"Hyung, gadis pujaanmu akan merayakan hari lahirnya besok. Dan aku, diundang untuk menghadiri acaranya. Tapi aku malas," ucap Elmo.
Mendengar berita itu, wajah Ben yang semula tampak serius sedang memperbaiki mesin motor, berubah menjadi sumringah. Wajahnya penuh dengan kebahagiaan, tanpa diminta, Otaknya sudah langsung memikirkan hadiah apa yang sekiranya cocok untuk gadis pujaannya. "Benarkah? Ayo Kita pergi ke sana. Di mana acaranya?" tanya Ben penasaran."Cathy bilang, 'acaranya besok di kebun strawberry'," jawabnya dengan santai. "Tapi Hyung, aku malas pergi ke sana. Aku tidak suka dengan acara seperti itu," lanjut Elmo.Dengan sekejap, Ben menunjukkan ketidaksukaannya pada keputusan yang dibuat oleh Elmo. Wajahnya ditekuk, mulutnya maju tiga centimeter dan kedua bola matanya hampir saja keluar. "Kenapa kau tidak mengerti akan perasaanku!" rajuk Ben. "Kau kan tahu, kalau aku memiliki perasaan sayang yang tulus pada Ryu. Hatiku berdegup dengan kencang seperti genderang ingin perang, saat memandang wajah cantiknya," lanjutnya.Bukan pemandangan yang luar biasa bagi Elmo melihat reaksi ketidaksukaan atas keputusan yang dibuatnya. Tiba-tiba saja terlihat air menetes dari kedua netra Ben jatuh membasahi pipinya yang putih mulus."Yah jangan begitu dong. Kau tahu kan, kalau Zora Sang adalah gadis yang kupuja. Hm … begini saja, kau temani aku, sampai memberikan hadiah padanya," bujuk Ben sambil memajukan bibirnya lima centimeter.Hati Elmo pun tak kuasa melihat kedua netra sahabatnya yang bulat, senyum dibuat setipis mungkin hanya demi mendapat jawaban 'ya', dari dirinya. Elmo paham betul bahwa, Ben begitu berkeinginan memberikan sebuah benda yang tak ternilai harganya untuk Zora. Mau tidak mau, Elmo pun memutuskan untuk ikut hadir dalam acara yang dibuat oleh Cathy untuk Zora besok."Baiklah, demi kau … besok kita akan datang," ucap Elmo.Hari ulang tahun ZoraTepat di hari jumat siang, seperti biasanya, kegiatan yang selalu dilakukan oleh anak muda di desa ini adalah berkumpul di salah stau tempat hiburan atau tempat makan, dan menghabiskan malam sampai pagi. tak ada yang spesial, hanya sekedar menghabiskan uang dari kedua orang tua mereka saja.Namun untuk siang hari ini, tidak ada satupun yang mengajak gadis paling termahsyur di desa Cheon Sam. Sejak tadi, ponselnya pun sepi, tak ada panggilan telefon ataupun pesan tertulis dari sahabat-sahabatnya untuk mengajaknya keluar.Perasaan aneh menghinggapi Zora, sehingga membuat dirinya merasa kesal dan bosan. Hingga akhirnya, Gadis bertubuh bak seorang model ini memutuskan keluar rumah sekedar untuk mencari udara segar. Ia memakai tank top berwarna merah jambu, dipadupadankan dengan rok pendek lipat serta sepatu boots, membuat Zora tampil penuh dengan percaya diri.Sebelum melangkahkan kakinya keluar rumah, gadis berambut hitam ini sempat melihat sebuah tanggalan yang tergantung di dinding rumahnya.Tanggal 12 Februari. Tanpa memikirkan bahwa telah terjadi sesuatu dalam hidupnya, Zora bergegas pergi ke taman.Butuh waktu lima belas menit bagi dirinya berjalan kaki menuju taman yang selalu ramai dengan pria-pria tampan, serta turis dari berbagai negara, menikmati keindahan bunga-bunga yang bermekaran di taman."Selamat ulang tahun Zora," ucap salah seorang gadis berambut hitam keriting.Gadis berusia tujuh belas tahun ini dengan nyaring terdengar mengucapkan selamat hari lahir pada gadis yang paling tersohor di wilayah Cheon Sam. Tepat di depan taman desa Cheon Sam, gadis itu bergaya aneh, sambil membawa satu kotak berbentuk hati dan berwarna merah jambu yang begitu besar.Teriakannya berhasil membuat beberapa orang yang tengah duduk menikmati hari di taman desa, memperhatikan Zora Sang dan juga dirinya."Wah, terima kasih Cathy. Aku pikir kamu lupa dengan hari lahirku," jawab Zora dengan mata berkaca-kaca."Mmm mana mungkin aku melupakan hari lahirmu. Tentu tidak lah. Nah, Sekarang aku ingin kau memakai beberapa lembaran kain ini," pinta gadis bertubuh kurus. "Untuk apa? Aku tidak mau ah," elak pemilik netra berwarna coklat muda. Gadis itu menolak bantuan tangan Cathy dengan memukulnya hingga berbunyi nyaring. Dan beberapa lembar kain penutup mata yang ada di tangan Cathy pun, jatuh berserakan ke tanah.Sambil menahan perasaan marah sekaligus kecewa, Cathy mengambil beberapa kain penutup mata di tanah. Tak lupa ia mengingatkan dirinya sendiri untuk tetap berbaik hati pada Zora, agar Zora selalu mengajak dirinya kemanapun dia pergi.Walau dalam hati Cathy sangat dongkol, ia menjawabnya dengan tersenyum yang dipaksakan lebar,serta raut wajah yang dipaksakan bahagia dimata Zora. "Ada sesuatu untukmu. Maka dari itu aku ingin kau memakai kain ini, untuk menutup matamu.""Memangnya kalau aku tidak mau memakainya, kenapa? Lagipula aku ingin mengetahui apa itu?" ketus Zora.Lagi, jawaban Zora membuat Cathy mengelus dada. Tangannya gatal untuk memberi pelajaran pada Zora dengan memberi tanda merah cap tangan di mulutnya. Tapi, ia harus tetap ingat, bahwa selama ini Zora lah yang selalu memberikan baju bagus, makanan mewah dan enak, serta nama yang tenar padanya."Ah sudahlah … ayo,kita harus bergegas." Cathy langsung menarik tangan sahabatnya, pemilik gadis berambut bob, dan berlari menuju sebuah tempat yang penuh dengan pohon strawberry berikut dengan makanan hasil olahan strawberry. Tempat itu letaknya tak jauh dari taman desa. Kedai Strawberry"Untuk apa kau mengajakku ke kedai ini?" ketus Zora sambil menatap jijik tempat seluas 500 hektar yang bertuliskan 'astro'."Sudah, nanti kau juga akan mengetahuinya. Ayo masuk melalui pintu samping sini." Cathy menunjuk pada sebuah pagar yang terbuat dari barisan rapi kayu cendana , dan membukakannya untuk Zora.Langkah kaki Zora terus berjalan perlahan menapaki jalanan penuh batu dan tanah serta pasir. Ia tak bisa berjalan terlalu cepat, lantaran takut kalau sepatu mahalnya akan kotor.Cathy sengaja meninggalkan Zora yang tengah berjalan perlahan. Sebab, ia yang memberikan aba-aba pada beberapa orang yang ia ajak kemarin untuk merayakan ulang tahun Zora di kebun strawberry, bahwa Zora sebentar lagi akan datang. Tampak terlihat anak muda tampan dan cantik menggunakan baju, sepatu serta aksesoris yang mahal tengah duduk santai menikmati hidangan dan bercengkrama bersama."Sshhh … siap-siap. Sebentar lagi dia datang," ucap Cathy sambil terus memperhatikan tumpukan kayu cendana yang tersusun rapih.Gadis yang dikenal selalu memakai barang-barang mahal itu terus saja berjalan dan hampir sampai di tempat yang ditutupi dengan genteng bening berwarna merah jambu dan samping kanan-kirinya penuh dengan pohon strawberry. Semua anak remaja kaya di wilayah desa Cheon Sam yang datang pun langsung berteriak, "Selamat ulang tahun Zora."Mata Zora berkaca-kaca. Takjub sekaligus tak percaya akan sebuah kejutan yang diberikan untuknya. Dengan cepat tangannya langsung menutup mulutnya, untuk menahan teriakan yang kencang."Ahh … aku sayang kalian. Terima kasih ya," ucap Zora.Kebun strawberry ini sengaja diubah menjadi sebuah tempat yang begitu cantik. Pohon-pohon strawberry dihias dengan beberapa foto-foto Zora. Kemudian jalanan yang penuh dengan tanah, pasir dan batu dibentuk menjadi jalanan setapak lengkap dengan hiasan lampu berwarna kuning, di kanan-kiri jalan.Dan tak ketinggalan beberapa meja makan ditata dengan begitu apik, yakni dibalut kain dengan nuansa peach. Diatas kain diberi sentuhan cantik lainnya, seperti lilin berbentuk strawberry dengan harum aromatherapy-nya yang menenangkan hati.Beberapa tamu undangan yang hadir adalah anak orang kaya, yakni anak yang kedua orang tuanya memiliki kekayaan serta jabatan penting di wilayah Cheon Sam.Dari beberapa tamu yang hadir, tampak diantaranya adalah Elmo dan juga Ben. Sebenarnya Ben tidak termasuk dalam daftar undangan. Karena kedua orang ini bukan termasuk anak yang kedua orang tuanya tidak memiliki pengaruh jabatan, serta harta yang berlimpah.Kebenaran kedua adalah ketidak-inginan Elmo untuk pergi ke acara ini.Baginya acara ulang tahun seperti ini, hanyalah ajang untuk memamerkan kebodohan dan kemalasan mereka serta kesombongan mereka.Dan kebenaran yang ketiga adalah, Elmo memberitahukan pada sahabat yang sudah ia anggap sebagai kakak tertuanya—Ben, bahwa gadis yang ia puja tengah merayakan hari lahirnya di kedai Strawberry.Mereka berdua duduk di sebuah benda berbentuk bundar berwarna peach, yang terbuat kayu cendana dengan hiasan strawberry kering serta lilin aromatherapy. Mereka sengaja memilih duduk dekat pintu masuk menuju ruangan cafe, agar mudah jika memesan makanan ataupun pulang."Hyung, apa kau yakin ingin memberinya setangkai mawar putih ini, pada Zora?" Tany
"Cih. Mendengarnya saja aku sudah jijik. Dia mengatakan padaku kalau menyukaiku. Bukankah itu kata-kata yang menjijikan dari mulutnya bukan. Dengar ya, pria miskin dan Kotor! Jangan berharap kau bisa mendapatkan aku! Cih." Zora terus saja menghina Ben.Semua orang tertawa kembali mendengar cacian dan hinaan yang keluar dari mulut Zora. Salah seorang dari mereka yang bernama Jasper, mulai memprovokasi keadaan. Pria berambut klimis itu mulai mengayunkan tangan kekarnya ke pipi mulus Ben dengan kencangnya, serta mengayunkan kepalan tangan kiri ke arah perutnya hingga Ben jatuh terduduk.Tak ingin tinggal diam, Elmo ikut serta menghadapi beberapa pria yang telah menahan mereka berdua. Elmo mengayunkan sikunya ke tubuh bagian bawah, dan menginjak kaki pria berbadan besar dengan penuh kekuatan.Beberapa pria yang menahan serta mengikat tangan Elmo berhasil dikalahkan dan berujung terkapar di tanah. Meskipun badan mereka besar, tetapi mereka tidak memiliki kekuatan untuk bertarung secara la
"Hyung. Maaf, bukan maksudku menghina gadis pujaanmu. Tapi, aku tahu betul siapa, dan bagaimana sifat Zora," balas Elmo, dengan suara sedikit mengecil. Benedict melihat kedua netra Elmo dengan seksama. Ia tidak menyangka, pria yang ia kenal selama belasan tahun lamanya, menghina gadis pujaannya. Hatinya terbakar api emosi. Ingin rasanya ia memberi tanda merah lima jari di pipi Elmo, tetapi ia urungkan, lantaran ada perasaan persahabatan."Ah sudahlah. Mau kalian suka atau tidak, bagaimanapun juga aku akan tetap mencintai Zora. Dan aku akan membuktikan padanya bahwa aku mencintainya," sanggah Benedict.Benedict masih saja bersikeras atas pendapatnya. Baginya tidak ada gadis lain selain Zora. Dan apa pun akan dilakukan oleh Benedict, meski kedua sahabatnya menentang dirinya untuk terus maju berjuang mendapatkan cinta Zora."Oh ya? Lalu dengan cara apa kau akan membuktikannya? Dengan membelikan barang-barang mahal? Begitukah, Hyung?" sambung Lee."Kalau iya. Lalu kenapa? Aku akan mencar
Tiga hari kemudianSelama tiga hari, baik Benedict maupun kedua adik kembarnya, masih menyimpan permasalahannya masing masing. Mereka masih belum mau mengutarakan pada sang Ayah.Hingga sore hari ini, Oase dan Osaze masih mengatakan bahwa mereka tidak sekolah karena libur. Bukan libur nasional, melainkan karena para guru sedang rapat.sudah tiga hari ini, Oase dan Osaze memutuskan untuk membantu kakak tertua mereka untuk bekerja di kebun. Sepulang dari berkebun, mereka mendapati sang Ayah sudah berada di depan pintu dengan wajah bermuram durja."Kami pulang," sapa ketiga putra Tuan Alexi.Mata Tuan Alexi bak kilat yang menyambar. Tak sedikitpun ia berkedip, memandang penuh amarah pada kedua anak kembarnya."Kalian berdua, berhenti! Tetap di sini. Ada yang ingin aku tanyakan pada kalian!" murka Tuan Alexi.Kedua anak kembar itu mematuhi perintah ayahnya. Tak Ada niatan dari mereka untuk melangkahkan kakinya masuk ke dalam."Ada apa ini, Yah?" tanya Benedict penuh curiga melihat reaksi
Rasa takut muncul melihat kemarahan sang Ayah. Saat pria paruh baya itu sudah mulai melempar barang, artinya masalah ini sungguh serius. Dalam benak Benedict muncul begitu banyak pertanyaan. Salah satunya adalah kenapa ayahnya tidak langsung saja mengungkapkan alasan di balik tidak boleh bekerja di luar perkebunan.Benedict mendengus kesal,dan meninggalkan ayahnya di ruang tengah, seorang diri. Tanpa merasakan nikmatnya makan malam, yang sudah disajikan dengan rapih di tempat yang terbuat dari batu kali berbentuk bulat."Kau tidak bisa pergi begitu saja tanpa mendengarkan aku anak muda! Cepat kembali!" Murka Tuan Alexi melemparkan barang-barang yang ada di hadapannya ke arah pintu yang terbuat dari bambu kuning serta dipadupadankan dengan berbagai ornamen kaca di tengah.Keadaan rumah kacau balau. Lantai rumah berserakan akan pecahan kepingan mulai dari sebuah tempat berbentuk segitiga sebagai tempat untuk meletakkan abu tembakau. Kemudian sebuah tempat berbentuk silinder, tingginya
“Jangan pernah berdiri di depan meja kasir, dengan penampilan kumuhmu itu! Kau akan membuat semua tamuku kabur!” hardik wanita pemilik kedai makanan dan minuman tradisional korea.“Ma … maafkan aku, aku ….” belum sempat Ben meneruskan kembali, wanita paruh baya itu sudah memotong pembicaraannya.“Aish … sudah! Aku tidak ingin mendengar semua alasanmu itu. Sebaiknya kau tunggu di sini, sampai aku kembali,” titah wanita berbaju hanbok.Ben tidak menjawab dengan perkataan, hanya memberikan sebuah tanda bahwa ia mengerti akan ucapan wanita yang ada di hadapannya, yakni sebuah anggukan kepala.Wanita paruh baya itu mengangkat kepalanya ke atas sesaat kemudian keluar dari ruangan untuk menyelesaikan pekerjaannya, yakni mengantarkan beberapa makanan dan minuman ke meja tamu.Sambil menunggu wanita paruh baya, Ben mulai memberanikan diri untuk melihat-lihat apa isi dalam ruangan tersebut. Sebuah ruangan yang bisa dikatakan cukup luas, yang dipenuhi oleh berbagai bahan baku, seperti gandum, te
“Ben ….” teriak Tuan Alexi saat kedua matanya masih terpejam dalam mimpi buruknya.Tak lama kedua netra Tuan Alexi terbuka lebar. tubuhnya berkeringat dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia pun menoleh ke arah sekitar, mencoba memahami dimana dirinya berada saat ini.Dipandanginya warna cat dinding, letak meja, lemari, hingga tempat dirinya berada saat ini, yakni sebuah tempat yang empuk, dan tak lain adalah ranjang tempat tidurnya.Tuan Alexi mulai merunutkan kejadian yang ia alami semalam, mulai dari bertengkar dengan putrinya hingga menunggu putra sulungnya di halaman depan dan tertidur pulas di atas benda yang sudah menemani hidupnya selama dua belas tahun.Setelah mengingat kejadian semalam, Tuan Alexi bergegas melihat waktu di ponselnya, dan langsung menarik kursi rodanya. Diangkatnya perlahan tubuh lemahnya dengan bertumpu pada meja kecil di samping ranjangnya.Berhasil duduk di atas kursi roda, kini tujuan pertamanya adalah menuju kamar putra sulungnya. Ada hal yang harus ia
“Kalau boleh tahu, memangnya apa yang membuat kalian berdua bertengkar?” tanya Tuan Kim, sambil meneguk air bening yang sejuk pada benda yang terbuat dari tanah liat.Tuan Alexi menundukkan wajahnya kembali. Rasa malu menghinggapi dirinya, ketika Tuan Kim mempertanyakan mengenai permasalahan yang membuat mereka berdua bertengkar hebat. Ingin sekali mengatakan permasalahan utamanya, hanya saja, seperti ada yang menahan suara Tuan Alexi untuk berbicara.Tuan Kim menunggu jawaban pasti dari Tuan Alexi. Namun, ia pun mengurungkan untuk mengetahui permasalahan mereka berdua saat melihat raut wajah memerah, dari pria yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya ini.“Baiklah, jika kau tidak ingin memberitahukan padaku. Tidak apa. Apapun itu permasalahannya, bagiku ….” belum sempat Tuan Kim melanjutkan pembicaraannya, Tuan Alexi sudah memotongnya dan memberitahukan permasalahan utamanya. “Masalahnya adalah soal keuangan.”Tuan Kim terkejut mendengar jawaban dari pria yang duduk di sebelah kiriny