Kencan?
Oh sialnya Dara yang sudah beberapa kali diberikan harapan palsu oleh Gio baru kali ini bisa berkencan dengan kekasihnya. Setelah kejadian beberapa waktu lalu saat Gio meminta izin untuk menyentuhnya. Mereka tidak lagi berkomunikasi. Dara yang enggan untuk mengalah pada kekasihnya. Lagi pula hubungan seperti itu hanya akan membuat hari sakit sekali. Jadi dia tidak bisa menolak ajakan pria ini kalau memang akan pergi nanti.
Dara baru saja siap-siap dan Gio langsung memasukkan ponselnya. Dengan tatapan curiganya Dara kepada kekasih yang telah dia pacari beberapa tahun terakhir. Menampakkan kecurigaan yang tidak ingin diketahui oleh Dara.
Ada apa?
Permainan apa yang sedang dilakukan oleh Gio.
Apa sekarang pria itu sedang bermain api dengannya?
“Atasanku yang menghubungi.”
Pria itu langsung berkata demikian tanpa ditanyakan oleh Dara. Menghilangkan kecurigaan yang terjadi antara dirinya dan Dara. Sebenarnya yang menghubunginya adalah Leta. Mereka memang sering berkomunikasi.
Perasaan Gio juga sangat besar kepada Dara. Meskipun dia ingin memulai hubungan dengan Leta, tapi wanita ini tidak bias dia sia-siakan. “Apa penampilanku tidak terlihat aneh?” pria itu menatap lekat ke penampilannya Leta dengan sweater dan rok pendek. Oh sialnya kenapa wanita ini juga selalu berpenampilan menarik sampai menggoda Gio.
Gadis ini nampak imut, bibirnya dipoles dengan lipstik berwarna merah. Kulitnya putih dan bersih. Ya, jelas saja siapa yang melihat Dara pasti akan tergoda oleh bentuk tubuhnya. Membayangkan kalau wanita ini ada di bawahnya.
Sialannya lagi Gio malah berpikir seperti itu untuk Dara. “Kita menikah sebentar lagi. Aku harus menabung lebih giat.”
Mendadak Gio bahas pernikahan, tapi Dara malah menghadap lain. Senyumannya merekah mendengar ucapan Gio yang mengatakan jika sebentar lagi akan ada pernikahan mereka berdua. Tidak pernah dia bayangkan kalau pria yang sering ngambek ini punya tujuan yang baik untuk hubungan mereka.
Gio sering membayangkan gadis kecil ini mengenakan baju tidur dengan motif bulan bintang lalu naik ke atas kasur bermanja dengannya. Meletakkan kepalanya di atas dada Gio sembari bertanya apakah Gio menginginkannya malam itu.
Dara mendekat ke arahnya. “Sayang, apa yang tadi kamu ucapkan itu serius?”
Gio mengangguk dengan sangat pasti kalau dia memang menginginkan pernikahan. Cepat atau lambat dia harus tetap menikah dengan pria ini karena memang sangat mencintai Gio. Kalau bisa, dia tidak akan masalah jika melangkahi Leta. “Mengenai pernikahan, apa kamu tidak keberatan melangkahi kakakmu?”
Dara menggeleng dengan pelan. “Aku tidak masalah. Lagi pula, Papa sama Mama tidak akan masalah bukan kalau kita menikah cepat?”
Gio mengangkat bahunya. “Jadi kalau begitu, hari ini kita kencan sampai malam. Tapi apa kamu tidak ada tugas dari perusahaan atau dari kampus?”
Seperti yang diketahui kalau Dara juga masih menempuh pendidikan. Wanita ini memang benar-benar tidak lelah belajar. Dia masih sibuk dengan pendidikan juga dengan kariernya.
Dara berdiri di dekat pria itu saat dia baru saja memakai tasnya. “Kurasa tidak. Memangnya ada apa?”
“Tidak ada, biasanya kamu yang sibuk. Setiap kali aku ingin mengajakmu keluar, kamu akan sibuk dengan berbagai macam alasan.”
Seingatnya Dara, yang sibuk adalah Gio. Sangat sulit sekali diajak untuk berkencan. Malah sekarang dirinya yang dikatakan sibuk oleh pria ini. Tidak benar seperti itu kejadiannya. Karena yang memang sibuk itu adalah pria ini. Bukan Dara.
Mobilnya Gio berhenti di salah satu restoran yang dituju. “Apa kita akan makan di sini?” nampak bahagia sekali raut wajahnya wanita ini ketika dia melihat kalau wanitanya begitu bahagia.
“Tentu saja. Aku akan mengajakmu makan di sini.”
Senyumannya merekah, pelayan datang membawakan buku menu dengan memberikan pilihan berbagai macam hidangan.
“Kamu pesan apa sayang?”
Dara masih membaca menu. Sementara Gio memesan. “Australian Tenderloin Beef Steak, minumnya Lotus Biscoff Frappuccino.”
Gio lebih dulu memesan, sedangkan Dara masih bingung untuk memesan. Pria itu membiarkan apa saja yang jadi seleranya Dara.
Pilihannya pun telah ditentukan. “Italian Beef Lasagna, terus minumnya samain aja.”
Dara menyodorkan buku menu setelah dikonfirmasi pesanan mereka berdua. Lalu pelayan itu pergi setelah meminta mereka berdua menunggu.
Keduanya mengobrol dengan santai, tempat ini memang cukup romantis. Akan tetapi garis bawahi, ini adalah tempat di mana Gio membawa Leta waktu itu. “Malam ini antar aku ke rumah Mama, ya. Aku sepertinya menginap di sana.”
Gio tidak keberatan. Lagi pula dia sebenarnya ada janji dengan Leta. Pasti juga wanita itu akan keluar rumah nanti. Jadi tidak mungkin bertemu dengan Leta di sana. Gio mencintai Dara, tapi menginginkan Leta juga saat Dara sedang sibuk dengan pekerjaan juga dengan pendidikannya.
Sebagai seorang pria dia juga terbilang masih normal. Tidak munafik kalau ia menginginkan mereka berdua. Entah mana yang akan jauh lebih memahami dirinya suatu saat nanti. Antara Leta atau Dara. Tapi untuk pernikahan, dia menginginkan Dara. Memang itu terdengar tidak adil.
Akan tetapi ini adalah pilihan yang diinginkan oleh Gio.
Seharian penuh jalan-jalan, menghabiskan waktu yang mereka sempat pertengkarkan. Karena Gio menunggu Dara waktu itu cukup lama. Akhirnya dia bertemu dengan Leta dan mengajak wanita itu dibandingkan menunggu Dara.
Sampai di kediamannya Dara, Gio juga turun dari mobil untuk meminta izin secara sopan telah mengantarkan Dara.
“Nggak mampir dulu?”
Pria itu senyum setelah ditanya oleh ayahnya Dara. “Mungkin lain kali, Om. Dara minta diantar ke sini jadi saya antarkan ke sini.”
Dia memilih untuk berpamitan lalu pergi begitu saja setelah merasa kalau Leta pasti sudah ada di luar menunggunya.
Sedangkan di sana Dara yang disambut orangtuanya ketika pulang. “Apa kamu sama Gio memang serius jalani hubungan ini?”
Tiba-tiba Dara merasa kalau kepalanya dingin sekali mendengar pertanyaan dari orangtuanya. Memangnya ada keraguan dari Gio untuk menikahinya? Sedangkan Dara juga saat ini sedang menabung demi mereka berdua bisa melangsungkan pernikahan.
“Apa Papa meragukan dia?”
Sama sekali bukan itu yang dimaksud oleh orangtuanya. “Bukan, tapi Mama sama Papa hanya memikirkan soal kakak kamu. Apa tidak sebaiknya kamu tunggu saja kakak kamu menikah dulu baru kamu menikah dengan, Gio? Karena kalau perempuan dilangkahi adiknya, dia akan sulit mendapatkan jodoh.”
“Apa kak Leta sudah punya pacar? Kalau ada, aku akan bertanya kepadanya kapan akan menikahi Kak Leta. Sedangkan aku sama Gio sudah ada rencana.”
Pulang, bukannya mendengarkan kabar baik itu adalah suatu kebahagiaan juga kalau anak mereka tidak digantung. Tapi malah diminta untuk tidak melangkahi Leta lantaran wanita itu belum menikah. “Mama sama Papa nggak pernah dukung aku dari dulu.”
“Kenapa kamu berpikiran seperti itu?”
Baru saja orangtuanya mengikuti dari belakang, Dara memilih masuk ke kamar dan mengunci pintunya. Sungguh dia benci keadaan seperti ini. Alasan dia juga keluar dari rumah ini karena ketidakadilan orangtuanya memperlakukan dia dengan Leta yang pasti akan berat sebelah. Tidak seperti orangtua pada umumnya yang memperlakukan anak-anak mereka dengan adil. Justru ketidakadilan dirasakan oleh Dara dari dulu.
Rasanya kepalanya benci sekali dengan keadaan seperti ini. Baru saja dia pulang berkencan dan merasa bahagia sekali dengan Gio. Tapi tekanan batin dari orangtua sudah membuat dia merasa bahwa dunia ini memang tidak adil baginya.
Diperlakukan sungguh tidak biasa.
Mana pacar kakaknya?
Kalau dia menunggu lagi. Pasti Gio akan meninggalkannya.
Leta tidak pernah mengenalkan kekasihnya kepada orangtuanya seperti yang dilakukan oleh Dara yang mengajak Gio ke rumah orangtuanya untuk dikenalkan sebagai seorang kekasih.
Tapi sarapan sekaligus makan siang malah justru kali ini nasi goreng. “Kamu kenapa sekarang suka banget makanan beginian?” “Gimana nggak suka, Sayang? Kamu dari kita pacaran ya sudah disediakan aku nasi goreng, kadang nasi uduk. Sejak sama kamu lho aku udah nggak sarapan sama roti.” Dara menyadari itu, dia menyediakan nasi yang setiap hari kalau Arvin mampir ke apartemennya untuk sarapan. “Sayang, apa aku ini pengacau di hidup kamu?” “Nggaklah, justru aku bahagia ya sejak kamu punya pemikiran terbuka. Sekarang jadi istriku, semuanya serba berbeda sekali rasanya, Dara.” “Semoga sehat terus, ya, Mas. Biar nanti bisa sama-sama. Kita punya anak terus bisa main bareng, awasi mereka. Pasti nanti kamu juga ngerasain gimana enaknya sama-sama dari awal.” Dari awal memang itu tujuan Arvin untuk bersama dengan istrinya. Sekarang malah wanita itu yang mengatakan kalau dia pasti akan bahagia hidup dari nol bersama sang istri. Usai makan siang, Arvin mengajak sang istri jalan-jalan di sekitar
Pagi-pagi Dara sudah bangun dan mendapati suaminya masih dalam keadaan tidur. Waktu dia melihat suaminya yang tertidur sangat lelap sekali di dekatnya, Dara mengusap pipi Arvin yang bahkan begadang semalam lantaran teman-temannya yang datang dan mengajak mengobrol sampai larut. “Ayo tidur, ngapain coba?” Arvin malah terbangun tapi malah Dara yang tersenyum karena suaminya. Arvin ikut bangun dari tidurnya. “Mas, bangun!” “Aku bangun nggak mau lepasin kamu ntar. Lanjut tidur aja.” Dara tidak mau tidur lagi tapi malah mengganggu suaminya, dia menarik hidung Arvin. Sampai pria itu benar-benar membuka matanya dan menarik Dara ke dalam pelukan. “Sayang, ayo tidur! Aku ngantuk lho.” Dara melepaskan pelukan dan mengambil ponselnya, sudah jam sebelas. “Mas ini jam sebelas lho.” “Masih pagi.” “Pagi apanya, kita yang tidurnya kelamaan. Itu juga gorden nggak dibuka ya kita mikirnya pagi.” “Tidur kenapa sih?” Dara tidak mau tapi Arvin malah terus memeluknya. “Jalan-jalan yuk!” “Eh nanti
Pengantin baru dengan gaun yang sangat indah di desain sendiri oleh Iriana yang dikhususkan untuk Dara. Tampak begitu cantik dengan balutan gaun indah serta make up yang sangat disukai oleh Dara.Apalagi ketika melihat penampilan Arvin mengenakan kemeja yang serasi dengannya. Pria itu sangat tampan, Dara tersenyum melihat suaminya yang juga sudah siap untuk keluar dari tempat make up mereka.Menikah, dulu pernah diinginkan dengan sangat oleh Dara. Begitu terwujud pun sekarang justru di luar nalarnya kalau ia akan jadi secantik ini di hari pernikahannya. Berterima kasih kepada sang mama yang telah mendesain gaun secantik ini.Dijadikan ratu oleh mertua sendiri di hari bahagianya. Dara berpikir ini akan jadi pesta yang paling bahagia seumur hidupnya. Tidak pernah dibahagiakan dengan cara seperti ini pada waktu yang lalu. Namun khusus untuk hari ini dia merasa sangat bahagia sekali.Arvin menatap istrinya sangat bahagia sekali di hari yang indah ini. “Apa hutangku sudah lunas, sayang?”“
Arvin malah gugup malam harinya pasalnya besok malam adalah acara untuk pesta mereka. Menikah? Berkali-kali kamus di dalam hidupnya berusaha dibuka oleh Arvin untuk mencari itu. Namun tetap tidak ada. Akan tetapi setelah bertemu dengan Dara. Semua itu berbeda sekali dengan apa yang telah direncanakan oleh Arvin.Sewaktu ada di dalam kamar bersama sang istri. Wanita ini malah membaca novel yang ada di kamarnya Arvin. “Apa aku sedang diselingkuhi sama buku?”Dara menoleh ke arahnya. “Kenapa bilang begitu?”“Aku dari tadi ngomong sendirian.”Tapi wanita itu malah kembali fokus lagi terhadap bacaannya. Benar-benar mengabaikan apa yang sudah dikatakan oleh Arvin. Jujur saja kalau Dara terlihat malah makin dewasa setelah menikah. “Sayang, kapan ulang tahun?”Arvin tidur di paha istrinya lalu menyingkirkan buku itu karena tidak terima ditinggalkan oleh istrinya yang hanya fokus pada buku. “Kasih aku hadiah kalau aku ulang tahun.”Pria itu menaruh tangan istrinya di atas kepalanya sendiri. “Y
Tidak meleset yang dikatakan oleh Arvin mengenai acara malam ini. Beberapa karyawan meminta untuk foto bersama. Selesai itu akan langsung makan-makan dan salah seorang mengambil mikrofon setelah ada instrumen musik yang diputar.Pria itu berjoget di depan Arvin sampai Dara tertawa lepas bahkan Khadafi yang tertawa melihat kelakuan anak buahnya.Lagu dangdut sambil berjoget sampai Arvin malah tertawa melihat kelakuan orang yang menyanyikan lagu untuknya. Tidak sedikit juga yang datang untuk menyawer si pria sampai Arvin juga malah merasa lucu dengan pernikahannya.Arvin mau menyangkal kalau ini bukan konsep yang diinginkan, tapi inilah yang terjadi. Pernikahan dengan segala keseruan dari orang kantornya. Khadafi malah ikut mendekat dan ikut berjoget di sana. Jatuh sudah wibawa seorang bos besar yang malah berjoget di depan banyaknya karyawan yang lain sambil mengeluarkan uangnya dan berjoget di sana.“Papa malah ikutan juga,” kata Arvin yang terus tertawa melihat beberapa orang yang ma
Dara sudah mendengar keputusan dari Sabrina, bahwa ia positif tidak diperbolehkan bekerja oleh mertuanya. Meskipun keinginan itu sangat besar, tapi benar-benar diperlakukan seperti anak kandung. “Itu muka kenapa cemberut, sih?” Arvin menghampiri sembari mengunyah makanan.Dara menatap suaminya yang terus makan. “Kamu kenapa sih makan terus?”“Namanya juga lapar. Kamu datang bulan? Emosian amat sih,”Arvin menyindirnya dan pria itu duduk di sofa menaikkan sebelah kakinya. “Mama nggak bolehin aku kerja.”“Ya nggak masalah kalau nggak dibolehin.”Dara malah tidak dibela oleh suaminya. “Kamu setuju aku nggak kerja?”“Ya gimana, kalau Mama sudah bilang begitu aku nggak bisa komentar. Aku sudah pernah bilang kalau ada pilihan antara kamu sama Mama. Aku nggak bakalan pilih keduanya.”“Jadi, aku nggak boleh kerja?”Arvin masih mengunyah makanannya. “Emang Mama bilang apa sama kamu?” tanya Arvin masih santai menanggapi istrinya.Dara masih sedikit kesal lalu kemudian menjawab. “Mama bilang kal