Ansel dan Adit sedang melamun di pinggir kolam pemancingan ikan. Memikirkan tentang bagaimana kemeriahan pesta nanti sore yang akan diselenggarakan di rumah Dalfon. Ya walau pestanya bukan pesta besar-besaran. Tetapi pesta itu adalah pesta yang sangat mereka nanti-nanti sejak dulu, karena di pesta itu mereka bisa sesuka hati membakar ikan yang telah mereka bumbui sendiri.
Memikirkan tentang ikan, sekarang ikan yang sudah didapatkan oleh Ansel dan Adit masih sangatlah sedikit. Kalau dihitung-hitung, saat mereka berhasil mendapatkan dua ekor ikan yang memiliki ukuran lumayan besar.
Tetapi menurut mereka sendiri, dua ekor ikan itu tidak akan cukup jika dibagikan dengan para teman-teman Jingga yang akan datang nanti sore untuk belajar bersama dengan Jingga. Jadi mereka putuskan untuk tetap tinggal di pemancingan ikan tersebut lebih lama dan memancing ikan sebanyak mungkin.
Di tengah-tengah lamunannya, Adit teringat tentang kejadian kemarin malam. Kejadian di mana Dalfon hampir membuka pintu ruangan yang sangat dibencinya. Dan entah kenapa, Adit merasa jengkel saat mengingat kejadian tersebut.
"Kemarin Dalfon hampir aja buka pintu kamar orang tuanya," cetus Adit membuat Ansel langsung sadar dari lamunannya.
"Seriusan kamu?! Kenapa emang?!" tanya Ansel histeris.
"Jangan teriak, Bego! Nanti ikannya lari semua!"
"Oh, maaf-maaf. Kenapa emang?"
"Kayaknya sih dia mau ambil selimut buat bikin tenda kemarin. Tapi untung saja ada aku saat itu, jadi dia tidak sempat buka pintu kamar orang tuanya."
"Cih, padahal kalau memang tidak punya selimut lagi tinggal bilang aja. Kenapa harus sampai mau masuk ke dalam sana coba?!"
"Mungkin dia tidak mau merepotkan kita. Ya kamu tau, lah. Kalau Dalfon tuh orangnya tidak mau bergantung sama orang lain. Dan sampai kapan pun, dia tidak mau sahabat-sahabatnya tau tentang masalah yang sedang dia pendam."
"Masalah keluarga, masalah keuangan. Seharusnya kedua itu tidak seharusnya ditanggung sama murid SMA. Tapi Dalfon bukti bahwa di dunia ini memang tidak adil. Aku masih tidak habis pikir dengan pemikiran kedua orang Dalfon. Kenapa coba mereka tidak pernah kasih uang untuk kebutuhan hidup Dalfon sama Jingga?! Mereka tidak kasian apa sama Dalfon? Dalfon sampai sering bolos sekolah cuma buat kerja. Dan uang yang dia dapatkan itu pun buat Jingga, bukan buat dirinya sendiri."
"Sebanyak apa pun kamu mengeluh, tidak akan bisa merubah takdir. Jadi lebih baik kamu berpikir cara untuk bantu Dalfon daripada mengeluh tidak jelas."
Tentang Dalfon yang bekerja untuk kebutuhan Jingga itu adalah rahasia yang hanya diketahui oleh Ansel, Adit, dan Dalfon sendiri. Jingga sama sekali tidak tau tentang Dalfon yang bekerja. Yang Jingga tau hanyalah setiap awal bulan kedua orang tuanya selalu mengirim uang ke rekening Dalfon untuk kebutuhan mereka berdua, tanpa tau bahwa sebenarnya uang tersebut adalah hasil kerja Dalfon sendiri.
Dan sebenarnya Ansel pernah ingin memberitahu Jingga tentang rahasia tersebut. Tetapi Ansel dicegah oleh Dalfon. Dalfon tidak mau Jingga tau tentang itu semua, karena Dalfon tidak mau membuat beban pikiran Jingga bertambah. Dan Ansel pun mau tidak mau harus menuruti dan memahami perasaan sahabatnya itu. Jadi sampai sekarang Jingga masih belum tau apa pun tentang rahasia tersebut.
"Kayaknya akan menghabiskan waktu yang lama kalau di sini. Bagaimana kalau kita pergi ke pasar aja? Beli ikan yang masih hidup?" tanya Adit sambil bangkit dari posisi duduknya.
"Nah, pintar juga kamu," jawab Ansel sambil menggulung tali pancingnya.
"Tapi jangan sampai Dalfon tau, nanti takutnya dia menggantikan uang kita yang untuk beli ikan."
"Iya-iya. Tidak usah kamu beritahu pun aku sudah paham. Santai aaja kali."
"Tapi kalau kita berangkat ke pasar sekarang, emang tidak ke awalan? Kan bakar-bakarnya masih nanti sore? Ini aja masih jam sepuluh pagi."
"Lah, iya juga. Bagaimana kalau kita ke warnet aja? Main game dulu. Kalau sudah jam dua siang, baru kita berangkat ke pasar."
"Jangan jam dua. Itu masih kesiangan. Bagaimana kalau jam tiga?"
"Lah, nanti kalau ikannya habis bagaimana?"
"Tidak mungkin. Pedagang di pasar punya stok ikan banyak."
Setelah memasukkan alat pancing mereka ke dalam tas, mereka pun melenggang pergi membawa satu ember kecil berisi dua ekor ikan yang berhasil mereka pancing tadi.
Seperti rencana mereka tadi, mereka sekarang akan pergi ke warnet untuk bermain game. Tetapi sebelum pergi ke warnet, mereka akan kembali ke rumah Ansel terlebih dahulu untuk menaruh ikan yang telah berhasil mereka tangkap, baru mereka berangkat ke warnet.
Sedangkan di sisi lain. Dalfon baru saja keluar dari kantor Wi-Fi. Ia baru saja selesai membayar biaya bulanan Wi-Fi yang ada di rumahnya, dengan begini tidak akan ada lagi keluhan adiknya dan ia bisa tenang bermain dengan sahabat-sahabatnya nanti sore.
Dalfon tersenyum kecil melihat dompetnya yang sekarang sama sekali tidak memiliki isi. Sama sekali tidak uang di dalam dompetnya. Yang berarti, ia harus segera berkerja untuk mendapatkan uang tambahan, supaya ia bisa membelikan Jingga selimut baru.
Saat Dalfon sedang fokus dengan dompetnya, ia mendengar ada suara gaduh di gang samping kantor tempatnya berada. Yang bisa ia dengar hanyalah suara laki-laki. Jadi ia sama sekali tidak tertarik untuk ikut campur dalam masalah mereka.
Tetapi saat Dalfon baru saja melangkahkan kaki ke arah motornya yang terparkir di antara dua mobil berwarna putih, ia mendengar ada suara perempuan. Memang benar suara perempuan itu sangatlah samar-samar. Tetapi Dalfon sangat yakin bahwa perempuan tersebut sedang terkena masalah.
Jadi tanpa pikir panjang, Dalfon langsung keluar dari area kantor Wi-Fi. Dan berlari ke arah gang yang tempat kejadian tersebut terjadi. Seperti yang ia duga sebelumnya, ada seorang perempuan yang sedang dikepung oleh dua orang laki-laki.
Dalfon memanglah orang yang tidak mau ikut campur dengan urusan orang lain. Tetapi ia sangat benci dengan laki-laki yang kasar pada perempuan. Jadi kali ini, ia akan ikut campur.
Tanpa pikir panjang, Dalfon melemparkan dompetnya ke arah kepala laki-laki yang sudah mulai bergerak mendekat ke arah perempuan yang menjadi korban. Dan sontak tindakan Dalfon tersebut mendapatkan tanggapan buruk dari kedua laki-laki tersebut.
"Dua lawan satu. Kalau aku menang, perempuan itu jadi milikku," ucap Dalfon sambil melepaskan jaketnya.
"Anak kecil kayak kamu emang bisa apa?" tanya laki-laki yang tadi kena dompet Dalfon.
"Aku lebih suka pembuktian dari pada pembicaraan."
Dalfon langsung menyerang kedua laki-laki tersebut. Dalfon memang kalah jumlah. Tetapi ia menang tenaga dan ilmu bela diri. Bahkan sebelum pertarungan ini, Dalfon pernah bertarung melawan lima orang sekaligus, dan hasilnya Dalfon memang walau ada beberapa luka di tubuhnya.
Jadi pertarungannya yang sekarang bukanlah hal yang berat bagi Dalfon. Bahkan sekarang Dalfon merasa tidak perlu mengeluarkan seluruh tenaganya untuk mengalahkan kedua orang tersebut. Pasalnya sekarang saja ia belum mengeluarkan setengah kekuatannya. Tetapi kedua orang tersebut sudah kewalahan.
Karena memang Dalfon tidak mempunyai waktu yang lama untuk melayani kedua laki-laki tersebut lebih lama, Dalfon memutuskan untuk mengakhirinya dengan sebuah tendangan keras.
Sebuah tendangan keras tepat ke arah perut kedua laki-laki tersebut. Membuat kedua laki-laki tersebut terpental ke arah belakang dan merintih kesakitan.
Dalfon tersenyum kecil saat merasa bahwa ia sudah menang. Tetapi tiba-tiba ia meras ada seseorang yang berdiri di belakangnya. Jadi ia langsung loncat mendekat ke arah perempuan yang ada di hadapannya, memastikan bahwa perempuan itu aman dari orang yang baru saja datang.
Dan firasat Dalfon benar, ada seorang laki-laki datang menggunakan setelan jas berwarna hitam dan sebuah kacamata berwarna hitam.
Tanpa pikir panjang, Dalfon langsung memberikan sebuah pukulan keras ke arah laki-laki tersebut. Dan mata Dalfon membulat sempurna, saat pukulannya dengan mudah dihadang oleh laki-laki itu dengan tangannya.
Saat itu juga, Dalfon langsung sadar bahwa tingkatan laki-laki tersebut jauh di atasnya. Jadi kalau pun ia melawan laki-laki tersebut, ia tidak akan mempunyai peluang untuk menang.
"Tenang, dia ditugaskan untuk menjemput saya," ucap seorang perempuan yang ada di belakang Dalfon.
"Oh, begitu, kah? Kalau begitu, maaf karena saya tadi telah menyerang Anda," ucap Dalfon sambil membungkukkan badannya ke arah laki-laki tersebut.
"Tidak masalah. Terima kasih karena telah melindungi Bos saya," ucap laki-laki yang ada di hadapan Dalfon.
"Saya cuma melakukan apa yang saya mau. Karena Anda sudah ada di sini, saya pamit pergi dulu," balas Dalfon lalu melenggang pergi mengambil jaketnya yang tergeletak di atas jalan.
"Bocah, dompet kamu," ucap perempuan yang tadi diselamatkan oleh Dalfon sambil melemparkan dompet Dalfon.
"Terima kasih," ucap Dalfon sambil menangkap dompetnya.
"Siapa nama kamu?"
"Dalfon Zephyrine. Biasa dipanggil Dalfon."
"Oh, Dalfon. Nama saya Alice Gracia Laurencia. Biasa dipanggil Alice."
"Nama yang bagus. Kalau begitu, saya pamit dulu. Semoga kita bisa berjumpa di lain hari."
Dalfon langsung melenggang pergi ke arah parkiran untuk mengambil motornya yang masih tertinggal di sana. Sedangkan Alice masih diam di tempat bersama pengawalnya.
Sebenarnya Alice tadi sama sekali tidak menyangka bahwa Dalfon akan muncul dan menolongnya. Karena memang sejak awal ia sudah menghubungi pengawalnya untuk datang secepatnya. Tetapi siapa sangka, Dalfon lebih cepat merespon kejadian tadi dan melindunginya sebelum pengawalnya datang.
"Keenan, bagaimana menurut kamu tentang bocah itu?" tanya Alice sambil menatap laki-laki yang ada di hadapannya.
Keenan Ravindra. Itulah nama pengawalnya. Laki-laki tersebut sudah menjadi pengawalnya lebih dari lima tahun. Dan bisa dibilang selain laki-laki tersebut adalah tangan kanannya.
"Laki-laki yang kasar, tapi punya sisi lembut juga," jawab Keenan dengan sopan.
"Perlihatkan lengan kanan kamu."
Saat mendengar perintah itu, Keenan pun langsung menggulung lengan jasnya. Menunjukkan bagian lengan kanannya kepada Alice. Dan ternyata ada sebuah bekas memar, yang sepertinya diakibatkan oleh pukulan Dalfon tadi.
"Pukulannya memang keras, tapi masih perlu dilatih lagi. Mungkin dengan latihan yang tepat, satu tahun lagi laki-laki itu bisa melawan sepuluh orang sekaligus," cetus Keenan sambil membenarkan bagian lengan jasnya.
"Saya sedikit tertarik dengan laki-laki itu," ucap Alice diakhiri dengan sebuah senyuman tipis.
"Kalau begitu, sesegera mungkin saya akan mendapatkan informasi tentang laki-laki itu."
"Tidak perlu. Saya sudah memberikan sebuah jebakan di dompetnya. Kalau memang dia bisa melewati jebakan itu dengan baik, baru kamu cari informasi tentang dia."
"Jebakan? Kalau boleh tau, jebakan apa yang Anda maksud?"
"Kamu tidak perlu tau. Yang penting sekarang, kamu antar saya kembali ke kantor. Ada hal yang harus saya urus."
Sekali saja Alice tertarik sama seseorang, maka orang tersebut tidak akan pernah bisa lepas dari Alice. Bisa dibilang, sekali saja Alice menyukai sesuatu, maka sesuatu itu akan menjadi miliknya, sampai Alice sudah bosan. Dan yang berarti, kalau sekarang Alice sedang tertarik dengan Dalfon, maka cepat atau lambat Dalfon akan menjadi miliknya.
Arasha, Rachel, Gio hari ini akan dilantik sebagai kepala keluarga baru. Arasha sebagai keluarga Mafuyu, Rachel sebagai kepala keluarga Virgo, dan Gio sebagai kepala keluarga Aurora.Seharusnya jabatan kepala keluarga Vinka diberikan kepada Alyssa. Tetapi dengan alasan pribadi Alyssa menolak keras jabatan itu dan memberikan jabatan itu kepada adiknya.Sedangkan Arasha maju sebagai kepala keluarga karena terpaksa. Ia tidak mempunyai kakak ataupun adik. Jadi satu-satunya orang yang bisa memimpin keluarga Mafuyu hanyalah dirinya. Membuatnya tidak mempunyai pilihan lain selain maju sebagai kepala keluarga baru.Sebenarnya ada Langit. Tetapi tidak mungkin bagi Langit untuk maju. Karena berita tentang Noel yang telah dikeluarkan dari keluarga Mafuyu sudah menyebar di masyarakat. Jadi akan menjadi masalah jika Langit yang maju sebagai penerus.Bicara-bicara tentang Langit. Alice sudah mengizinkan Noel, Keenan, dan Langit untuk menunjukkan diri mereka ke de
Semua orang kembali ke rumah darurat yang telah disiapkan oleh pemerintah. Semua orang ingat kalau mereka berada di sana karena rumah mereka hancur lebur disebabkan oleh serangan teroris. Ingatan mereka masih utuh tentang perang itu. Tetapi ada dua keping bagian ingatan mereka yang menghilang. Yaitu tentang pasukan bayangan dan Dalfon.Tidak ada satu pun orang yang bisa mengingat tentang pasukan bayangan. Dengan begitu, semua identitas anggota pasukan bayangan dan semua rahasia yang ada di kamp pelatihan pasukan bayangan akan aman.Dan tentang Dalfon. Diingatan mereka sama sekali tidak ada kenangan dengan laki-laki itu. Seakan mereka tidak pernah bertemu atau bahkan mengenal laki-laki itu.Bahkan Ansel, Adit, Jingga, dan Lucia yang memiliki hubungan erat dengan Dalfon, sekarang sama sekali tidak bisa mengingat siapakah Dalfon yang sebenarnya. Hilangnya Dalfon dari ingatan mereka disebabkan oleh sihir yang Dalfon langsungkan hari itu. Dan sihir itu adalah s
Semua orang dikumpulkan di lapangan latihan. Sudah terhitung seminggu sejak pada pengungsi mengungsi di kamp pelatihan pasukan bayangan. Dan hari ini adalah hari terakhir pada pengungsi di kamp pelatihan. Karena para petinggi sudah memutuskan untuk memindahkan para pengungsi ke rumah darurat sementara yang letaknya tidak begitu jauh dari kota mereka.Para pasukan bayangan sudah lengkap dengan pakaian militer mereka. Dengan upacara perpisahan, mereka akan mengantarkan kepindahan para pengungsi.Tentu saja ada rasa sedih di benak mereka. Karena mereka sudah lama tidak mendapatkan tamu dari luar hutan. Selama ini mereka hanya ada di dalam hutan tanpa tau bagaimana kehidupan dan berita yang ada di luar hutan. Jadi sekalinya mereka mendapatkan tamu dari luar hutan, ada banyak hal yang mereka ingin lakukan bersama. Tetapi sayangnya waktu mereka sekarang telah usai. Semuanya harus kembali ke tempat mereka masing-masing.Kaze mengucapkan sepatah dua patah kalimat di ata
Ansel dan Adit meminum segelas kopi hangat yang tadi sempat mereka bikin di dapur umum. Mereka menikmati kopi itu di sekitar api unggun. Bukan cuma mereka, ada juga Arasha, Alyssa, Lucia, dan Jingga.Mereka berenam sedang menghangatkan tubuh mereka pada malam hari yang dingin ini. Tanpa pembicaraan yang khusus, mereka duduk dan berbicara seadaanya.Rasa canggung memang terasa di benak Adit dan Ansel. Karena kedua perempuan yang sedang bersama mereka adalah para penerus keluarga besar. Yang artinya kedua perempuan itu adalah perempuan terpandang. Bisa bahaya kalau mereka memberikan kesan yang buruk pada mereka.Sedangkan Jingga dengan Arasha masih seperti biasanya. Masih tidak bisa akur dan saling mendebatkan hal-hal yang kecil. Arasha memang selalu bisa mengalah terhadap kemauan dan pola pikir Dalfon. Tetapi ia tidak mau mengalah untuk perempuan itu. Walau pun semua orang mengatakan kalau perempuan itu adalah adiknya Dalfon, ia tidak akan pernah mau
Malam harinya Dalfon tidak bisa tertidur. Tidurnya pada siang hari sangatlah pulas. Sampai-sampai saat malam hari tiba, ia sudah tidak bisa merasakan mengantuk lagi.Dalfon yang tidak tau harus apa hanya bisa duduk di balik pintu sambil memandangi sepatu kerjanya yang masih terlihat sangat bersih. Padahal setahunya, saat ia terakhir kali ia menggunakan sepatu itu, sepatu itu penuh dengan lumpur. Tetapi kemarin saat ia melihat sepatu itu di dalam kamarnya, sepatu itu sudah sangat bersih seperti sepatu baru.Dalfon langsung menurunkan sepatunya yang sedang ia pegang saat ia merasakan seseorang mendekati gudang tempat ia dihukum. Kalau dari firasat, Dalfon yakin kalau orang itu bukanlah Kaze ataupun Arisha. Karena tidak mungkin ia dibebaskan dari hukuman secepat itu.Dalfon bisa merasakan kalau pintu gedung sedikit bergetar. Tanda kalau orang yang ada di luar sana sudah mulai menyentuh pintu itu. Tetapi sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa kunci gudang aka
Apel selesai. Semua pengungsi diperbolehkan untuk kembali ke pengungsian. Dan ada beberapa orang yang masih bertahan di lapangan hanya untuk menghabiskan waktu mereka lebih lama. Mungkin di pengungsian terasa sangat membosankan. Makanya mereka ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi di lapangan bersama dengan para pasukan bayangan yang kali ini dibebaskan dari tugas.Benar, pasukan bayangan bebas dari tugas. Kalau ditanya kenapa bisa bebas tugas, karena para petinggi sedang sibuk-sibuknya mengurus pembangun kembali kota yang sudah hancur. Sampai-sampai lupa memberikan perintah pada pasukan bayangan.Ada sekelompok pengungsi yang terdiri dari tujuh orang mendekati perwira tinggi yang sedang mengarahkan salah satu anak buahnya untuk segera mempersiapkan sarapan untuk para pengungsi.Kelompok itu terdiri dari Ansel, Adit, Jingga, Alyssa, Arasha, dan Vedora. Ansel menepuk pundak perwira tinggi saat posisi mereka sudah dekat. Perwira tinggi yang saat itu sedan