Home / Romansa / Kembar Lima: Om Presdir, Berhenti Mengejar Mommy! / Bab 3. Caesar Leopold dan Triplets Menggemaskan

Share

Bab 3. Caesar Leopold dan Triplets Menggemaskan

Author: Te Anastasia
last update Huling Na-update: 2025-07-14 17:46:07

Sementara itu, di kediaman Leopold ….

"Daddy jangan pergi! Kita bertiga tidak mau ditinggal Daddy!"

Suara tangis anak perempuan bertubuh mungil terdengar menggelegar. Ia memeluk erat pria berbalut jas hitam yang membalut tubuh atletisnya dengan erat.

Pria tampan itu adalah Caesar Leopold—Papa si kembar tiga.

"Daddy tidak akan lama, Princess. Nanti malam Daddy akan pulang,” kata Caesar sambil menenangkan anak perempuannya yang manja.

“Alvino tidak mau berobat kalau tidak ada Daddy,” timpal Alvino dengan suara lemah dan bergetar, hampir menangis.

Caesar mengusap kepala anak lelakinya. “Daddy akan menemani Alvino berobat nanti, oke?"

“Daddy bohong! Daddy pasti akan pulang sangat malam saat kami bertiga sudah tidur!” Adele kembali meraung.

Caesar berusaha sabar. "Di rumah masih ada Mami, Sayang. Nanti Mami akan—"

"Kapan Daddy peka?! Kami mau Daddy, bukan Mami!" Kali ini, giliran Alvano—si sulung yang melayangkan protes.

Di antara mereka bertiga, memang Alvano lah yang paling menonjol. Ia pemberani, meski kadang nakal dan juga usil. Sangat berbeda dengan kembarannya yang lain—Alvino yang kalem, Adele yang manja dan cengeng. Meski begitu, Alvano juga yang paling dewasa dan selalu melindungi kedua kembarannya.

Dari arah lantai dua, turun seorang wanita cantik dengan balutan dress berwarna merah selutut. Wanita itu tersenyum dan berjalan mendekati suami dan anak-anaknya.

"Anak-anak Mami, kenapa semuanya terlihat sedih begini?"

Wanita itu adalah Vidia—istri Caesar. Wanita yang lima tahun lalu datang ke hadapannya, membawa tiga bayi kembar dan meminta pertanggungjawaban.

Saat itu, Caesar sangat terkejut. Ia memang sudah berusaha mencari wanita yang tidur dengannya malam itu. Namun, selama berbulan-bulan, pencariannya tidak kunjung membuahkan hasil.

Kedatangan Vidia bersama tiga bayi kembar itu tentu saja seperti oase di padang gurun. Setelah memastikan bahwa triplets itu memang anaknya, Caesar menikahi Vidia.

Meski, selama lima tahun ini, Caesar tidak merasakan getaran yang sama dengan yang ia rasakan saat bersama wanita di malam panas itu … dan Caesar tidak tahu mengapa.

"Mereka tidak mau aku tinggal," kata Caesar sambil menghela napas. "Siang ini aku ada meeting penting di luar kota."

"Pergilah, biar anak-anak di rumah bersamaku, Sayang," ucap Vidia lembut, lalu menarik Alvino dan Adele dari Caesar.

"Ihh ... Daddy jahat! Adele tidak sayang Daddy lagi!" cetus Adele marah sambil membuang muka.

"Anak Manis, nanti Mami ajak jalan-jalan. Tapi anak Mami yang cantik tidak boleh marah-marah," kata Vidia sambil memeluk dan menenangkan Adele.

Caesar beralih menatap Alvino dan Alvano sembari meraih mantel hangatnya dan membungkukkan badan di hadapan kedua anak laki-lakinya.

"Anak laki-laki Daddy yang paling hebat juga tidak boleh rewel. Harus dengar apa kata Mami. Mengerti, Sayang?"

Alvino mengangguk dengan wajah tertekuk dan bibir manyun, kecewa tapi tidak melontarkan protes.

Tatapan Caesar beralih pada si sulung yang bersikap cuek. "Alvano .…"

"Terserah Daddy!" jawab anak itu.

Caesar tersenyum dan mengusap pucuk kepala anaknya tersebut.

"Kalau begitu, aku berangkat sekarang." Caesar lalu menatap Vidia.

Wanita itu memeluk mesra dan mengecup pipi Caesar. "Hati-hati di jalan, Sayang."

Caesar hanya menggumam dengan ekspresi datar. Dahinya mengerut, seolah tidak nyaman dengan sikap istrinya sendiri.

"Jangan khawatir. Aku akan menjaga anak-anak dengan baik." Vidia tetap menunjukkan senyum hangat, terlepas dari respon Caesar yang dingin dan berjarak.

Caesar mengangguk, lalu bergegas pergi bersama ajudannya.

Si kembar berlari ke teras memberikan lambaian tangan pada papa mereka dengan wajah sedih dan tidak rela.

"Sudah, Adele. Nanti Daddy pasti pulang kok," kata Alvano sambil memeluk kembarannya yang menangis.

"Jangan menangis lagi." Alvino ikut mengusap pipi Adele.

Sebelum Adele mulai tantrum lagi, Vidia datang menghampiri mereka.

Ia bersedekap. Ekspresi wajahnya tampak dingin dan jengah, sangat berbeda dengan Vidia beberapa menit yang lalu.

"Sudah menangisnya. Jangan drama!" sinis Vidia.

Si kembar kompak menoleh padanya.

"Kalian di rumah dengan Nanny, Mami mau pergi arisan dengan teman-teman Mami," ujar Vidia tak acuh.

"Mami, Adele mau ikut," Adele berlari ke arah Vidia.

"Tidak usah, Adele. Di rumah saja dengan kembaranmu," jawab Vidia sekenanya. Tidak peduli melihat sepasang mata Adele yang kembali berkaca-kaca, siap menangis.

Vidia menyergah napas kesal. Selalu saja ia direcoki oleh anak-anak ini! Benar-benar merepotkan!

Kalau bukan karena ketampanan dan kekayaan Caesar Leopold, Vidia benar-benar tidak sudi menukar masa mudanya untuk merawat mereka bertiga.

"Tapi Adele tidak mau ditinggal Mami juga!" seru Adele merengek. Tangisannya mulai pecah lagi.

"Alvino masih sakit. Mami di rumah saja," kata Alvano sambil melirik Alvino yang tampak pucat. “Bukannya tadi Mami bilang pada Daddy akan menjaga kami?” ujar anak itu dengan berani.

"Berisik!" sentak Vidia, sambil menepis tangan Adele dengan kasar. Ia kemudian menatap Alvano geram. “Heh, anak kecil tidak usah sok mengatur!”

Alvano langsung memeluk Adele yang menangis kencang. Tatapan iris hitamnya menajam ke arah Vidia yang tampak murka.

"Apa yang Mami lakukan?! Kalau Daddy tahu, Daddy akan marah sama Mami!" pekik Alvano merangkul adiknya itu, seolah ingin memberinya perlindungan.

Di belakangnya, Alvino ikut berlindung. Tubuhnya yang lemah dan wajahnya yang pucat menunjukkan rasa takut yang terlihat jelas.

Vidia menyunggingkan senyuman sinis. "Oh, berani melawan Mami?” katanya dengan nada angkuh. “Adukan saja! Tapi jangan menangis kalau aku mengirim kalian ke panti asuhan yang sangat jauh!”

Wajah ketiga anak itu seketika memucat. Bahkan Alvano yang tadinya tampak berani, tidak berani berkata-kata.

Inilah mengapa ia tidak suka jika jauh dari ayah mereka, sebab Vidia bersikap seperti nenek sihir. Sangat berbeda dengan Vidia saat bersama Caesar, yang bermulut manis seperti malaikat.

Alvano memeluk kedua kembarannya dan menenangkan mereka. "Sudah, Adele jangan menangis. Cup ... Cup ... sini peluk Kakak!"

Alvano menoleh pada Alvino yang tampak lemas. "Jangan sedih, Alvino. Tidak usah pedulikan Nenek Sihir itu! Nanti kalau check up ke rumah sakit, aku temani, okay?"

Alvino mengangguk lemah. Ketiga anak kembar itu saling berpelukan.

Sementara itu, Vidia sudah pergi meninggalkan mereka tanpa mengatakan apapun lagi, seolah berada di sana membuatnya alergi.

Alvano menatap kepergian Vidia dengan tatapan penuh tanya.

"Apa iya, Nenek Sihir itu benar-benar Mami kami?"

**

Hari sudah mulai gelap saat Chloe kembali ke rumah sakit untuk bertugas shift malam.

Ia sudah mengantarkan Dylan dan Diego ke tempat penitipan anak yang berada tak jauh dari rumah sakit.

Dengan langkah ringan, ia menyusuri koridor menuju ruang kerjanya.

Sungguh, Chloe merasa cukup bangga dengan pencapaiannya saat ini.

Dokter Spesialis Anak … gelar itu membuat Chloe benar-benar terharu.

"Selamat malam, Dokter Chloe," sapa suster Anna—asistennya yang sudah menunggu Chloe di depan pintu.

"Selamat malam Suster Anna. Bagaimana dengan jadwalku malam ini?" tanya Chloe sambil memasang sarung tangan elastis di tangannya.

"Ada satu pasien Dokter Dave yang dialihkan pada Dokter Chloe, karena hari ini Dokter Dave menangani banyak sekali pasien," ujarnya perawat itu sembari menyerahkan stetoskop pada Chloe.

Chloe mengangguk. "Kalau begitu siapkan semua data-data pasien kecilku, dan bawa ke ruanganku."

"Baik, Dok.”

Chloe berjalan sambil memasang maskernya menuju ruangan khusus poli anak. Namun, saat ia baru saja membuka pintu lorong itu, langkahnya seketika terhenti.

Chloe melebarkan kedua matanya menatap sosok anak kecil laki-laki berbalut sweater rajut berwarna merah yang duduk tak jauh darinya.

Chloe tertegun. "Diego … bagaimana bisa Diego ada di sini?!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kembar Lima: Om Presdir, Berhenti Mengejar Mommy!   Bab 98. Tertangkap Sudah

    Setelah memeriksa anaknya, Chloe menemui Caesar di ruangan pribadi milik laki-laki itu. Kini, ia tengah duduk berhadapan dengan Caesar di dalam ruangan yang dipenuhi dengan rak dokumen dan meja kerja yang penuh dengan berkas-berkas. Berdua dengan Caesar membuat atmosfer yang menyelimuti Chloe terasa menipis. Rasa canggung, gugup, dan takut bercampur aduk menjadi satu dalam dirinya. Chloe masih memegangi cangkir keramik berisi teh melati yang masih hangat. "Sepertinya, kondisi Alvino sudah stabil saat ini. Tapi, aku masih perlu sering memeriksanya," ujar Chloe tiba-tiba memecah hening. Caesar diam tidak menjawab. Sepasang mata dengan iris hitam dan tajam itu menatapnya lekat dan dalam, seolah melucuti rasa takut di dalam kepala Chloe. Wanita itu tertunduk gugup. "Ke-kenapa kau menatapku seperti itu?" cicit Chloe. "Kau berasal dari Nantes?" Caesar membuka suara tiba-tiba. Kedua mata Chloe melebar, jemarinya meremas pegangan cangkir keramik putih yang ia bawa. "Nantes ... berarti

  • Kembar Lima: Om Presdir, Berhenti Mengejar Mommy!   Bab 97. Caesar Mengetahuinya

    "Mommy kenapa datang ke sini, ini 'kan hari libur?" Diego panik melihat Chloe datang, karena dia bukan Alvino dan ia juga tidak sakit. Anak itu berdiri menatap Chloe yang tersenyum padanya. Tetapi, Diego yakin kalau Alvano dan Alvino pasti cerita pada Chloe tentang siapa masing-masing dari mereka. Menanggapi pertanyaan Diego, Chloe hanya memberikan senyuman manis pada anak-anaknya itu. Ternyata benar, anak-anaknya memang berada di sini, Chloe paham betul dengan Dylan yang memakai kacamatanya. "Mommy datang ke sini untuk menyuntik anak-anak yang nakal," jawab Chloe sambil menatap ketiga wajah gemas anak-anaknya. "Hah? Apa?!" Dylan, Diego, dan Adele terkesiap dan terkejut mendengarnya. Chloe menekuk kedua lututnya di hadapan mereka bertiga sambil tetap tersenyum. Hingga dari arah depan sana, terlihat Caesar muncul dan berjalan ke arah Chloe dan ketiga anaknya. "Dokter Chloe," sapa Caesar pada wanita itu. Chloe tersenyum dan kembali menegakkan tubuhnya. "Tuan Caesar, selama pagi

  • Kembar Lima: Om Presdir, Berhenti Mengejar Mommy!   Bab 96. Kecurigaan Caesar Akan Terbukti

    Keesokan paginya, Chloe membawa Alvano dan Alvino ke kediaman Amelia. Hari ini, ia ingin menitipkan kedua anaknya di sana. Chloe terlihat murung. Raut wajahnya yang sembab dan lesu menunjukkan dirinya berada dalam posisi yang membingungkan saat ini. "Jadi, selama ini mereka sudah tahu kalau mereka kembar lima, Chloe?" tanya Amelia pada Chloe. Chloe mengangguk pelan. "Iya, Kak. Aku saja yang lalai selama ini." Amelia terkejut, wanita itu menatap dua anak yang tampak anteng bermain di teras. Perbedaan sikap anak-anak Chloe yang mencolok, kalau Dylan dan Diego, pasti mereka sudah heboh bila tiba di rumah Amelia. Tetapi Alvano dan Alvino benar-benar kalem dan patuh. "Aku tidak bisa diam saja, Dylan dan Diego pasti suka membuat onar di rumah Caesar. Aku harus mengambil mereka dalam hari-hari ini, Kak Amelia," ujar Chloe tiba-tiba. "Iya, Chloe. Tapi pasti sulit untukmu masuk ke dalam sana bila tanpa alasan." Chloe diam sejenak. Wanita itu meraih tas miliknya dan ia meraih ponselnya

  • Kembar Lima: Om Presdir, Berhenti Mengejar Mommy!   Bab 95. Kemarahan Dylan Akan Dimulai

    Keesokan paginya, di kediaman Caesar tampak seperti biasanya. Ketiga anaknya, dan juga istrinya berkumpul di ruang makan untuk sarapan. Semalaman penuh Caesar tidak bisa tidur, ia terus memikirkan anak laki-laki di hadapannya kini. Anak yang tidak lepas dari kacamata itu. Jelas-jelas dia bukanlah Alvano karena Alvano tidak suka memakai aksesoris apapun selain gelang jam. "Sayang, makan yang banyak ya, anak-anak Mami," ujar Vidia pada mereka semua. "Iya, Mami," jawab Adele sambil mengambil sendoknya. Di samping Adele, ada Diego yang menatap cemberut telur goreng di atas piringnya. "Kenapa telurnya diorak-arik? Aku kan minta telur mata sapi, Bi!" seru anak itu pada pelayan. "Loh, iya kah? Bibi lupa, Tuan," ujar pelayan itu. "Huwaa ... Bibi! Aku mau telur mata sapi," rengek Diego mendorong piringnya. "Iya, Tuan Kecil. Sebentar, ya ... Bibi siapkan minum untuk Nona Adele dulu." "Aku maunya sekarang, Bi!" pekik Diego lagi. "Sabar, Sayang..." Caesar menatap anaknya. "Yahhh, Dadd

  • Kembar Lima: Om Presdir, Berhenti Mengejar Mommy!   Bab 94. Dylan Bermain-main Dengan Caesar

    Dylan tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya pada Caesar saat Papanya itu bertanya siapa dirinya. Caesar menuruti insting anak kecil itu, ia menjabat tangan Dylan dan menatapnya penasaran. "Anakmu, yang kau lupakan," jawab Dylan dengan serius. Alis tebal Caesar bertaut. "Jangan bercanda, aku tahu kau bukan anakku yang biasanya." Salah satu alis tebal Dylan terangkat dan menatapnya memicing. "Kenapa? Panik, ya?" "Nak—""Intropeksi diri dulu sebelum mencari tahu siapa aku! Sudah jelas-jelas berbeda seperti ini kok masih tidak tahu! Sama anak sendiri bisa lupa! Hemhh ... payah seperti itu kok mau dipanggil Daddy! Tidak level!" Dylan turun dari sofa sambil mengomeli Caesar yang kini berdiri tercengang melihatnya. Anak itu berjalan ke arah tangga, sebelum dia menghentikan langkahnya dan menatap Caesar. "Daddy lebih baik duduk dan ingat-ingat, siapa yang pernah Daddy tinggalkan dan Daddy sakiti! Dengan begitu, Daddy tahu siapa aku!" sinis Dylan. Dylan tersenyum manis beralih men

  • Kembar Lima: Om Presdir, Berhenti Mengejar Mommy!   Bab 93. Siapa Kau Sebenarnya, Nak?

    Hari sudah malam, jam menunjukkan pukul sembilan tepat. Dylan tampak murung dan berdiri di balik jendela, menatap pemandangan malam yang gelap, sunyi, dan cahaya penerangan rumah yang sengaja dibuat temaram. Dengan balutan piyama panjang dan hangat berwarna biru muda, Dylan membenarkan posisi kacamata yang ia pakai. Sejak satu bulan ini, Dylan tidak bisa melihat jauh, pandangannya buram saat anak itu memandang jauh hingga Chloe membelikannya sebuah kaca mata khusus agar Dylan bisa melihat dengan jelas kembali. "Mom..." Dylan berucap lirih. Ia merasa sedih tiap kali mengingat Mamanya yang ia tinggalkan. "Dylan kangen. Mommy sedang apa?" Anak itu tertunduk dengan wajah sedih. "Aku harap, aku bisa segera pergi dari sini setelah membuat Daddy kapok!" Dylan memejamkan kedua matanya perlahan dan anak itu membalikkan badannya. Dylan tersentak pelan, saat ia berbalik, di belakangnya berdiri Caesar yang tengah menatapnya dengan tatapan lekat. "Kenapa belum tidur, Sayang?" tanya Caesar be

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status