“Serbuk racun ini berasal dari jamur langka yang hanya ditemukan di wilayah Zijian,” ucap Yu Yong.Yuwen mengangguk. “Itu tidak berarti Permaisuri Sun Li Wei terlibat. Meski harganya mahal, bubuk ini diperdagangkan bebas. Aku ragu jika Hui Fen mampu membeli sebanyak itu.”“Selir Hui Fen menghadap,” teriak penjaga, diikuti kedatangan Hui Fen bersama seorang pelayan yang membawa baki berisi poci dan cawan porselen.“Hamba menghadap,” ucap Hui Fen.Yuwen melirik Yu Yong, yang segera bangkit dan mundur dengan hormat.“Sajikan tehnya.”“Baik, Yang Mulia.”Pelayan itu meletakkan baki di meja dan mundur beberapa langkah, sejajar dengan Yu Yong.“Yu Yong, bagaimana keadaan luka di leher Xiumei? Syukurlah istriku tidak menjadi korban racun itu.”Tangan Hui Fen yang hendak menuangkan teh terhenti sejenak. Ia menunggu Yu Yong memberi komentar pada pernyataan Yuwen.“Kondisi Xiumei sudah membaik,” jawab Yu Yong.“Bagaimana dengan penyelidikan? Apakah pelayan itu sudah mau bicara?”“Iya, Yang Muli
"Yuwen! Kita harus bicara! Kau harus jelaskan padaku? Mengapa kau melibatkan Xiumei dalam penyelidikan sedangkan aku tidak?! Jelaskan! Semuanya!”Yuwen tersenyum, baru kali ini ia senang mendengar suara protes nyaring Jiali makin dekat, seolah ada harapan tipis ia akan selamat.Langkah kaki Jiali terdengar cepat, suara sepatu yang menghentak keras di lantai marmer ruangan itu menggema. Jiali masuk dan langsung dikejutkan oleh pemandangan yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya.Yuwen terkapar di lantai, tubuhnya terkulai lemah dengan darah menetes dari lengan kiri. Wajahnya pucat, napasnya terengah-engah, dan matanya sesekali terpejam, seolah ditelan rasa sakit yang luar biasa. Jiali terdiam sejenak kemudain berlari mendekat, terjatuh di sisi Yuwen, gemetar saat meraih tubuhnya yang mulai mendingin."Yuwen!" suaranya tercekat, gemetar saat menyentuh kulit Yuwen yang sudah semakin dingin. "Apa yang terjadi padamu?" tanyanya panik.“Aku akan segera menepati janjiku.”Jiali tersentak.
Jiali duduk di sisi tempat tidur Yuwen, menggenggam tangan suaminya yang dingin dan lemah. Bekas luka di dada Yuwen masih segar, terlihat samar darah di bawah perban yang terikat dengan hati-hati. Hening malam terasa begitu pekat, hanya diiringi suara napas Yuwen yang berat dan perlahan. Jiali menatap wajah suaminya.Rasa penyesalan membola nyata. Mengisi tiap ruang dalam sanubari Jiali. Jiali takut, Yuwen tidak akan membuka matanya lagi.“Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Jiali pada dirinya sendiri. Tidak ada yang mendengarnya, tetapi pertanyaan itu seperti satu teriakan dalam telinga Jiali.“Nyonya.” Jiali menoleh, melihat Yu Yong memberi hormat dengan sopan. “Nyonya, silakan kembali. Saya akan tetap berjaga. Tuan Sanlao sudah mengobati Yang Mulia dan mengatakan bahwa Yang Mulia akan segera sadar,” lanjut Yu Yong, berusaha membujuk Jiali dengan lembut.Dengan hati-hati, Jiali berdiri dan merapikan selimut Yuwen. Sejenak Jiali terdiam menatap Yuwen. Ia harus berpikir cepat. Mengan
Langkahnya jelas terburu-buru. Jiali ingin berlari, melepaskan dirinya dari kenyataan yang terus membebani. Berurusan dengan keluarga kerajaan memang tidak akan membuat hidupnya berada dalam satu kata tenang.Yuwen terluka oleh keluarganya sendiri. Orang yang berbuat membunuh Yuwen bukanlah orang asing. Orang itu adalah kakak Yuwen sendiri. Meski kakak tiri, tetap saja Yunqin adalah kakak Yuwen.Itu terlalu kejam dan Jiali menjadi penyebab Yunqin melakukan kekejaman itu. Setiap kali Jiali teringat bagaimana wajah Yuwen terbaring tak berdaya, darah yang mengalir di tubuhnya, hati Jiali semakin teriris. Seharusnya pernikahan ini tidak pernah terjadi. Seharusnya meski menengtang titah kaisar, Jiali bisa membatalkan perjodohannya dengan Yuwen.Yunqin ingin Jiali berada jauh dari Yuwen. Baik, ia akan mengabulkannya, tetapi untuk kembali ke sisi Yunqin … bagaimana Jiali bisa melupakan malam itu? Pertengkaran penuh darah itu? Bagaimana ia bisa melupakannya? Yunqin yang tidak pernah ia duga
Jiali terus berlari, sekuat tenaga, meskipun kakinya terasa lemas dan gaunnya semakin membebani langkahnya. Setiap suara di hutan menjadi semakin mengerikan—ranting patah, daun bergesekan, dan napasnya yang terengah-engah seolah menjadi bagian dari kegelapan itu. Ia merasakan ada sesuatu yang mengikuti, mendekat, semakin dekat.Instingnya semakin tajam, dan tanpa disadari, ia berlari lebih cepat, menembus kegelapan dengan tubuh yang hampir terjatuh. Di tengah kebingungannya, pikirannya terus berputar. Wajah Yuwen adalah yang pertama kali tergambar dalam benaknya. Suara langkah berat terdengar semakin jelas.. Dada Jiali sesak, napasnya terputus-putus. Matanya terus melirik ke belakang, tetapi tidak bisa melihat jelas apa yang mengejarnya. Hanya bayangan besar yang bergerak cepat, semakin mendekat, dan semakin menekan rasa takutnya.Tiba-tiba, ada sebuah suara rendah mengerikan yang terdengar tepat sangat dekat di belakangnya. Sesuatu yang besar, seperti hewan buas. Terdengar mencakar
Setibanya di kamar, Yuwen membuka pintu dengan kakinya. Xiumei dan Yu Yong menyambut dengan cemas. Yuwen membaringkan Jiali di atas pembaringan.Yuwen coba mengatur deru napasnya sementara matanya terus mengamati wajah pucat Jiali. Dahi Jiali tampak memar dengan bekas darah kering yang tampak jelas. Noda darah di pakaiannya yang robek membuat Yuwen mengepalkan tangan. "Yu Yong!" Yuwen memanggil dengan nada mendesak. “segera panggil Wang Sanlao!”"Baik, Yang Mulia,” jawab Yu Yong yang segera berlari keluar.Yuwen kembali menatap Jiali. Tangannya dengan lembut menyelipkan rambut yang berantakan dari wajah Jiali.Tangisan Xiumei membuat Yuwen menoleh. “Xiumei, cepat bawakan pakaian untuk Jiali.”Xiumei menyeka air matanya. “Baik, Yang Mulia.”Beberapa saat kemudian, Wang Sanlao tiba, membawa kotak obatnya. Ia melangkah dengan cepat ke arah Yuwen dan langsung memeriksa Jiali tanpa banyak berkata-kata.Yuwen berdiri di sisi tempat tidur, memperhatikan setiap gerakan tabib itu. "Bagaimana
Kaki Yuwen melangkah mantap menuju taman utama, melewati paviliun utama dan paviliun Jiali. Di tengah perjalanan, ia berhenti sejenak dan duduk di bangku panjang gajebo berubin hijau, atap merahnya membingkai langit biru yang cerah. Di bawahnya, kolam tenang lotus membentang. Aroma bunga yang menyegarkan itu, bahkan tak mampu mengusir pikirannya. Ucapan Jiali yang didengarnya terus terngiang di telinga.Aku tidak menginginkan pernikahan ini karena bagaimanapun Yuwen adalah adik dari Kakak Yunqin, aku yakin kalau aku akan menyusahkan semuanya.Yuwen menarik napas panjang. Berbagai pertanyaan menghampirinya dan yang paling mengganggu adalah satu pertanyaan. Apakah Jiali akan menerima pernikahan mereka bila Yuwen bukanlah adik Yunqin?Ia tahu betul bahwa Jiali juga bukanlah pilihan yang diinginkannya, tetapi mengapa hati ini terasa nyeri? Perjodohan ini adalah keputusan yang diambil semata-mata karena perintah Kaisar, bukan keinginannya. Tak ada emosi yang melibatkan hati, hanya kewajib
Setelah Lu Nan pergi, Yuwen tetap berdiri di sana, matanya terfokus pada tempat kosong yang ditinggalkan oleh bupati itu. Tak lama setelahnya, ia mendorong cawan yang ada di meja dengan ujung jarinya. Cawan itu terguling, jatuh ke lantai dan pecah. Suara pecahnya porselen itu mengisi ruang taman yang sunyi.Ia tahu, kondisi dirinya sama dengan Lu Nan. Setiap gerakannya diawasi. Bahkan, sekarang tak hanya oleh Wei Junsu, tetapi juga oleh Yunqin. Semua langkahnya harus penuh perhitungan. Bila sedikit saja ada kesalahan, maka setiap keputusan yang ia buat, setiap kata yang diucapkan, pasti akan berbalik menekan dirinya.Pandangan matanya tanpa sengaja tertuju pada paviliun Jiali. Entah kebetulan atau Dewa sengaja merancangnya. Mata Jiali juga balas menatapnya dari jauh. Sejak kejadian kemarin, Jiali memang sudah kembali ke paviliunnya dan, mereka belum bertemu. Jiali tampak tersenyum ceria sembari melambaikan tangan lalu keluar dari paviliunnya.“Yang Mulia, Tuan Lu Nan sudah meninggalka
Suara denting lonceng pengiring kereta klan Mei mulai terdengar mendekat. Pelayan-pelayan berdiri berbaris di sepanjang jalan utama menuju aula penyambutan, lentera-lentera digantung tinggi. Pantulan cahayanya tampak berkilau di permukaan batu dan logam.Permaisuri Agung telah berdiri di ujung tangga utama. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya memperhatikan tiap-tiap wajah di sekitarnya.Di sisi kirinya berdiri Sun Li Wei, sang menantu mengenakan jubah hijau zamrud dengan perhiasan juga mahkota di kepala. Sementara di sisi kanan, sedikit lebih jauh, berdiri Jiali—istri sah Yuwen, wajahnya menyiratkan keteguhan sekaligus ketegangan.Yuwen berdiri setengah langkah di belakang Permaisuri Agung. Mengenakan pakaian kebesaran resmi berwarna gelap, dengan bordir naga hitam di ujung lengan yang selaras dengan Jiali. Sikapnya tetap tenang, nyaris beku, tetapi tatapannya sesekali melirik ke arah Jiali.Kereta utama berhenti tepat di depan tangga. Tirai disibak pelan, dan dari dalam keluar seo
“Sungguh? Aku menyebutnya begitu?” Xiumei mengangguk, “Apa … dia marah?” Kali ini Xiumei tidak berkomentar bahkan tidak memberikan reaksi apa-apa. Jiali mendesah, terdiam sesaat lalu melipat lengan di atas dada. “Ah, sudahlah, dia memang bedebah sialan. Seharusnya dia minta maaf padaku atau setidaknya menjelaskan tentang alasannya dia tidak mau membatalkan pernikahannya dengan Qilan. Xiumei, apa kau sudah mencari tahu siapa Mei Qilan?” Xiumei mengangguk kecil. Tangannya bergerak ke sisi pinggang, menarik selembar catatan kecil yang terselip rapi di balik ikat kainnya. Ia membukanya perlahan dan mulai membaca dengan suara pelan, tetapi jelas. "Mei Qilan. Putri dari Klan Meiyang. Klan tua yang dulu dikenal sebagai pelindung utara kekaisaran. Dia adalah perempuan pertama yang diizinkan mengikuti pelatihan militer penuh di keluarga itu, tapi juga yang pertama diusir." Jiali mengangkat dagunya sedikit. "Kenapa?" "Karena dia membentuk kelompok sendiri tanpa izin. Pasukan yang tidak tun
“Nyonya ingin mandi dulu atau langsung beristirahat?” tanya Xiumei berjalan pelan ke sisi Jiali.Jiali tak menjawab. Ia duduk di kursi rias. Matanya kosong menatap ke depan.Xiumei melepaskan jepit-jepit di rambut Jiali, bertanya lagi, “Kudapan malam, Nyonya? Dapur menyiapkan sup kacang merah.”Masih tak ada suara.Xiumei menggigit bibir. Berpikir apakah Jiali masih syok karena tadi ikut melihat proses persalinan. Ia beringsut, mencoba menawarkan lagi, “Kalau begitu, hamba ambilkan teh hangat—”“Pergilah, Xiumei.” Suaranya pelan, tetapi cukup untuk membuat Xiumei membeku. Xiumei memberi hormat. “Baik, Nyonya.”Langkahnya perlahan menjauh, pintu ditutup tanpa suara.Jiali masih diam di tempat. Menatap ke arah cermin di hadapannya. Namun, refleksi yang tampak bukan pantulan bayang dirinya.Yang dilihatnya adalah wajah Zili. Mata lelaki itu basah oleh rasa takut kehilangan, mencengkeram kedua tangan Qing An seolah dunia runtuh bila istrinya pergi.Hati Jiali bertanya. Apakah Yuwen akan
Qiongshing tiba kamar Kaisar, tapi di ambang pintu langkahnya tertahan karena matanya menangkap sosok lain selain sang Kaisar.Permaisuri Wei Junsu tengah duduk anggun di sisi tempat tidur, menatap tabib yang sedang meracik ramuan di mangkuk porselen. Kaisar sendiri bersandar lemah di bantal, wajahnya pucat, dahi sedikit basah oleh peluh.Qiongshing berdiri diam. Belum sempat ia mengucapkan salam atau pertanyaan apapun, suara serak Kaisar memecah keheningan.“Aku tidak apa-apa,” ucapnya pelan, seolah memahami apa yang terlintas di benak Qiongshing. “hanya sedikit pusing.”Qiongshing menunduk sopan, tetapi matanya tak lepas dari Permaisuri Junsu. Ia segera memalingkan wajah dan hendak mundur keluar ruangan, tak ingin terlihat lancang atau menyela kebersamaan pasangan utama istana.Namun, sebelum ia bisa berbalik sepenuhnya, suara Junsu terdengar, tenang, tetapi penuh selidik.“Kedatanganmu pasti membawa kabar penting, bukan begitu, Qiongshing?” ucapnya dengan senyum tipis. “terlebih, k
"Nyonya, tadi pagi Tuan Gu Yu Yong datang,” ungkap Xiumei hati-hati sembari menyisir pelan rambut Jiali. Xiumei terdiam menunggu Jiali berkomentar lalu meletakkan sisir giok di meja. “Nyonya, katanya ... Yang Mulia Kaisar memerintahkan Yang Mulia kembali ke istana untuk persiapan pernikahan,” lanjut Xiumei ragu.Tetap tidak ada reaksi dari Jiali.Xiumei menelan ludah, lalu melanjutkan, “Tuan Gu juga bilang, kalau Nyona tak ingin ikut ... itu tidak apa. Yang Mulia tidak memaksa.”Diam. Hening yang menggantung seolah membuat waktu terhenti.Xiumei mulai panik dalam hati. Ia takut Jiali akan meledak, meneriaki, memecahkan cermin, atau kembali menghilang seperti sebelumnya. Namun, Jiali hanya menoleh perlahan, menatap Xiumei dalam-dalam.“Bersiaplah,” ucapnya mantap. “Aku akan ikut tinggal di istana. Aku akan menemui ayah untuk berpamitan.”Xiumei menegang. Tangannya refleks meremas sisi jubahnya sendiri. Entah mengapa Xiumei berharap Nyonya-nya itu berteriak, menangis, membalikkan meja
Langit belum sepenuhnya gelap ketika Yuwen kembali ke kediaman keluarga Han. Jejak langkahnya terlihat cepat, seolah berharap dirinya sampai sebelum semuanya terlambat.Begitu melewati lorong panjang menuju kamar Jiali, pandangannya langsung tertarik pada sosok di kejauhan. Istrinya tampak duduk sendiri di dalam gajebo yang terletak di tengah taman kecil, dikelilingi semak dan pohon-pohon muda yang sedang merekah. Bahunya merunduk, dan dari tempatnya berdiri, Yuwen bisa melihat betapa kosongnya sorot mata Jiali. Ia tidak pernah melihat Jiali seperti itu sebelumnya. Yuwen hendak kembali melangkah, tetapi lengannya ditarik oleh seseorang. Yuwen menoleh.“Jangan dekati dia dulu,” ujar Dunrui.Ayah mertuanya berdiri di sisinya, pandangannya lurus ke arah gajebo. Di belakangnya, Xiumei berdiri menunduk, membawa baki berisi mangkuk kecil dan semangkuk bubur hangat yang mulai kehilangan uap.“Dia baru kembali tadi sore. Tak bilang apa-apa soal ke mana perginya,” lanjut Dunrui pelan, sepert
“Yang Mulia, kamar sudah disiapkan. Yang Mulia sudah bisa beristirahat,” ujar Yu Yong yang muncul dari arah selatan kediaman Keluarga Han.Yuwen tidak menjawab, hanya mengangkat dagu ke arah kursi kosong di depannya. “Duduklah. Temani aku minum.”Tanpa banyak tanya, Yu Yong duduk. Yuwen mengambil cawan kosong dan menuangkannya penuh, lalu dengan tenang mengisi cawan miliknya yang nyaris kering.“Katanya malam ini, aku tidak memiliki Istri,” lanjut Yuwen sambil menatap permukaan arak.“Yang Mulia, hamba dengar dari Xiumei, Nyonya menyukai—”“Sebaiknya kau tidak menikah,” potong Yuwen memutar cawan di jemari lantas meneguk isinya hingga tak bersisa.“Mohon ampun Yang Mulia, tapi hba rasa sepertinya lebih baik Yang Mulia mulai membujuk nyonya,” sarannya.Yuwen memiringkan kepala, menatap Yu Yong dengan mata setengah menyipit lalu tertawa pelan. “Aku? Membujuknya?”Yu Yong terdiam. Belakangan ini, Yu Yong lega karena sepertinya Yuwen mulai membuka diri. Meskipun Yuwen masih mencurigai Jia
Semua orang waspada ketika sosok berpakaian hitam melompat turun dari plafon lalu mendarat tanpa suara di depan mereka. Wajahnya tersembunyi di balik topeng kain hitam yang hanya menyisakan sorot matanya saja.Yu Yong langsung melangkah maju. Pedangnya dicabut ketika lelaki bertopeng itu mengangkat tangan lantas melepas penutup wajahnya.Topeng hitam itu jatuh ke lantai. Semua terdiam.Jiali membeku seolah seluruh dunia berhenti berputar.“Yuwen?” bisiknya nyaris tak terdengar.Mata mereka bertemu. Tak ada senyum dan tentu saja akan ada yang menuntut penjelasan pada akhirnya. Yuwen menyapu pandangannya ke seluruh ruangan sebelum berhenti pada Qilan sementara Qilan maju mendekat lantas tersenyum. “Baiklah, aku rasa semua sudah lengkap. Jadi, mari ikut aku.”Mei Qilan berbalik pergi meninggalkan keheningan canggung. Tak seorang pun bergerak, hingga akhirnya Yuwen mendahului langkah, menyusulnya tanpa berkata sepatah kata pun.Jiali menatap punggung suaminya yang menjauh, dadanya sesak
“Untuk apa dia menyimpan belati itu? Apa bagusnya? Menyebalkan!”Xiumei yang sedang menyisir rambut tuannya, menahan senyum gugup. “Penarinya ... memang memukau, Nyonya. Mungkin Yang Mulia ingin menghargai sebuah karya seni dengan menyimpan satu kenang-kenangan.”Jiali mendengus. “Menghargai karya seni? Kenang-kenangan? Seharusnya dia memuji musikus, bukan menerima pemberian dari wanita bercadar yang menari ingin menggoda dia!”Xiumei mengatupkan mulut, sadar jawaban itu bukan untuk dibantah.“Kita mungkin akan tinggal lebih lama di ibu kota,” ucap Yuwen yang masuk tiba-tiba ke kamar Jiali lalu melepas jubah luar dan memberikannya pada Yu Yong yang mengekor di belakangnya. “ada beberapa hal yang ingin aku cari tahu,” sambungnya.“Apa? Tentang penari itu?”Yuwen tak langsung menjawab. Ia menatap Jiali lalu berjalan mendekat kemudian duduk di sisi tempat duduknya. “Aku belum sempat mengatakan apa-apa, tapi kau merasa ada yang aneh darinya juga, kan?”Jiali menyilangkan tangan di dada, m