan.” ucap Kalista rendah hati. “Benarkah?” salah seorang nona muda tak dapat menahan kegembiraan yang dirasa. Sikap jujur yang penuh kesenangan itu mengabaikan beberapa etiket bangsawan. Setelah sadar ketidaksopanan yang dilakukan, nona muda berponi
“Paman, ingin masuk dan berbincang denganku?” Kalista membuka mulut menawarkan. “Baiklah.” jawaban kaku segera datang. Dua orang itu kini memasuki kamar peristirahatan sang nona muda. Ada sofa panjang di ujung ruangan. Dengan meja kayu yang cantik, tempat itu sengaja disediakan untuk menerima tamu dekat si pemilik ruangan. “Bagaimana perkembangan kasus yang sedang Paman tangani?” tanya Kalista membuka topik pembicaraan. “Itu semua berjalan dengan lancar. ” jawab Devondion. Lelaki itu mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan, “Itu semua seperti yang kau katakan.”“Bangsawan korup yang selama ini bersembunyi di bawah nama Duke Ruliazer telah diberantas. Dalam prosesnya, hampir setengah pengikut terindikasi telah menjalin kerjasama tanpa sepengetahuan kita.”“Paman telah melaporkan kasus ini ke pihak istana. Dalam waktu dekat, akan dilakukan pengadilan berskala besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.” Devondion memberi penjelasan rinci akan apa yang terjadi selama proses penyel
Musim dingin masih berlangsung. Hanya saja, salju mulai mengurangi kehadirannya. Tumpukan putih yang sebelumnya mendiami semua tempat kini berkurang drastis. Hanya menyisakan sedikit yang membuat keindahan tampak lebih menyenangkan mata. Villa Ruliazer. Seperti biasa, tempat yang dilindungi oleh selabung sihir itu masih memancarkan kehidupan musim panas. Bunga-bunga masih bermekaran dengan indah. Bangunan terlihat bersih tanpa satupun noda putih. Di salah satu taman kebanggaan Ruliazer, tampak seorang nona cantik yang tengah membaca sebuah buku. Helai hitamnya berkibar ketika angin berhembus lembut. Gaun lavender yang memukau mengingatkan akan keindahan aurora yang cantik namun penuh misteri disaat bersamaan. Kalista tengah duduk santai sembari membaca buku. Sesekali gadis itu menyesap susu murni yang telah disiapkan oleh pelayan. Kue-kue kecil tampak memenuhi meja bundar milik sang nona muda. Seorang pelayan wanita terlihat berdiri di sisi Kalista. Pelayan itu memiliki rambut co
“Ceritakan lebih banyak.” titah Kalista. “Saya dan keluarga saya berasal dari kota yang cukup jauh. Di tempat kami berasal, pasokan air sangat sedikit. Bahkan mencari makanan juga sulit. Itu sebabnya kami memutuskan untuk pergi ke ibukota dan mencari pekerjaan. Dengan begitu, setidaknya kami tidak akan begitu kelaparan.” Connie mulai membicarakan masa lalunya. “Sayangnya, belum sampai ke ibukota, kami di serang oleh sekelompok bandit. Mereka merampas harta terakhir yang telah kami kumpulkan dengan susah payah. Kemudian, para bandit itu juga membunuh ayah dan saudara laki-laki saya.”“Sedangkan saya dan ibu saya, kami dibawa ke markas mereka. Kami ditempatkan di penjara bawah tanah yang bau dan kotor. Para wanita yang lusuh. Dan penjaga berminyak yang mengerikan. Itu adalah pemandangan yang saya lihat setiap hari.”“Bukan itu saja. Mereka juga melakukan tindakan bejat yang tak termaafkan. Bahkan, ibu saya juga menjadi salah satu korbannya.”“Karena mengalami depresi berat, ibu saya a
“Bagaimana kabar Tuan Muda Lunox selama ini?” Kalista bertanya dengan ringan. “Saya baik-baik saja, Nona Muda. Terimakasih sudah bertanya.” balas Tuan Muda Lunox sopan. Saat ini, keduanya masih berada di taman bunga yang indah. Bedanya adalah, sekarang ada dua cangkir keramik di atas meja. Yang satu berisi cairan putih, sedangkan yang lain adalah coklat yang jernih. Aroma melati dapat tercium dari cangkir yang terletak di depan meja seorang pemuda. “Hm.”“Begitu rupanya.” Kalista menyeruput cangkirnya secara perlahan. “Tolong jangan bersikap terlalu formal, Tuan Muda Lunox. Anda adalah penyelamat saya. Saya pasti sudah menderita luka berat jika tidak ada Anda yang melindungi saya.” lanjut sang nona muda. “Sudah menjadi tugas saya untuk melindungi Anda, Nona Muda.” balas Tuan Muda Lunox. “Seperti rumor yang beredar, Tuan Muda Lunox benar-benar orang yang rendah hati.” Kalista berbicara dengan tenang. “Ngomong-ngomong, Anda hanya pernah mengunjungi Villa Ruliazer di malam hari.
“Kenapa kau ingin bertemu denganku?" Kalista bertanya pada si penyamar. Kali ini, si penyamar tidak langsung menjawab. Ada kekosongan dalam ekspresinya selama beberapa saat. Tapi seolah sudah mengambil keputusan, wajah penuh tekad segera terlihat. “Saya..”“Nona Muda!!” suara teriakan kembali menginterupsi ucapan Tuan Penyamar. Semua orang secara serempak melihat ke arah sumber suara. Dan begitu terkejutnya mereka ketika melihat wajah yang sangat mirip dengan pemuda di samping. Kalista sendiri sudah tahu jika Tuan Muda Lunox yang barusan berbincang dengan dirinya adalah palsu. Namun Ia tak menyangka jika yang asli langsung datang ke sini. “Nona Muda.” dengan kecepatan yang mencengangkan, Tuan Muda Lunox yang asli sampai di samping Kalista. “Tuan Muda Lunox. Sungguh suatu kebetulan.” ucap Kalista sembari melirik si penyamar. “Nona Muda.”“Tolong maafkan kekasaran adik saya. Saya pasti akan menerima hukuman apapun selama Nona Muda mau membebaskan adik saya.” Tuan Muda Lunox seger