Share

Kantor Alice

Alice sedang menyibukkan diri dengan membaca laporan keuangan perusahaannya. Sebenarnya tanpa ia membacanya sekali pun, pasti tidak terjadi hal yang merugikan untuknya. Karena memang semua orang yang bekerja untuknya adalah orang-orang yang jujur. Dan kalau pun ada yang berbuat curang, maka Keenan akan langsung menghabisi orang tersebut untuknya.

Tetapi Alice kali ini tetap melakukan hal tersebut. Bukan untuk mengetahui laporan keuangan perusahaannya. Tetapi untuk menyibukkan diri.

Alice hari ini sama sekali tidak mempunyai kegiatan yang mengasyikkan, jadi ia memilih untuk menyibukkan diri dengan cara datang ke kantor dan membaca semua laporan.

Sebenarnya kalau bisa memilih, Alice bisa memilih pergi ke mall untuk berbelanja barang-barang mewah. Tetapi kegiatan tersebut sudah terlalu membosankan untuknya. Karena beberapa akhir ini, ia sudah berkali-kali berkunjung ke mall besar dan membeli semua barang yang ia sukai. Dan sepertinya tidak ada lagi barang yang incar.

Alice masih memikirkan cara cepat untuk menghabiskan semua uang yang ada di dalam rekeningnya. Karena tidak mungkin ia serahkan kepada orang luar, maka mau tidak mau ia harus menunggu waktu yang tepat untuk menghabiskan semua uangnya. Nah yang ia bingungkan, kapan waktu yang tepat itu?

Saat Alice sedang sibuk memikirkan hal tersebut. Tiba-tiba ada seseorang mengetuk pintunya, membuat semua lamunannya langsung buyar.

"Siapa?" tanya Alice sambil memandang ke arah pintu ruangannya yang masih tertutup.

"Ini saya, Keenan," jawab seseorang dari luar ruangan.

"Masuk."

Pintu ruangannya pun mulai terbuka sedikit demi sedikit. Dan terlihat jelas, Keenan menggunakan setelan jas berwarna hitam mulai memasuki ruangannya.

"Maaf karena telah lancang mengganggu waktu Anda. Tapi ada tamu untuk Anda," ucap Keenan.

"Siapa?" tanya Alice.

"Anak SMA yang kemarin telah menyelamatkan Anda. Sepertinya dia ke sini untuk mengembalikan uang Anda."

"Oh, begitu. Jadi dia tidak terpancing jebakan saya. Hmm, suruh saja dia masuk. Dan kamu tetap berjaga di luar pintu."

"Sesuai keinginan Anda."

Keenan pun keluar dari ruangan Alice untuk menjemput laki-laki yang kemarin telah menyelamatkan Alice dari kedua preman. Sedangkan Alice sedang sibuk menata semua dokumen yang ada di atas mejanya.

Dan tidak butuh waktu lama, akhirnya tamu Alice pun sudah masuk ke dalam ruangan Alice. Seorang laki-laki menggunakan hoodie berwarna biru muda sambil memegangi dompetnya.

"Dalfon, ya," ucap Alice sambil menatap wajah laki-laki tersebut.

Benar, laki-laki itu adalah Dalfon. Laki-laki yang kemarin menyelamatkannya dari dua preman yang sedang mengancamnya. Laki-laki yang sekarang sedang diuji oleh Alice.

"Sepertinya uang Anda masuk ke dalam dompet saya, silahkan ambil uang Anda kembali," ucap Dalfon sambil mengulurkan dompetnya ke arah wajah Alice.

"Uang itu milik kamu. Sebagai imbalan karena telah menyelamatkan saya," ucap Alice tanpa mengambil dompet Dalfon.

"Saya melakukan itu karena saya mau. Saya cuma tidak suka ada laki-laki yang menyakiti perempuan, jadi saya refleks membantu Anda."

"Saya juga tidak suka berutang budi pada seseorang."

"Saya tidak terlalu peduli dengan tanggapan Anda. Yang pasti, saya ke sini cuma untuk mengembalikan uang Anda. Setelah itu anggap saja kita tidak pernah bertemu."

"Baiklah."

Alice mengambil dompet Dalfon. Ia membuka dompetnya tersebut, lalu melihat uang-uang yang ada di dalam dompet tersebut secara saksama.

"Sebenarnya kemarin saya sudah menggunakan satu lembar. Tapi sudah saya ganti. Jadi total nominalnya masih sama seperti yang kemarin. Anda tidak perlu khawatir," ucap Dalfon saat Alice sudah mulai mengambil uang yang ada di dalam dompetnya.

"Kamu gunakan untuk?" tanya Alice sambil menyimpan uang yang sudah ia pegang ke dalam kantong celananya.

"Saya rasa Anda tidak perlu tau untuk apa uang itu saya gunakan."

"Kamu terlalu menutup diri. Padahal kalau pun kamu mengatakan alasannya, saya tidak akan marah."

"Saya anggap itu sebagai pujian. Terima kasih."

Alice tersenyum kecil. Dalfon sama sekali tidak terpancing oleh jebakannya. Dan Dalfon juga sama sekali tidak terpancing oleh ucapannya. Laki-laki tersebut benar-benar tidak mau memasuki dunianya. Laki-laki tersebut selalu berusaha untuk tidak mengikuti permainan kata Alice. Dan karena itulah, Alice kesusahan untuk mencari informasi lebih dalam tentang kehidupan laki-laki tersebut.

"Kamu mau langsung pulang atau mau bicara dengan saya lebih lama lagi?" tanya Alice sambil mengembalikan dompet Dalfon.

"Saya akan langsung pulang. Ada seseorang yang sudah menunggu kepulangan saya," jawab Dalfon sambil memasukkan dompetnya ke dalam kantong hoodienya.

"Kenapa emang kalau kamu di sini lebih lama lagi? Apa ada yang marah?"

"Saya tidak suka membuat orang yang saya sayang menunggu kehadiran saya."

"Orang yang kamu sayang? Kamu sudah punya pacar?"

"Tidak. Orang yang saya maksudkan tadi adalah adik perempuan saya. Adik saya sudah menunggu saya. Jadi saya tidak bisa bermain-main dengan Anda lebih lama lagi."

"Oh, begitu, ya. Padahal masih ada yang mau saya tanyakan. Tapi tidak masalah. Karena cepat atau lambat, kita akan bertemu kembali. Dan saat itu terjadi, saya yakin kamu akan punya banyak waktu luang untuk saya."

"Saya akan pastikan bahwa saat itu tidak akan pernah ada. Kalau begitu, saya pamit undur diri. Terima kasih karena sudah meluangkan waktu untuk saya."

Setelah mengucapkan hal tersebut, Dalfon langsung keluar dari ruangan Alice. Tanpa menghiraukan Alice yang kelihatan masih mau berbicara panjang lebar lagi dengannya.

Saat Dalfon sudah benar-benar keluar dari ruangan Alice. Keenan masuk ke dalam ruangan Alice. Menunggu perintah dari atasannya tersebut.

"Cari informasi tentang dia," perintah Alice pada Keenan.

"Dalfon Zephyrine. Murid kelas dua di SMA Angkasa. Mempunyai adik perempuan bernama Jingga Auretta Eira. Menurut rumor, kedua orang tuanya sudah bercerai. Ibunya pergi ke luar kota untuk mencari uang. Sedangkan ayahnya menghilang entah ke mana. Ada kabar kalau selama ini Dalfon bekerja secara diam-diam untuk memenuhi kebutuhan adik perempuannya. Dan beberapa kali Dalfon terlibat dalam perkelahian dengan para laki-laki yang berusaha mendekati adik perempuannya. Untuk sementara cuma itu informasi yang bisa saya dapatkan. Tapi saya jamin, besok Anda akan mendapatkan seluruh informasi tentang dia," jelas Keenan tentang informasi yang sudah ia dapatkan.

"Tadi dia bilang kalau kemarin ia menggunakan satu lembar uang saya. Tapi dia tidak bilang untuk apa. Kemungkinan dia menggunakan uang saya untuk membelikan kebutuhan adiknya. Kalau memang ibunya mencari uang, kenapa dia kerja untuk memenuhi kebutuhan adiknya?"

"Karena ibunya sama sekali tidak mengirimkan uang untuk mereka. Jadi Dalfon terpaksa bekerja untuk menghidupi dirinya dan adiknya."

"Apa kerjaannya sekarang?"

"Dia tidak punya kerjaan tetap. Tapi kalau memang uang dia sudah habis, dia akan pergi ke pasar untuk membantu para penjual mengangkat barang jualan mereka."

"Kuli panggul, ya. Pantas saja dia bisa buat tangan kamu cidera walau hanya sekali pukul saja."

"Ya, saya sendiri juga kaget saat menyadari bahwa dia punya kekuatan yang sangat besar. Kalau Anda berkenan, saya ingin menjadikan dia anak buah saya. Dengan kekuatannya, dia akan bisa memperketat pengamanan Anda."

"Kamu tidak boleh begitu, Keenan. Dia masih kecil, terlalu dini untuk menjadi anak buah kamu. Ditambah lagi, dia milik saya. Saya tidak akan membiarkan orang lain memilikinya, termasuk kamu."

Keenan tertegun saat merasa ada aura mengerikan muncul dari sosok Alice. Sudah lama sekali ia tidak merasakan aura mengerikan tersebut. Sekalinya aura tersebut muncul, disebabkan oleh Dalfon. Yang berarti Alice benar-benar sudah tertarik dengan Dalfon. Dan sudah bisa dipastikan bahwa Dalfon tidak akan bisa melarikan diri dari Alice.

"Maaf atas kelancangan saya," ucap Keenan sambil membungkukkan badannya.

"Tidak masalah. Asalkan kamu sudah tau batasan kamu. Saya penasaran, apakah dengan adanya di sisi saya, saya bisa merasa puas? Apakah saya bisa benar-benar menemukan sebuah kepuasan yang selama ini telah saya cari-cari?" balas Alice diakhiri dengan sebuah pertanyaan.

"Saya sedikit ragu dengan Dalfon. Pasalnya dia sama sekali tidak tertarik dengan dunia luar. Yang ada di pikirannya cuma adik perempuannya. Jadi kalau pun dia berada di sisi Anda, dia akan tetap memikirkan adik perempuannya."

"Dia seorang kakak. Jadi wajar aja kalau dia selalu memikirkan adiknya."

"Semoga saja begitu, karena saya merasa ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Dan sesuatu yang salah itu seharusnya tidak pernah ada di dalam hubungan kakak-adik."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status