Ciruz City, 11.45 pm.
Malam semakin larut, sebuah klub malam di kota Ciruz justru malah semakin ramai. Salah satu klub yang memang sudah diincar oleh polisi. Klub itu sering sekali dijadikan area jual beli narkoba dan tempat mangkalnya para teroris beserta antek-anteknya. Han Yura adalah salah satu wanita panggilan yang sedang bersenang-senang di klub malam tersebut. Dia datang bersama seorang gembong narkoba. Namun, kekasihnya Peter ikut serta berada di klub malam tersebut. Floor dance dipenuhi dengan orang-orang yang sedang berdansa, gemerlap lampu mengikuti alunan musik membuat semua yang ada di lantai dansa menikmatinya. Han Yura wanita yang mempunyai postur tubuh seksi dengan tinggi 165 cm itu menikmati kebersamaannya dengan Eduardo. Gemerlap kelap kelip lampu disko menambah suasana semakin erotis. Berbeda dengan keadaan di luar klub malam tersebut. Di luar tampak sebuah mobil van berwarna putih berisi empat orang polisi sedang memantau keadaan tempat itu, beberapa di antaranya sedang menyamar dan memantau di dalam klub malam. Mereka memata-matai Eduardo dan Yura. Seorang pemuda yang berpakaian seperti pelayan klub malam mendekati Eduardo yang sedang duduk, dia terlihat berbisik-bisik dengan Eduardo. Han Yura hanya memperhatikan keduanya tanpa dicurigai oleh mereka berdua. Setelah berbisik-bisik dengan Eduardo pemuda itu pun berdiri dengan membawa sebuah tas berukuran sedang. Dia berjalan menuju ruang ganti dan memasukkan tas itu ke dalam loker, lalu setelah itu dia kembali ke floor dance. Danny merogoh sakunya mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi anak buahnya. Pria ini adalah Kapten dari rombongan yang sedang mengintai klub malam tersebut. "Hei, kalian di mana" tanyanya. "Kami sedang memutar, Pak. Sebentar lagi kami akan sampai," ucap seorang anak buahnya dari seberang. Danny pun menyalakan lampu di dalam mobil van yang berisikan empat orang. Dia menatap satu persatu anak buahnya dengan seksama. "Bersiaplah kalian. Kita akan masuk," perintahnya. Anggota yang lain membangunkan beberapa anggota polisi yang sedang tertidur. "Ayo, bersiap. Dua orang berjaga di depan dan yang lainnya berjaga di tangga. Paham!" titah Danny. "Siap!" jawab mereka serempak. "Kalian harus bekerja sama. Kepung dia dan jangan melakukan secara individual. B*jing*n itu sangat kuat." "Jika ada apa-apa, mintalah bantuan yang lain." "Siap!" Mereka segera menyiapkan beberapa senjata mereka masing-masing. "Ayo, cepat. Lekas kita bergerak dan kita akan akhiri dua bulan pengintaian kita," perintah Danny sambil mengarahkan kayu pada kedua anggota polisi yang lain. Danny segera mematikan lampu tengah mobil van tersebut. Han Yura turun di floor dance dan dia menarik begitu sangat seksi dan erotis. Wanita itu mencoba mengalihkan perhatian seorang pemuda yang menggunakan pakaian seperti pelayan klub. Wanita itu mulai menggodanya, memancingnya agar pemuda itu mau mendekat ke arahnya. Akan tetapi Eduardo mendekatinya dan di sisi lainnya seorang petugas yang sudah memata-matainya menghubungi Danny untuk melaporkan kejadian di dalam klub. "Lapor, pak. Dia sudah bergerak mendekat," ucapnya. "Cepat tangkap dia. Jangan hiraukan anak buahnya. Pastikan transaksinya berjalan terlebih dahulu. Paham!" "Siap Pak!" Danny dan yang lainnya segera turun dari mobil dan bergerak. Eduardo tampak sedang menghubungi seseorang. Setelah beberapa menit, mendekatlah seorang pria menggunakan jaket hitam dan bertopi. Dia menyerahkan sebuah tas warna hitam kepada seorang pemuda yang duduk dekat Eduardo. Tas berwarna hitam tersebut pun sudah berpindah tangan. Pemuda tersebut segera mengambil tas itu dan beranjak meninggalkan tempat tersebut. Danny yang mendengar laporan tas sudah berpindah tangan dengan segera mengerahkan anak buah untuk masuk ke dalam klub tersebut. Sedikit keributan terjadi di pintu masuk karena para penjaga klub tidak mengizinkan mereka untuk masuk dan akhirnya mereka masuk secara paksa. Lain halnya di ruang ganti, Yura bersembunyi di sebuah lemari baju tanpa pintu. Seakan dia tahu jika pemuda tersebut akan masuk ke dalam ruang ganti. Tepat sekali dugaan Yura, pemuda yang memakai jaket hitam dan bertopi masuk dan dia cepat-cepat berganti pakaian. Pemuda itu sedang fokus dengan ponselnya untuk menjawab sebuah panggilan masuk. "Sudah ku dapatkan barangnya. Akan kubawa barang itu keluar sekarang," ucap pemuda tersebut. Saat ada kesempatan dan pria itu lengah. Han Yura keluar dari persembunyiannya, dengan berjalan pelan-pelan mendekati pria tersebut. Yura membawa sebuah alat kejut listrik yang sudah dia siapkan. Saat pria tersebut sedang melepas bajunya, Yura langsung mengarahkan alat tersebut ke punggung pria itu. Seketika pria tersebut tersengat listrik lalu pingsan menubruk pintu loker dan akhirnya tergeletak di lantai. Yura dengan cepat meraih tas tersebut, membuka tas itu dan langsung memeriksanya. Ketika dia sudah menemukan barang yang dia cari dan dia pun mengeceknya kebenaran barang tersebut. Yura segera pergi dari ruangan ganti tersebut meninggalkan seorang pria yang sedang pingsan. Di sisi lain, di dalam klub Eduardo yang sudah merasa transaksinya sudah berhasil segera meneguk segelas alkohol dan beranjak pergi meninggalkan tempat duduknya. Seperti biasa, mata-mata anggota polisi tersebut melaporkan pada Danny. "Si gendut itu sudah bergerak," katanya. "Apa yang harus aku lakukan?" lanjutnya. "Kau yakin tentang transaksinya?" tanya Danny. "Ya, aku melihatnya sendiri," jawabnya masih membuntuti Eduardo. "Lalu kenapa dia tidak segera keluar?" Danny masih terus menanyakan kebenaran akan transaksi tersebut. "Sudah kubilang aku melihatnya sendiri, transaksi itu benar-benar terjadi," ucapnya kekeh sambil berbisik-bisik mendekatkan ponselnya dan dia pun masih terus membuntuti Eduardo. "Aku sergap atau tidak?" lanjutnya. "Jangan sampai di pintu keluar, tamatlah sudah," ucapnya meninggikan suaranya hingga Eduardo menoleh ke arahnya dan dia buru-buru bersembunyi. "Pak, perintahkan sesuatu padaku," teriaknya dengan menekan kata-katanya sendiri. "Tangkap dia sekarang," perintah Danny. Beberapa anak buat Danny langsung mengeluarkan senjata dan menghampiri Eduardo. Namun, karena badan Eduardo sangat besar, anak buah Danny kalah. Eduardo melemparkan salah seorang yang mencoba berusaha memukulnya dengan kayu ke arah kaca. Pyaaaarr!!!! Kaca pecah dan beberapa pengunjung klub berhamburan keluar. Terjadilah perkelahian di klub tersebut. Eduardo membanting beberapa anggota polisi sampai ada yang pingsan. Danny yang melihatnya langsung menyambar sebuah botol, membuang isi botol tersebut sembari berjalan ke arah Eduardo. "Hei, Eduardo b*ngs*t!" teriaknya kemudian memukul kepala pria berbadan besar itu dengan gelas yang dia pegang. Ternyata pukulan itu sama sekali tidak berpengaruh walaupun kepala si pria tambun itu berdarah. "Cepatlah. Jangan membuatku untuk menunggu lebih lama lagi. Ada banyak cemilan yang menunggumu di kantor," ucapan Danny sedikit meledek. "B*jing*n!" teriak Eduardo keras mendekati Danny dan langsung memukul Danny tepat di perutnya, akan tetapi Danny menangkisnya dan segera mengunci tubuh Eduardo. Segeralah di banting tubuh itu di meja kaca hingga seorang Eduardo pingsan. "Menyusahkan saja!" ujar Danny mengelap peluhnya.Shin Alex menghentikan langkahnya, pria itu paham dengan suara itu. Kemudian dia memutarkan badannya dan mendapatkan Yona berdiri tidak jauh darinya. Alex memasukkan kedua tangannya ke saku."Kau melihat semuanya?" tanya Alex datar sambil melangkah mendekat."Be-berhenti di sana," ucap Yona sambil mundur beberapa langkah ke belakang."Kenapa? Kau merasa takut?" tanya Alex tanpa mengeluarkan ekspresi sama sekali. Alex terus melangkah mendekati Yona yang semakin ke sini, wajahnya semakin pucat."Ja-jangan men-dekat," seru Yona sambil mengangkat tangan kanannya. Kedua bahunya bergejolak naik turun dan kedua kaki Yona tidak bisa diam. "A-aku tidak sengaja melihatnya. Aku hanya lewat karena ingin ke rumah Zea. Jadi tolong, siapapun kau——entah mafia atau sejenisnya. Aku mohon, tolong lepaskan aku. Aku janji tidak akan menceritakan atau melaporkan pada siapapun," ujar Yona agar Alex iba padanya.Namun, ternyata Alex malah tersenyum mengejek. Tangan kanannya terangkat dan mengurut pelipisnya.
Tubuh Yona membeku. Wanita itu mematung, dan jantungnya berdegup lumayan cepat. Suara itu benar-benar membuatnya ketakutan. Yona trauma dengan kejadian waktu itu. Untung bungkusan yang dia pegang tidak dijatuhkan."Balik badan sekarang!" bentakan itu membuat Yona menelan saliva-nya. Dengan gemetaran dan pelan Yona membalikkan badannya sambil menutup kedua matanya.Perlahan Yona membuka matanya, akan tetapi dia menjadi bingung.Wanita itu bingung karena tidak ada siapapun saat Yona membalikkan badannya."Lalu?" Kembali Yona mendengarkan suara itu. Wanita itupun mencari arah datangnya suara tersebut.Ternyata setelah dicari, Yona menemukan Alex sedang dihadang oleh tiga orang pria. Entah itu preman atau apa Yona tidak tahu pasti. Yang jelas Yona pun mengira jika Alex juga seorang preman.Yona memperhatikan mereka dari jarak sekitar kurang lebih 4 meter. Yona benar-benar mencari aman. Wanita itu tidak ingin ikut campur lebih dalam. Tujuan Yona hanya ingin ke rumah Zea, tapi apesnya wani
Tangan itu terlepas saat Alex menatap tajam ke arahnya. Pria jangkung itu mundur beberapa langkah dengan ekspresi bingung dan ketakutan."Ma-maaf, jika tuan hanya ingin meminta uang——itu percuma, karena belum ada satu pun pelanggan yang datang ke sini hari ini. Tuan-lah orang yang pertama datang ke sini. Aku kira tuan akan——ah, sudahlah." Pria jangkung itu tidak melanjutkan bicaranya. Dia membalikkan badannya dan merapikan boneka-boneka di sana."Apa kau menganggap-ku seperti preman yang akan menarik uang?" Alex menatap pria jangkung itu."Tidak. Bu-bukan begitu," sahut pria jangkung tersebut dengan mundur beberapa langkah dan menggerakkan kedua tangannya."Lalu?" Pria jangkung itu kebingungan akan menjawab apa, karena tatapan Alex yang mengintimidasi sehingga membuatnya tidak mampu berkata apapun."Maling! Maling!" Dari kejauhan seorang wanita berteriak dengan sangat keras dan lantang.Alex dan pria jangkung itu keluar dari toko dan menoleh ke arah datangnya suara. Dari kejauhan tam
Sehari sebelumnya.Kejadian heboh terjadi di ruang kelas Zea. Lily berteriak, dia tatrum kehilangan barang. Yona sampai mendatangi Lily dan menenangkannya. Wajah Lily basah oleh air matanya sendiri."Ada apa?" tanya Yona sambil membelai rambut Lily."Hiks ... Bu Yona, mp3-ku hilang———hiks," isak Lily."Mp3?" kata Yona mengulang. Lily mengangguk tanda menjawab. Sebenarnya Yona mengulang kata-kata itu karena merasa heran pada Lily. "Lily, kenapa kau membawa mp3 ke sekolah?" sambungnya bertanya.Lily terdiam menatap wali muridnya itu, lalu dia menatap teman-temannya yang lain. Mereka semua sedang memperhatikan Lily dengan tatapan aneh. Tidak terkecuali dengan Anthony dan Simon.Lily menundukkan kepalanya, karena tahu dia salah. "Maafkan aku, Bu Yona. Aku tahu, aku salah."Yona berdiri dan menatap semua muridnya. "Kalian ada yang tahu mp3 milik Lily?" Semua murid menggelengkan kepalanya, termasuk Zea yang berdiri di deretan bangku belakang."Mungkin Lily teledor dan lupa naruh, karena ke
Olivia kembali datang menemui Benigno. Kali itu dia datang membawa empat orang anak-anak yang berusia sekitar 10 tahunan. Wanita itu langsung menyerahkan anak-anak itu pada Benigno."Hanya empat?" tanya Benigno.Olivia tersenyum menanggapi pertanyaan Benigno. "Kau tahu apa pekerjaanku?" "Yeah, aku tahu. Aku rasa empat juga sudah lebih dari cukup," balas Benigno."Jangan karena hal sepele seperti ini kerjasama kita bubar, Ben. Dari dulu kau kan tahu pekerjaanku apa,' ungkap Olivia."Aku tahu soal itu. Terima kasih sebelumnya."Olivia pun segera berpamitan pada Benigno dan empat orang anak itu langsung dijadikan satu dengan anak-anak lainnya.Sebagian ada yang sudah mulai dipekerjakan yang tentunya mereka pun tidak tahu itu barang apa. Mereka hanya mematuhi dan melaksanakan perintah. Ada yang menimbang, ada pula yang membungkus dalam bentuk kecil, sedang, dan lumayan."Sebenarnya ini apa?" cicit seorang anak."Ssstt, diam. Jangan banyak tanya, nanti bisa jadi kau akan dimasukkan ke dal
Olivia tersenyum sambil berjabat tangan dengan Benigno. Telah disepakati oleh mereka berdua. Olivia sendiri juga punya banyak bawahan yang tentunya bisa membantu eksekusi pekerjaan Benigno jika dibutuhkan.Baru kali itupun Benigno meminta bantuan pada Olivia. Padahal sebelumya Benigno pantang meminta bantuan."Ben, aku yakin kau pasti akan tertarik dengan tawaran ku yang satu ini," pancing Olivia, akan tetapi Benigno belum memberikan respons.Benigno menatap Olivia dengan tatapan penuh tanya, "Tawaran?" Mulai tertarik, tapi sebentar kemudian berubah pikiran."Ok. Jika kau berubah pikiran, beri kabar padaku," balas Olivia.Olivia pun beranjak dan ingin segera pergi, karena wanita itu pun ada beberapa urusan yang harus diselesaikan.Bukan hal mudah memang jika menjalin kerjasama dengan orang yang sudah lama malang-melintang di dunia hitam, karena kerjasama itu akan menguntungkan atau justru merugikan. Benigno dengan narkobanya, sedangkan Olivia dengan klub malamnya serta jual beli anak-