Dari beberapa tamu yang hadir, tampak diantaranya adalah Elmo dan juga Ben. Sebenarnya Ben tidak termasuk dalam daftar undangan. Karena kedua orang ini bukan termasuk anak yang kedua orang tuanya tidak memiliki pengaruh jabatan, serta harta yang berlimpah.
Kebenaran kedua adalah ketidak-inginan Elmo untuk pergi ke acara ini.Baginya acara ulang tahun seperti ini, hanyalah ajang untuk memamerkan kebodohan dan kemalasan mereka serta kesombongan mereka.Dan kebenaran yang ketiga adalah, Elmo memberitahukan pada sahabat yang sudah ia anggap sebagai kakak tertuanya—Ben, bahwa gadis yang ia puja tengah merayakan hari lahirnya di kedai Strawberry.Mereka berdua duduk di sebuah benda berbentuk bundar berwarna peach, yang terbuat kayu cendana dengan hiasan strawberry kering serta lilin aromatherapy. Mereka sengaja memilih duduk dekat pintu masuk menuju ruangan cafe, agar mudah jika memesan makanan ataupun pulang."Hyung, apa kau yakin ingin memberinya setangkai mawar putih ini, pada Zora?" Tanya Elmo."Sangat yakin sekali. Meskipun aku tidak bisa memberikan barang mahal untuknya. Akan tetapi, aku sangat yakin, Zora bisa melihat ketulusan cintaku untuknya," jawab Ben mantap.Melihat jawaban Ben yang begitu menggebu dengan tangan kanan mengepal, serta kedua netra Ben yang melotot. Mau tak mau Elmo harus memberinya semangat, meskipun dirinya sudah tahu, bahwa Zora akan menolak pria yang sudah ia anggap sebagai kakaknya ini.Kedua ekor mata Ben masih saja mengikuti kemanapun Zora melangkah. Dilihat gadis pujaannya itu tengah sibuk meladeni beberapa pemuda pria dengan berjabat tangan, serta mencium pipi kanan dan kiri sambil memberikan ucapan selamat ulang tahun padanya.Merasa tidak senang melihat para pria itu bisa mencium pipi serta berjabat tangan sang pujaan hati dengan mudahnya, tanpa sadar Benedict mengeluarkan kata-kata umpatannya, "Sial. Mereka tidak boleh mencium pipi Zora. Dia itu milikku!"Menyadari sikap yang tidak biasa pada hyung-nya, Elmo segera mengalihkan perhatiannya untuk mengambil kue dari dalam ruangan dengan banyak meja, serta tercium harum aroma kopi dan coklat. "Hyung, temani aku ambil kue coklat di dalam yuk!" Elmo menepuk tipis pundak Ben dan mengarahkan untuk berjalan ke dalam."Tapi … tapi." Ben mengelak sesaat, tetapi tangan kekar Elmo telah menolehkan wajah tampan Ben untuk tidak mengamati gadis pujaannya."Sudahlah hyung. Ayo, aku lapar sekali," bujuk pria muda berbadan kekar.Mereka berdua pun masuk ke dalam ruangan hangat dengan suasana yang begitu kental dengan gaya Indonesia. Kursi dan mejanya terbuat dari kaleng drum minyak, serta warna tembok yang di hias dengan berbagai lukisan empat dimensi nuansa kental pedesaan, mulai dari rumah bergaya Indonesia, transportasi umum, hingga warung kopi.Begitu masuk, pandangan Elmo sudah tertuju pada sebuah lemari pendingin transparan yang berisi berbagai macam hidangan penutup. Sebaliknya, pandangan mata Ben masih tetap mengawasi gerak-gerik Zora. Layaknya seorang polisi yang tengah memata-matai penjahat.Begitu seriusnya kedua netra Ben mengikuti langkah kaki Zora, sampai dirinya tak sadar bahwa Zora kini sudah masuk ke dalam Cafe, dan berdiri tepat di hadapannya.Jantung Ben berdegup begitu kencang. Pipinya merah merona seperti layaknya lobster rebus, saat melihat wajah cantik Zora. Entah ada angin apa yang membuat Ben langsung saja berlutut di hadapan Zora. Seperti layaknya Romeo yang ingin meminta Juliet menjadi pasangan hidupnya.Tangan Ben mengeluarkan sekuntum mawar putih yang masih tersimpan dengan rapih di kantong kemeja berwarna mint. Tanpa Ragu, bunga mawar itu sudah berada tepat di hadapan Zora. Dengan penuh percaya dirinya, Ben langsung mengutarakan maksud isi hatinya pada Zora."Zora. Ini hadiah untukmu. Maaf jika aku hanya bisa memberikan hadiah sekuntum mawar putih ini untukmu. Tapi aku yakin, kalau kau melihat berapa tulusnya aku. Zora … aku … aku menyukaimu," ungkap Ben.Bukannya perasaan senang ataupun rasa terima kasih. Dengan sombongnya, gadis kaya itu mengayunkan tangannya.You aren't my type"Beraninya kau berkata seperti itu padaku!" Murka seorang gadis kaya berkulit putih, sambil mendaratkan lima jarinya tepat di pipi mulus Benedict.Perihnya tak terlalu seberapa rasanya. Namun, rasa malu karena gadis pujaannya itu telah memberikan tanda merah lima jari, tepat di hadapan sahabatnya dan orang lain."Kau pikir aku wanita yang mudah terbujuk rayuanmu? Jangan mimpi kau Benedict! Kau bukanlah tipeku. Kau dengar itu!" Zora tampak marah sekali.Kali ini bukan hanya tamparan saja yang mendarat di pipi mulus Ben, tapi juga tubuh Ben dihujani dengan pukulan dan cubitan serta beberapa tanda kuku tajam yang manis dari jari jari indah Zora.Ben hanya terdiam pasrah, saat Zora menghujani dirinya dengan cubitan, cakaran dan pukulan. Beruntung sahabatnya langsung menyelamatkan dirinya dari serangan Zora.Melihat Zora menyerang Ben, beberapa pria tamu undangan yang berada di luar langsung masuk ke dalam, hendak menolong Zora."Hey Zora, sudah. Kau jangan bertingkah laku seperti laki-laki. Kau itu perempuan, harusnya bertingkah selayaknya seorang wanita yang lemah lembut!" seru Elmo."Apa kau bilang? Aku kasar! Cih," umpat Zora. "Coba peringatkan pada temanmu ini. Jangan pernah memberikan hadiah murahan dan ungkapan cinta yang sangat menjijikan!" Teriak Zora.Kedua netra Ben melihat Zora dengan tatapan tajam. Ia tak menyangka bahwa gadis yang ia puja, yang terkenal dengan sopan santunnya ternyata sangat berbeda dengan apa yang ia lihat saat ini."Kau bilang apa? Kau tak suka dengan hadiahku, karena terlalu murahan?" balas Ben dengan suara paling tinggi. "Baiklah. Akan kubuktikan padamu, bahwa aku bisa memberikan hadiah mahal untukmu!" Lanjut Ben."Oh ya? Darimana kau akan mendapatkan uang untuk membelikanku hadiah mahal, huh?" ledek Zora. "Hahahha … coba saja lihat dirimu ini. Tidakkah kau berkaca saat berbicara padaku, huh? Hmm … sini akan aku tunjukkan padamu ya." Zora langsung berjalan menuju toilet dan mengambil sebuah kaca dengan maksud untuk merendahkan serta mempermalukan Ben dihadapan teman-temannya.Tak lama, Zora kembali berdiri di hadapan Ben sambil memegang sebuah kaca. "Ini, Coba lihat! Badanmu saja bau dan dekil. Selain itu, mukamu saja sangat tidak tampan," hina Zora.Semua tamu undangan pun menertawakan penampilan Ben, saat Zora sengaja mempermalukan dengan kata-kata yang menyakitkan.Selain menertawakan, beberapa pria muda lainnya juga turut mempermalukan Ben. Seperti mengambil beberapa minuman kopi, jus, saus sambal, saus tomato, telur dan adonan kue lainnya untuk di lemparkan ke arah Ben.Sahabatnya mencoba bergerak maju, menolong Ben dari serangan teman-teman Zora. Namun, segera di tahan oleh kawanan pria kaya itu. Tangan Elmo diikat oleh sebuah dasi dari salah seorang pemuda bertubuh pendek, dan berkacamata.Semua mata tertuju pada Ben, dan sekaligus mempertanyakan akan kehadirannya. Pasalnya, jika dilihat dari gaya berpakaian Ben, yang sudah jelas tidak termasuk dalam kalangan orang kaya raya.Selain itu, Mereka pun saling bertanya, kenapa ada anak miskin datang ke acara ulang tahun Zora. Apakah ada yang sengaja mengundangnya kah?“Kenapa kau ada di sini? Siapa yang sudah mengundangmu ke sini?” tanya Cathy penasaranBen hanya bisa tertunduk malu dipermalukan seperti itu. Tak ingin diketahui bahwa Elmo lah yang sudah memberitahu mengenai acara ini, Ben langsung saja mengelak, "Tidak ada yang memberitahukan padaku tentang acara ini.” “Kebetulan saja, aku sedang lewat daerah sini. Saat melewati kedai ini, aku melihat Nona Zora sedang berjalan. Aku pikir, dia tengah tersesat. Aku hanya ingin menawarkan bantuan padanya. Tapi, ternyata perkiraanku salah. Maafkan aku, kalau aku telah lancang masuk ke dalam acara anda, Nona. Dan mengatakan hal yang tidak pantas," lanjut Ben sambil merendahkan suara berikut dengan harga dirinya."Mengatakan hal yang tidak pantas katamu? Memangnya apa yang dia katakan padamu, Zora?" tanya Cathy."Cih. Mendengarnya saja aku sudah jijik. Dia mengatakan padaku kalau menyukaiku. Bukankah itu kata-kata yang menjijikan dari mulutnya bukan. Dengar ya, pria miskin dan Kotor! Jangan berharap kau bisa mendapatkan aku! Cih." Zora terus saja menghina Ben.Semua orang tertawa kembali mendengar cacian dan hinaan yang keluar dari mulut Zora. Salah seorang dari mereka yang bernama Jasper, mulai memprovokasi keadaan. Pria berambut klimis itu mulai mengayunkan tangan kekarnya ke pipi mulus Ben dengan kencangnya, serta mengayunkan kepalan tangan kiri ke arah perutnya hingga Ben jatuh terduduk.Tak ingin tinggal diam, Elmo ikut serta menghadapi beberapa pria yang telah menahan mereka berdua. Elmo mengayunkan sikunya ke tubuh bagian bawah, dan menginjak kaki pria berbadan besar dengan penuh kekuatan.Beberapa pria yang menahan serta mengikat tangan Elmo berhasil dikalahkan dan berujung terkapar di tanah. Meskipun badan mereka besar, tetapi mereka tidak memiliki kekuatan untuk bertarung secara la
"Hyung. Maaf, bukan maksudku menghina gadis pujaanmu. Tapi, aku tahu betul siapa, dan bagaimana sifat Zora," balas Elmo, dengan suara sedikit mengecil. Benedict melihat kedua netra Elmo dengan seksama. Ia tidak menyangka, pria yang ia kenal selama belasan tahun lamanya, menghina gadis pujaannya. Hatinya terbakar api emosi. Ingin rasanya ia memberi tanda merah lima jari di pipi Elmo, tetapi ia urungkan, lantaran ada perasaan persahabatan."Ah sudahlah. Mau kalian suka atau tidak, bagaimanapun juga aku akan tetap mencintai Zora. Dan aku akan membuktikan padanya bahwa aku mencintainya," sanggah Benedict.Benedict masih saja bersikeras atas pendapatnya. Baginya tidak ada gadis lain selain Zora. Dan apa pun akan dilakukan oleh Benedict, meski kedua sahabatnya menentang dirinya untuk terus maju berjuang mendapatkan cinta Zora."Oh ya? Lalu dengan cara apa kau akan membuktikannya? Dengan membelikan barang-barang mahal? Begitukah, Hyung?" sambung Lee."Kalau iya. Lalu kenapa? Aku akan mencar
Tiga hari kemudianSelama tiga hari, baik Benedict maupun kedua adik kembarnya, masih menyimpan permasalahannya masing masing. Mereka masih belum mau mengutarakan pada sang Ayah.Hingga sore hari ini, Oase dan Osaze masih mengatakan bahwa mereka tidak sekolah karena libur. Bukan libur nasional, melainkan karena para guru sedang rapat.sudah tiga hari ini, Oase dan Osaze memutuskan untuk membantu kakak tertua mereka untuk bekerja di kebun. Sepulang dari berkebun, mereka mendapati sang Ayah sudah berada di depan pintu dengan wajah bermuram durja."Kami pulang," sapa ketiga putra Tuan Alexi.Mata Tuan Alexi bak kilat yang menyambar. Tak sedikitpun ia berkedip, memandang penuh amarah pada kedua anak kembarnya."Kalian berdua, berhenti! Tetap di sini. Ada yang ingin aku tanyakan pada kalian!" murka Tuan Alexi.Kedua anak kembar itu mematuhi perintah ayahnya. Tak Ada niatan dari mereka untuk melangkahkan kakinya masuk ke dalam."Ada apa ini, Yah?" tanya Benedict penuh curiga melihat reaksi
Rasa takut muncul melihat kemarahan sang Ayah. Saat pria paruh baya itu sudah mulai melempar barang, artinya masalah ini sungguh serius. Dalam benak Benedict muncul begitu banyak pertanyaan. Salah satunya adalah kenapa ayahnya tidak langsung saja mengungkapkan alasan di balik tidak boleh bekerja di luar perkebunan.Benedict mendengus kesal,dan meninggalkan ayahnya di ruang tengah, seorang diri. Tanpa merasakan nikmatnya makan malam, yang sudah disajikan dengan rapih di tempat yang terbuat dari batu kali berbentuk bulat."Kau tidak bisa pergi begitu saja tanpa mendengarkan aku anak muda! Cepat kembali!" Murka Tuan Alexi melemparkan barang-barang yang ada di hadapannya ke arah pintu yang terbuat dari bambu kuning serta dipadupadankan dengan berbagai ornamen kaca di tengah.Keadaan rumah kacau balau. Lantai rumah berserakan akan pecahan kepingan mulai dari sebuah tempat berbentuk segitiga sebagai tempat untuk meletakkan abu tembakau. Kemudian sebuah tempat berbentuk silinder, tingginya
“Jangan pernah berdiri di depan meja kasir, dengan penampilan kumuhmu itu! Kau akan membuat semua tamuku kabur!” hardik wanita pemilik kedai makanan dan minuman tradisional korea.“Ma … maafkan aku, aku ….” belum sempat Ben meneruskan kembali, wanita paruh baya itu sudah memotong pembicaraannya.“Aish … sudah! Aku tidak ingin mendengar semua alasanmu itu. Sebaiknya kau tunggu di sini, sampai aku kembali,” titah wanita berbaju hanbok.Ben tidak menjawab dengan perkataan, hanya memberikan sebuah tanda bahwa ia mengerti akan ucapan wanita yang ada di hadapannya, yakni sebuah anggukan kepala.Wanita paruh baya itu mengangkat kepalanya ke atas sesaat kemudian keluar dari ruangan untuk menyelesaikan pekerjaannya, yakni mengantarkan beberapa makanan dan minuman ke meja tamu.Sambil menunggu wanita paruh baya, Ben mulai memberanikan diri untuk melihat-lihat apa isi dalam ruangan tersebut. Sebuah ruangan yang bisa dikatakan cukup luas, yang dipenuhi oleh berbagai bahan baku, seperti gandum, te
“Ben ….” teriak Tuan Alexi saat kedua matanya masih terpejam dalam mimpi buruknya.Tak lama kedua netra Tuan Alexi terbuka lebar. tubuhnya berkeringat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia pun menoleh ke arah sekitar, mencoba memahami dimana dirinya berada saat ini.Dipandanginya warna cat dinding, letak meja, lemari, hingga tempat dirinya berada saat ini, yakni sebuah tempat yang empuk, dan tak lain adalah ranjang tempat tidurnya.Tuan Alexi mulai merunutkan kejadian yang ia alami semalam, mulai dari bertengkar dengan putrinya hingga menunggu putra sulungnya di halaman depan dan tertidur pulas di atas benda yang sudah menemani hidupnya selama dua belas tahun.Setelah mengingat kejadian semalam, Tuan Alexi bergegas melihat waktu di ponselnya, dan langsung menarik kursi rodanya. Diangkatnya perlahan tubuh lemahnya dengan bertumpu pada meja kecil di samping ranjangnya.Berhasil duduk di atas kursi roda, kini tujuan pertamanya adalah menuju kamar putra sulungnya. Ada hal yang harus ia
“Kalau boleh tahu, memangnya apa yang membuat kalian berdua bertengkar?” tanya Tuan Kim, sambil meneguk air bening yang sejuk pada benda yang terbuat dari tanah liat.Tuan Alexi menundukkan wajahnya kembali. Rasa malu menghinggapi dirinya, ketika Tuan Kim mempertanyakan mengenai permasalahan yang membuat mereka berdua bertengkar hebat. Ingin sekali mengatakan permasalahan utamanya, hanya saja, seperti ada yang menahan suara Tuan Alexi untuk berbicara.Tuan Kim menunggu jawaban pasti dari Tuan Alexi. Namun, ia pun mengurungkan untuk mengetahui permasalahan mereka berdua saat melihat raut wajah memerah, dari pria yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya ini.“Baiklah, jika kau tidak ingin memberitahukan padaku. Tidak apa. Apapun itu permasalahannya, bagiku ….” belum sempat Tuan Kim melanjutkan pembicaraannya, Tuan Alexi sudah memotongnya dan memberitahukan permasalahan utamanya. “Masalahnya adalah soal keuangan.”Tuan Kim terkejut mendengar jawaban dari pria yang duduk di sebelah kiriny
“Cepat bunuh orang tua itu. Jika dia mati, maka seluruh kekayaannya tentu saja akan jatuh ke tanganku dan anak-anakkku,” titah seorang pria paruh baya pada seorang dokter yang usianya tak jauh darinya.“Tapi tuan. Bagaimana kalau sampai pihak rumah sakit mencurigaiku? Apakah aku akan mendapat keuntungan, jika aku berhasil membunuh ayah kandungmu?” tanya dokter spesialis jantung yang namanya tersohor di Brooklyn.“Keuntungan? Maksudmu bayaran mahal dariku?” Pria berjanggut tipis itu memicingkan kedua matanya. Salah satu jari dari tangan kanannya menempel pada dagunya. Pikiran pria itu adalah hanyalah kelicikan saja. Memberikan keuntungan pada dokter itu, hanya akan mengurangi hartanya saja. Pria itu menarik nafas dan tersenyum smirk. Iblis dalam dirinya memerintahkannya untuk mengiyakan permintaan sang dokter. Namun, bukanlah uang yang akan ia berikan, melainkan akan membunuh sang dokter dan menghilangkan jejak.“Baiklah. Berapapun kau minta, akan ku berikan,” ucap pria bermanik emera