Sepasang matanya merah menyala, bukan merah hidup yang melambangkan kekuatan, melainkan merah redup seperti bara yang nyaris padam namun menolak mati. Tatapan itu tertuju pada satu sosok—Kaidar. Tak ada kata, tak ada gerakan sia-sia. Hanya janji sunyi yang membara dalam sorot mata, sumpah darah yang menanti ditebus!Meski tubuhnya terguncang, meski rasa sakit menari di setiap pori-pori, satu hal tetap utuh dalam dirinya, niat untuk membunuh!Kaidar berdiri di atas tangga reruntuhan, bajunya masih bersih, kontras dengan kekacauan di sekelilingnya. Di wajahnya tersungging senyum tipis, namun matanya menyimpan keraguan. “Batu Mata Naga... sungguh peninggalan yang luar biasa,” katanya, suaranya tenang namun dibangun di atas fondasi keangkuhan yang rapuh. “Kau berhasil menahan kekuatan dari Puncak Villain, tapi itu hanya memperpanjang nafasmu, bukan hidupmu. Lihat dirimu, Nathan. Bayangan pahlawan yang dulu kami takutkan. Sekarang? Aku bisa membunuhmu hanya dengan satu jari!” Ia mengangkat
Dengan ayunan tangan, Pagoda Kristal dilempar ke udara. Seketika, benda itu membesar di udara, seperti bulan perunggu yang akan menelan langit. Cahaya kuno dan mematikan memancar dari permukaannya, langsung menyelimuti tubuh Nathan. Semua orang mundur karena takut terseret oleh aura maut yang memancar.Nathan tak mundur, dia mengepalkan tangan kanannya hingga otot-ototnya terlihat dengan jelas. “Tinju peledak!”Satu hantaman dan cahaya emas melesat dari tinjunya, menembus udara seperti komet, menghantam Pagoda Kristal yang jatuh.BANGG!Tapi tidak ada efek apapun dan Pagoda Kristal tetap melesat.BAAAM!Pagoda itu menghempas ke arah Nathan dengan suara dentuman yang memekakkan telinga, terjepit di dalamnya. Debu mengepul dengan dahsuat, kilatan cahaya terakhir menghilang.Di tengah ruangan, Pagoda Kristal berputar pelan di udara, lalu mendarat perlahan, memancarkan aura gelap yang menyelimuti semuanya.Semua mata tertuju ke benda itu dengan diam. Tak ada yang percaya dengan apa yang b
Nathan menunggu di luar, berdiri bagai patung berdarah di tengah badai. Tidak bergerak. Tidak berkata. Namun matanya mengikuti setiap detak waktu, setiap kemungkinan pengkhianatan.Di balik dinding batu, Kaidar menempelkan telapak tangannya. Dengan suara berdesing rendah dan gesekan mekanis, dinding terbuka dan memperlihatkan ruang harta rahasia milik keluarganya, tempat yang hanya ia dan almarhum ayahnya tahu keberadaannya.Bau logam dan debu tua memenuhi udara. Cahaya samar lilin menyinari rak-rak batu yang penuh dengan senjata spiritual, artefak kuno, dan benda-benda terlarang. Namun hanya satu yang menarik perhatian Kaidar, sebuah Pagoda Kristal.Tergantung di dinding paku, diselimuti debu dan jaring laba-laba, namun auranya masih hidup dan mengancam. Konon, Pagoda itu telah digunakan oleh seorang Villain tingkat puncak yang begitu kuat, hingga para tetua menyebutnya Rumah Penghakiman. Sosok itu tak pernah berhasil menembus tahap tertinggi dan mati dalam depresi, tapi ia menyegel
KLANG!Pedang Aruna tiba-tiba muncul. Pedang legendaris yang membakar udara sekitarnya hingga berwarna merah menyala.“Pedang Malaikat!” Nathan mengayunkan senjatanya.Slashh~Gelombang energi merah menyala menembus semua serangan dari lawan.BANG! BANG! BANG!Benturan antara kekuatan membuat tanah gemetar ddengan dahstar. Namun serangan demi serangan tetap menembus pertahanan Nathan. Tubuhnya mulai retak, sisik emasnya rontok satu per satu. Namun dia tidak bergeming dan teta[ berdiri dengan kekar. Mata Nathan memerah, terlihat jelas bahwa semangat juangnya membakar seperti matahari.“Bunuh!”“Serang!”Teriakan menggema dari segala arah, mereka serempak menyerbu maju.Namun Nathan dengan tubuh yang mulai berdarah menahan serangan tadi, mengayunkan pedangnya lagi.Slashh!Pedangnya membelah tubuh seorang Ketua Organisasi dari bahu ke pinggang. Darah menercik kemana-mana dan potongan tubuh beterbangan. Dua orang di sampingnya terkena cipratan darah, membuat tubuh mereka menggigil ketaku
“Di mana Ravensclaw?” Suara Nathan dingin dan mengancam.Kaidar tersenyum penuh sindiran. “Jadi kau ke sini mencari mereka?”“Mereka ada di Penjara Air milik Keluarga Winaya… Kau ingin menyusul?” Nathan maju selangkah.“Serahkan mereka… atau mati.” Suara Nathan tidak keras, namun aura pembunuhnya meledak tanpa bisa ditahan.Kaidar tertawa, suaranya bergema di aula. “Kau benar-benar gila! Lihat di sekelilingmu, Nathan!”“Para tetua, ahli puncak, kepala organisasi besar! Dan kau datang ke sini sendiri?!”“Apa kau pikir kami akan gemetar ketakutan?!”Nathan menoleh, menatap kerumunan. “Rakyat jelata. Kalau tak ingin mati, keluar dari vila ini, sekarang!”“Siapa pun yang tetap tinggal akan kubinasakan dari muka bumi ini.”Hening kembali mencekam.Tapi kali ini hening yang tegang. Banyak yang merasa dipermalukan, mereka bukan orang biasa, mereka para ahli tingkat tinggi, pemimpin terhormat!Salah satunya—Bosma, Ketua Organisasi Bawah Tanah—menerjang ke depan.“Anak bau kencur! Kau berani b
Kediaman Keluarga Winaya.Pesta ulang tahun Kaidar menjelma menjadi perjamuan politik. Orang-orang dari puluhan keluarga, dan organisasi bela diri berkumpul. Mereka berpakaian mewah, tertawa keras, menyesap anggur seolah dunia tidak sedang terbakar di luar tembok ini.Sementara Matilda menjadi abu, Kaidar menari di atas bangkainya.Di aula besar yang penuh gemerlap cahaya lampu roh dan spanduk kemenangan, Kaidar duduk di singgasananya. Wajahnya muda, namun mata itu seperti milik serigala.“Sebagian besar tamu sudah hadir,” bisik kepala pelayan di sampingnya. “Namun Ryujin dan Martial Shrine belum datang.”“Tentu saja mereka tidak datang.” Kaidar tersenyum dingin. “Tapi tunggu saja. Tiga tahun dari sekarang, mereka akan datang untuk berlutut di hadapanku.”Dia berdiri, menyusun jubahnya yang disulam benang perak, lalu melangkah menuju panggung. Musik berhenti dan semua mata tertuju padanya.“Teman-temanku!” suara Kaidar menggema. “Hari ini bukan hanya hari ulang tahunku. Ini adalah ha