"Sudah, sudah ... semua! Ayo masuk ke dalam rumah! Ayo segera mandi, Sayang!" Chloe melambai-lambaikan tangannya pada kelima anaknya dan meminta mereka untuk segera masuk ke dalam rumah dan segera mandi. Dengan begitu perhatian, Chloe memberikan handuk pada anak-anaknya. Wanita itu menggendong Adele dan mereka semua berjalan masuk ke dalam rumah sambil tertawa-tawa gembira. "Dylan dan Diego mandi di kamar mandi di belakang, Sayang. Alvano dan Alvino mandi di kamar mandi di kamar tamu. Mommy sudah siapkan air hangat untuk kalian semua." "Oke, Mommy! Siap!" Keempat anak itu menjawab dengan kompak. "Mom, Diego ingin mandi di kamar tamu dengan Alvano dan Alvino, Mom!" seru Diego mengekori tiga kembarannya. "Ayo, Diego!" Alvino menarik lengan Diego. Alvano mendengkus dan anak itu tanpa banyak cakap berjalan ke arah Dylan. "Ayo, kita di belakang saja!" ajak Alvano pada Dylan. Chloe terkekeh gemas melihat ekspresi mereka berempat. Sedangkan anak perempuan di gendongannya kini menata
Pagi ini hujan mengguyur langit kota Paris. Jam masih menunjukkan pukul setengah enam pagi, tetapi Caesar sudah melihat Vidia pergi dengan mobilnya. Caesar tidak menghentikannya. Laki-laki itu berdiri di balik jendela di dalam ruangan kerjanya. Rasanya, Caesar ingin mendatangi kediaman Chloe pagi ini. "Tuan Caesar..." Suara dingin dan rendah milik Eric terdengar di dalam ruangan itu. Caesar membalikkan badannya menatap ajudannya tersebut. Eric berjalan mendekatinya. "Saya sudah menelfon seseorang untuk mengikuti Nyonya." Caesar mengangguk. "Wanita itu tidak mungkin pergi ke kediaman orang tuanya." Ajudannya itu mengangguk. Eric berjalan ke arah sofa dan duduk di sana, kedua laki-laki itu menatap ke arah hujan di luar yang cukup deras pagi ini. "Rumah terasa sepi saat anak-anak tidak ada," ucap Caesar dengan suara yang parau. "Apa mereka sesenang itu saat bersama dengan Chloe?" Caesar terdiam dan duduk di kursi kerjanya, ia bersedekap dan tetap menatap hujan, sampai tiba-tiba i
Setelah kembali dari kediaman Chloe. Caesar pun segera pulang ke rumahnya. Laki-laki itu berjalan masuk ke dalam rumah yang kini terasa sangat sunyi. Caesar merasakan perbedaan yang terasa jelas saat ada dan tidak ada si kembar di rumahnya. Karena biasanya rumah akan terasa ramai bila ada mereka di sana. "Kenapa kau pulang sendirian? Mana anak-anakku?!" Suara Vidia terdengar, Caesar menoleh ke arah tangga dan melihat wanita itu berjalan menuruni anak tangga dengan tergesa. Dari arah ruangan kerja Caesar, Eric baru saja keluar hendak mendekat Tuannya, namun langkahnya berhenti saat laki-laki itu melihat Nyonya-nya tampak ingin marah. Caesar menatap istrinya jengah, ia malah melenggang ke arah ruangan kerjanya. "Caesar! Aku sedang bertanya padamu!" pekik wanita itu mengejarnya. Vidia menarik lengan Caesar hingga langkah suaminya itu terhenti. Caesar membalikkan badannya menatap Vidia dengan bosan. "Apalagi yang kau inginkan, Vidia? Kau ingin jawaban apa setelah kau melih
"Biarin saja, Kurcaci tidak usah ditemani! Siapa suruh dia ngompol, hihihihi...." "Iya. Sudah besar kok masih ngompol! Jangan-jangan kita ini hanya kembar empat, dan Kurcaci anak Nenek Sihir!" Adele cemberut menoleh ke arah empat kembarannya yang sembunyi di balik sofa sambil menertawakannya. Anak perempuan dengan rambut dikuncir dua berpita merah itu, mencebikkan bibirnya dan wajahnya memerah seketika. "Huwaa ... Mommy! Kakak-kakak nakal, Mom!" teriak Adele dari ruang tamu menangis keras-keras. "Huwaaa ...! Mommy!" Teriakan tangis anak perempuan itu membuat seisi rumah Chloe heboh. Rumah yang biasanya tenang dan damai, kali ini ada suara teriakan dan tangisan anak kecil untuk pertama kalinya. Chloe yang turun dari lantai dua membawa rok kecil untuk Adele, wanita itu memperhatikan keempat putranya yang langsung bersembunyi. "Ya ampun, Sayang! Jangan menggoda Adik Adele terus, dong!" seru Chloe pada mereka berempat. "Mommy ... Pukul mereka berempat biar kapok, Mom! Huwaa ... Pr
Hari sudah gelap, jam menunjukkan pukul tujuh malam. Mobil hitam Caesar masuk ke dalam pekarangan kediaman kedua orang tuanya. Beberapa jam yang lalu, Wiliam menghubunginya dan meminta Caesar untuk datang. Tanpa menolak, ia langsung datang ke tempat itu. Caesar segera turun dari dalam mobil hitamnya, laki-laki tampan dengan pakaian sweater hitam dibalut mantel hangat berwarna senada itu, melangkah masuk ke dalam kediaman kedua orang tuanya. "Loh, si kembar mana?" tanya Irina pada putranya tersebut. "Dia bersama seseorang," jawab Caesar. Laki-laki itu duduk di sofa dan berhadapan dengan kedua orang tuanya. Di hadapannya, sang Papa—Wiliam Leopold langsung menutup sebuah berkas yang ada di tangannya sejak tadi. "Kau menitipkan mereka pada siapa?" tanya Wiliam menatap putranya. Caesar diam tidak menjawabnya. Laki-laki itu bingung bagaimana ia menceritakan tentang sosok Chloe pada Mama dan Papanya. Irina beranjak dari duduknya. Wanita dengan rambut pendek itu duduk di sampi
Setibanya di rumah, Caesar segera masuk ke dalam kediaman megahnya tersebut. Laki-laki itu melihat mobil merah milik Vidia berada di depan. Caesar melangkah masuk ke dalam rumah. Vidia menyambut kedatangannya dengan wajah serius. Wanita itu beranjak dari duduknya dan berjalan cepat ke arah Caesar dengan mata menyala-nyala penuh amarah dan geram. "Di mana anak-anak?" tanya Vidia dengan suara rendah. Vidia mencekal lengan Caesar dan mendongak menatap wajah tampan suaminya tersebut. "Di mana si kembar, Caesar?!" tanyanya dengan nada menekan. Caesar balik menatap wanita itu dengan tajam dan marah. "Kenapa kau mencari mereka? Untuk apa? Apa pedulimu pada si kembar, hah?!" Vidia gemetar takut saat wajah dingin Caesar berubah kaku di hadapannya. Gambaran kemarahan dan kekesalan yang terlukis jelas pada wajah tampan suaminya.Wanita cantik berambut sepunggung itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Si kembar adalah anakku, Caesar!" tegas Vidia, sebelum ia memicingkan kedua matanya pada Ca