LOGINChloe melepas maskernya dan berjalan mendekati anaknya yang tengah duduk di kursi tunggu.
"Ya ampun, Sayang, kenapa menyusul Mommy ke rumah sakit? Siapa yang mengantarkan Diego ke sini?" tanya Chloe khawatir. Namun, anak laki-laki itu menatapnya dengan sorot mata bingung. "Namaku bukan Diego, Bu Dokter. Namaku Alvino," ucap anak itu dengan suara lemah. Chloe menyergah napasnya. "Jangan bercanda, Diego. Kita kembali ke penitipan—" "Bu dokter, namaku Alvino. Alvino Leopold!" ujar anak itu dengan bibirnya yang cemberut, tampak mulai kesal. Chloe tercengang. "A-apa? L-Leopold?!" Detak jantung Chloe seketika berpacu saat anak itu mengangguk. Ia merasakan napasnya tercekat. Tangannya gemetar saat menyentuh pipi Alvino. Rasanya … sama seperti menyentuh pipi Dylan dan Diego. Chloe susah payah menelan ludah. Sesuatu seolah baru saja menghantam kepalanya. Anak ini … jangan-jangan …. Tiba-tiba terdengar suara pintu kaca depan terbuka. Chloe menoleh. Kedua pupilnya bergetar saat melihat dua anak kecil berlari ke arahnya. Mereka …! Satu anak perempuan bertubuh mungil, memiliki wajah yang sangat cantik dan lucu, rambutnya cokelat gelap seperti milik Chloe. Dan satu lagi, anak laki-laki yang benar-benar mirip dengan Diego dan Dylan, juga Alvino. Chloe hampir saja berlari untuk merengkuh mereka ke dalam pelukan. Namun, tubuhnya seolah membeku saat melihat sosok lelaki berbalut jas hitam yang memakai kaca mata bening yang datang bersama mereka. Pria tampan berwajah dingin itu memiliki aura yang sangat dominan. "Mami mana?" tanya Alvino pada kedua kembarannya. "Mami masih di depan mengangkat telepon," jawab Alvano. "Alvino, nanti disuntik tidak boleh menangis lho!" seru anak perempuan dengan balutan dress merah muda itu sambil memeluk Alvino. "Huh, Adele tidak boleh menakuti Alvino. Dia nanti bisa mengompol!" sahut Alvano menarik lengan Adele. Anak perempuan itu menggembungkan kedua pipinya saat diomeli oleh kembarannya. Hal itu membuat dada Chloe menghangat. Adele tiba-tiba berjinjit dan tersenyum melambaikan tangan padanya. "Halo, Bu dokter," sapanya dengan sangat manis. "Nanti jangan lupa suntik Alvino dengan jarum yang besaaar sekali, ya!" Chloe masih mematung menatap tiga miniatur kecilnya yang muncul secara mendadak di hadapannya. Apakah ia sedang bermimpi? Chloe menggelengkan kepala. Ia tidak boleh gegabah. Bagi ketiga anak kembarnya, ia adalah orang asing. Jadi, Chloe harus berpura-pura tidak mengenal mereka untuk sementara waktu. Chloe terkekeh menatap anak itu dengan gemas. "Iya, Anak Cantik," katanya dengan suara parau. Tapi ia langsung berdeham untuk menetralkan perasaannya yang membuncah oleh haru sekaligus lega. Tiba-tiba seseorang menarik lengan Adele dan menggendongnya. Chloe mengangkat pandangannya dan bertatapan dengan Caesar yang menatapnya dingin. Wanita itu menelan ludah gugup saat tatapan Caesar tidak lepas barang sedetik pun darinya. Apakah … pria itu mengenalinya? "Anda Dokter Spesialis Anak yang menggantikan Dokter Dave?" tanya Caesar tanpa basa-basi. "Benar, Tuan. Saya Chloe Valencia, Dokter Spesialis Anak dan Reumatologi di rumah sakit ini," ujar Chloe memperkenalkan diri. Ia berusaha tampak tenang dan mengingatkan diri bahwa mustahil Caesar mengenalinya. Chloe buru-buru menatap Alvino dan mengulurkan tangannya. "Ayo, Alvino, kita masuk ke dalam." "Adele mau ikut, ingin lihat Alvino menangis disuntik Bu Dokter!" Adele berseru girang. "Tidak usah. Kita tunggu Mami saja di sini," sahut Alvano. "Ihh, Kakak tidak seru! Adele tidak mau main sama Kakak!" Adele menekuk bibirnya hingga manyun. "Princess." Suara pelan Caesar menegurnya penuh peringatan. Adele mendorong dada ayahnya itu, meminta untuk diturunkan dari gendongan. "Iya, Daddy, iyaaa! Princess tidak sayang Daddy lagi!" kata anak itu, langsung menghentakkan kakinya begitu Caesar menurunkannya. Chloe terpana menatap anak perempuan itu. Dia sangat lucu saat marah, mirip sekali dengan Diego. Chloe lantas membawa Alvino ke ruang pemeriksaan, diikuti oleh Caesar. Sementara Alvano dan Adele menunggu di luar. Wanita cantik berbalut jas putih itu meminta Alvino untuk berbaring. Chloe memeriksa berkas-berkas pemeriksaan milik Alvino selama ditangani oleh Dokter Dave. Chloe terkejut saat melihat apa yang tercatat di sana. Jantungnya seolah baru saja diremas, membuat tubuhnya terasa lemas. Alvino sakit autoimun …. Informasi itu benar-benar membuat Chloe panik! Ia segera mendekati Alvino dan mulai melakukan pemeriksaan. "Sebentar ya, Sayang,” katanya lembut, meski hatinya dilanda resah. "Alvino tidak mau disuntik, Bu Dokter!" pekik anak itu menjerit dan siap menangis. Caesar segera memeluk tubuh kecil Alvino yang menangis ketakutan. "Jangan takut, Sayang. Daddy ada di sini," bisik Caesar, sembari mengecup puncak kepala putranya. Meskipun wajahnya menunjukkan rasa cemas yang hebat. Chloe lantas membuka sweater yang Alvino pakai. Ia menelan ludah saat melihat ruam merah kebiruan di punggung anak itu. Chloe benar-benar terguncang. Setelah terpisah dengan anak-anaknya selama beberapa tahun, kini ia harus bertemu anaknya dalam kondisi seperti ini. Wanita itu sudah biasa menangani anak dengan sakit seperti ini saat di Nantes, tapi ia merasa tak berdaya saat harus menangani anaknya sendiri. "Kondisi Alvino sudah sangat serius, Tuan. Ia membutuhkan penanganan dan pemantauan khusus," jelas Chloe pada Caesar yang memeluk putranya. Caesar mengembuskan napasnya pelan. "Tapi anak saya pasti bisa sembuh kan, dok?" Chloe mengangguk. "Saya akan berjuang agar Alvino bisa sembuh." Alvino menatapnya berkaca-kaca. Chloe pun mengusap pipi anak itu. "Alvino jangan takut ya, Sayang." Anak itu menekuk bibirnya dan menangis. Selama ini, ia tidak pernah dipanggil sayang oleh maminya. Tapi saat melihat dokter ini, Alvino merasakan sesuatu yang aneh, yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Tiba-tiba, Alvino melepas pelukan Caesar dan beralih memeluk Chloe dengan erat. "Daddy, Alvino mau Bu dokter saja yang mengobati Alvino. Tidak mau dokter yang lain!" serunya sambil menatap papanya memohon. Caesar terkejut melihat anaknya yang biasanya menolak dekat dengan orang asing, justru memeluk Chloe seerat itu. Bahkan, baru kali ini Alvino meminta sesuatu padanya. Biasanya, Caesar lah yang lebih dulu menawarkannya sesuatu. Pandangan Caesar kembali teralih pada Chloe yang tengah memeluk dan menenangkan Alvino. Meskipun tidak yakin, tapi Caesar tidak bisa mengabaikan permintaan putranya. "Maaf Dokter Chloe, kalau saya boleh meminta, apakah Anda bersedia bila menjadi dokter pribadi Alvino untuk selalu memantau kondisinya?" tanya Caesar. Chloe tergemap, tidak sanggup mengatakan apapun. Melihat ekspresi dokter cantik di depannya, Caesar seolah bisa memahaminya. "Anda bisa mempertimbangkannya," imbuh pria itu. "Saya bersedia, Tuan,” ujar Chloe segera. Ia tidak boleh melewatkan kesempatan ini! “Saya akan datang setiap hari untuk memantau kondisi Alvino," lanjutnya. "Saya tidak keberatan untuk menjadi dokter pribadi Alvino, mulai hari ini." Caesar mengangguk. "Terima kasih, Dokter Chloe." Wanita cantik itu tersenyum lembut. Bagus! Dengan menjadi dokter pribadi Alvino, Chloe bisa lebih mudah merebut si kembar tiga dari Caesar Leopold!Menjelang musim dingin akhir tahun, sekolah si kembar telah libur panjang. Kelima anak itu menghabiskan banyak waktunya di rumah. Mereka juga jarang pergi jalan-jalan, karena tidak mau meninggalkan Mommy-nya di rumah sendirian. Begitu juga dengan Chloe. Sepanjang hari ia menghabiskan waktu di rumah, dan melakukan kegiatan-kegiatan kecil setiap harinya untuk menyambut kelahiran bayinya nanti. Seperti hari ini, Chloe dan si kembar tengah sibuk menata barang-barang bayi di dalam sebuah kamar yang nantinya akan menjadi kamar si kecil. "Mom, Diego mau bantu Mommy. Ini barang-barang adik ditaruh mana?" tanya anak itu mendongak menatap Chloe yang tengah melipat baju-baju bayi. "Taruh di lemari kaca saja, Sayang. Bonekanya, ditata saja di rak kayu di dekat sini," ujar Chloe. Alvano dan Dylan yang tengah menempelkan stiker di dinding, anak-anak itu menggerutu. Terutama Dylan yang cemberut sambil menatap Alvano yang bersenandung kecil. "Dulu waktu kau masih kecil, kau juga punya kamar se
"Anak-anak, sebentar lagi kalian akan punya adik baru. Tidak lama lagi, adik akan lahir. Mommy harap kalian bisa menjadi Kakak yang baik untuk adik." Chloe memandang kelima anaknya yang kini tengah berbaring bersamanya di dalam kamar. Anak-anak itu baru saja pulang sekolah dengan wajah murung dan langsung mencarinya. Di samping Chloe, ada Diego yang kini memeluknya. "Kalau adik sudah lahir, Mommy janji ya, sayang juga sama kami, jangan sayangi adik saja," pinta anak itu. Chloe terkekeh mendengarnya. "Iya, Sayang. Mana mungkin Mommy pilih kasih. Apalagi 'kan—""Princess harus tetap Princess!" sahut Adele dengan nada kesal. "Kau tetap saja menjadi Kurcaci," sahut Dylan sambil mendendang-nendang kecil kaki Alvano, anak yang tengkurap di sampingnya. "Adiknya nanti diberi nama siapa, Mom?" tanya Alvino, ia menyangga dagu dengan kedua tangannya sambil menatap Chloe di sampingnya. "Bagaimana kalau kita beli nama Mickey saja, lucu bukan?" seru Diego dengan mata berbinar-binar. "Mickey
Dua bulan kemudian...Usia kandungan Chloe saat ini sudah memasuki usia delapan bulan. Aktivitas yang Chloe jalani juga semakin berkurang. Ia memilih banyak beristirahat di rumah. Sementara Caesar, laki-laki itu menjadi suami yang siap siaga yang selalu dua puluh empat jam di samping Chloe. Siang ini, Caesar menemani Chloe jalan-jalan di taman rumah. Saat anak-anak sedang bersekolah, mereka hanya berduaan tanpa ada gangguan dari si kembar yang biasanya sangat banyak tingkah. "Sebentar lagi akan masuk musim gugur, udara semakin dingin. Bunga-bunga di taman akan mati sebagian," ujar Chloe menatap bunga-bunga di taman rumahnya. "Heem. Setidaknya masih ada beberapa bunga yang bertahan, Sayang," ujar Caesar merangkulnya. Chloe mengembuskan napasnya panjang dan ia duduk di sebuah bangku taman. Diam di sana menatap air mancur di halaman belakang rumahnya. Caesar tersenyum menatapnya. Entah mengapa, sejak Chloe hamil, Caesar selalu gemas menatapnya, padahal Chloe tidak gemuk, tapi juga
Hari ini si kembar sedang libur sekolah, anak-anak itu memiliki banyak waktu di rumah. Begitupun dengan Caesar yang juga tidak ke kantor. Pagi-pagi sekali, Caesar sudah menemani si kembar berenang di kolam renang rumah mereka. Sedangkan Chloe hanya bisa memandangi mereka saja. Chloe meluruskan kakinya pada sofa, ia mendongakkan kepalanya menatap langit cerah pagi ini dan memejamkan kedua matanya. 'Aku tidak pernah membayangkan kalau aku akan berada di posisi ini. Memiliki suami yang baik, dan anak-anakku yang pintar.' Chloe membuka kedua matanya, ia tersenyum tipis. 'Aku pikir, dulu aku hanya akan hidup bertiga dengan Dylan dan Diego. Tetapi, ternyata takdir berkata lain. Aku justru bersatu dengan laki-laki itu...' Pandangan Chloe lurus tertuju pada Caesar. Laki-laki yang kini naik ke atas permukaan sambil menggendong Diego di punggung dan menggandeng Adele. "Mommy...!" Adele dan Alvano berlari ke arah Chloe. Chloe langsung tersenyum manis, ia menyiapkan beberapa handuk untuk me
Dylan terbangun saat anak itu merasakan tangannya merayap ke arah samping mencari-cari di mana Mommy-nya. "Mommy..." Dylan terbangun dan ia langsung duduk. Anak itu cemberut saat membuka mata, ia tidur di pinggir, sedangkan di sampingnya ada sang Papa yang tidur tepat di samping sang Mama. Dylan memang anak sulung, tapi usianya tetap saja masih hampir enam tahun. Dia masih kecil, dan juga ingin bermanja-manja. "Daddy, minggir, Dad! Dylan ingin tidur di samping Mommy, Dad!" pekik anak itu, ia mengepalkan tangannya memukuli tubuh Caesar. "Apa, Sayang?" Caesar membuka mata dan langsung memeluknya. "Sini, tidur dengan Daddy saja..." "Tidak mau. Dylan mau dipeluk Mommy!" seru anak itu. "Kenapa Dylan bangun-bangun sudah ada di sini? Siapa yang pindah Dylan di pinggir? Kalau Dylan jatuh bagaimana? Daddy tega sekali...!" Suara uring-uringan Dylan membuat Chloe pun terbangun dari tidurnya. Wanita itu menoleh ke belakang di mana Dylan kini tampak sedih, mengucek kedua matanya dan mengome
Hari sudah malam, jam menunjukkan pukul sepuluh. Si kembar sudah tidur, tetapi tidak dengan Dylan. Anak laki-laki dengan balutan piyama berwarna putih bergambar Teddy Bear itu, berjalan membawa selimutnya menuju ke arah kamar Chloe dan Caesar. Dylan berlari kecil karena ketakutan. Anak itu mengira di kamarnya ada hantu, karena jendela kamarnya terus seperti diketuk-ketuk dari luar. Dylan berdiri di depan pintu kamar Chloe dan mengetuk pintu itu dengan pelan. "Mommy..." "Iya, Sayang?" Pintu kamar terbuka, Chloe tersenyum manis menatap Dylan yang berdiri mendongak menatapnya sambil memeluk selimut miliknya. "Daddy di mana, Mom?" tanya anak itu, ia berjalan masuk ke dalam kamar Chloe. "Daddy sedang mandi, Sayang," jawab Chloe sambil menutup pintu kamar. "Asikk ... akhirnya Dylan bisa bobo sama Mommy! Huwaa ... Dylan kangen dipeluk Mommy, tidak ada yang lain yang ganggu Dylan!" seru anak itu, ia berbaring memeluk Chloe dengan erat. Chloe terkekeh gemas, ia membalas pelukan putra







