Hari sudah malam, Chloe menemani si kembar yang berbaring di atas ranjangnya. Anak-anak itu begitu manja pada Chloe dan kelimanya dengan teguh menoleh diajak pulang oleh Caesar. "Mommy, kalau besok Daddy ke sini lagi, kami tidak mau dikembalikan pada Daddy," cicit Alvino sambil memeluk Chloe dengan erat. "Iya. Princess juga. Princess sudah malas sekali sama Daddy." Adele cemberut sedih. Chloe mengembuskan napasnya pelan. Wanita itu beranjak duduk di atas ranjang dan bersandar pada sandaran ranjangnya. "Mommy minta maaf ya, Sayang," ucap Chloe tiba-tiba. Ia berkaca-kaca menatap mereka berlima. "Seharusnya kalian semua memang berkumpul bersama Mommy, Dylan, dan Diego di Nantes." "Iya, Mom. Kami maunya juga seperti itu!" sahut Alvano. "Tapi Daddy-mu itu sangat menyebalkan!" cibir Diego pada Alvano. "Daddy-ku 'kan Daddy-mu juga!" balasnya. "Sorry, ya! Tidak level!" Diego merotasikan kedua matanya. Chloe menarik pundak Diego dan dirangkulnya. "Sebenarnya, Daddy tidak pernah memba
Setelah kembali dari kediaman Chloe, Caesar bergegas kembali ke rumah saat hari sudah sore. Ia pulang masih dalam keadaan diselimuti rasa emosi. Laki-laki itu melangkah masuk ke dalam rumahnya. Kedatangannya disambut oleh pelayan dan juga Eric yang duduk di ruang tengah. Semua orang di rumah itu menatapnya dengan tatapan tidak biasa. Pasalnya, Caesar pulang dengan wajah marahnya dan hal ini tidak pernah dilihat oleh siapapun. Caesar menatap para pelayan di bawah anak tangga. "Di mana Vidia?" tanya Caesar pada ketiga pelayan itu. "Nyonya belum pulang, Tuan. Tapi ... pagi tadi Nyonya bilang kalau Nyonya akan ke rumah orang tuanya," jawab salah satu pelayan itu. Rahang Caesar mengeras mendengar hal itu, karena setiap hari pergi dengan alasan yang sama. Dan tidak ada sehari pun Vidia diam-diam di rumah. Entah berdusta atau tidak, tetapi Caesar tetap geram pada istrinya itu. Vidia semakin semena-mena. Pergi petang hingga malam dia belum juga kembali. Tidak menyalahkan si kembar kala
Chloe tercengang melihat Caesar berdiri di ambang pintu rumahnya. Dengan wajah dinginnya yang mengeras, Caesar menatap Chloe penuh tuntutan. Laki-laki itu berjalan perlahan ke arahnya saat si kembar berlari mendekati Chloe. Caesar menatap Chloe dengan tatapan tajamnya. "Apa-apaan ini, Chloe?" tanya laki-laki itu, suaranya rendah dan menekan. "Apa maksud semua ini?" Wajah Chloe memucat seketika. Wanita itu dipeluk oleh Adele dengan erat. "Daddy jangan memarahi Mommy-ku!" seru Adele menatap Caesar dengan bibir mencebik siap menangis. Chloe berkaca-kaca, ia sangat gugup dan ketakutan secara bersamaan. Chloe tidak menyangka kalau waktu ini akan terjadi. Wanita itu menyeka air matanya dan ia tertunduk menangis. "Kenapa kau malah diam?!" desak Caesar. "Siapa sebenarnya Dylan dan Diego, Chloe?! Dua anak ini siapamu?!" tegas Caesar. Dylan dan Diego melebarkan kedua matanya saat Mommy-nya dibentak oleh Caesar. Rahang Dylan mengeras saat Chloe mengeluarkan suara isak tangis dan genggam
"Mommy, apa Daddy tidak menghubungi Mommy dan menanyakan kami?" Alvano menatap Chloe yang tengah menyuapi mereka berlima makan siang. Anak itu, memang paling peka di antara keempat kembarannya. "Belum, Sayang. Mungkin Daddy kalian sedang sibuk," jawab Chloe dengan lembut. "Memangnya kenapa? Kalian ingin pulang bersama Daddy?" "Eh! Apa-apaan itu?! Tentu saja tidak!" pekik Alvano menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Biar saja dia pulang, Mom! Biar disiksa sama Nenek Sihir!" sinis Diego. "Kau saja sana yang pulang ikut Daddy!" seru Alvano. "Bisa diam, tidak?!" sentak Dylan sambil menatap galak pada dua kembarannya itu. Dylan duduk di antara Diego dan Alvano. Chloe mengembuskan napasnya pelan dan mengusap pipi mereka. "Sudah, Sayang ... jangan ribut." "Kakak-kakak ini nakal, bertengkar terus, tidak kasihan Mommy," cicit Adele turun dari sofa dan memeluk Chloe. Chloe meresponnya dengan kekehan gemas. Ia mengecup pipi Adele dengan penuh rasa sayang. "Iya, Kakaknya Adele
"Saya keliling Paris untuk mencari parfum anak-anak dengan bentuk kepala Mickey Mouse ini, Tuan." Eric meletakkan botol parfum itu di atas meja kerja Caesar. "Aduhh, pusingnya..." Mendengar keluhan Eric untuk pertama kalinya, Caesar hanya tersenyum. Tidak menduga, Eric yang sering dipanggil 'Paman Raksasa' oleh si kembar, ternyata kalah hanya dengan sebotol parfum Mickey Mouse. "Ini 'kan hanya parfum anak-anak, kenapa kau mengeluh sampai sebegitunya, Ric? Payah sekali," cibir Caesar meraih botol parfum itu. "Saya berbelanja bersama ibu-ibu di dalam baby shop. Dan hanya saya satu-satunya lelaki di toko itu, Tuan!" jawab Eric sambil mengusap wajahnya. Caesar tertawa seketika. Ia menganggukkan kepalanya dan wajahnya begitu senang karena terhibur membayangkan betapa kikuknya Eric saat itu. Tetapi, ajudannya yang awalnya terlihat kesal, tiba-tiba memperhatikannya dengan mata sipit. Tidak biasanya Eric melihat Caesar memasang ekspresi senang dan berseri-seri seperti ini. "Bukanka
"Sudah, sudah ... semua! Ayo masuk ke dalam rumah! Ayo segera mandi, Sayang!" Chloe melambai-lambaikan tangannya pada kelima anaknya dan meminta mereka untuk segera masuk ke dalam rumah dan segera mandi. Dengan begitu perhatian, Chloe memberikan handuk pada anak-anaknya. Wanita itu menggendong Adele dan mereka semua berjalan masuk ke dalam rumah sambil tertawa-tawa gembira. "Dylan dan Diego mandi di kamar mandi di belakang, Sayang. Alvano dan Alvino mandi di kamar mandi di kamar tamu. Mommy sudah siapkan air hangat untuk kalian semua." "Oke, Mommy! Siap!" Keempat anak itu menjawab dengan kompak. "Mom, Diego ingin mandi di kamar tamu dengan Alvano dan Alvino, Mom!" seru Diego mengekori tiga kembarannya. "Ayo, Diego!" Alvino menarik lengan Diego. Alvano mendengkus dan anak itu tanpa banyak cakap berjalan ke arah Dylan. "Ayo, kita di belakang saja!" ajak Alvano pada Dylan. Chloe terkekeh gemas melihat ekspresi mereka berempat. Sedangkan anak perempuan di gendongannya kini menata