Dara sudah cukup lelah sekali bekerja hari ini. Robi yang mengantarkan dia untuk pulang ke apartemen istirahat dan tidak diperbolehkan ke mana pun usai dia pergi ke Bandung dengan sepupunya.
Jadi pulang dari sana pria itu meminta dia untuk fokus istirahat saja dibandingkan harus mengurus kehidupan asmaranya. Gio juga menghubungi sedari mereka ada di Bandung, pria itu agak posesif dengan Robi. Padahal tidak ada hubungan apa pun yang harus dicemburui. Juga karena Gio memang tipikal yang ingin memiliki dengan sangat.
Tapi Dara tidak suka dengan pria semacam itu yang bisa membuat mentalnya tidak baik-baik saja.
Sudah sekian lama dia menjalin hubungan tapi jika ada alasan di mana Dara dengan Robi, pasti mereka berdua bertengkar.
Jadi, ini yang akan jadi suaminya?
Sungguh Dara juga sering sekali tertekan dengan pria semacam ini. Tapi dia mencintai Gio, kapan pun dia butuh, pria itu akan cepat datang kalau Dara butuh. Itu adalah kelebihannya Gio akan selalu ada setiap kali Dara membutuhkan sandaran saat dia dan Leta bertengkar. Apalagi ingat ucapan orangtuanya beberapa bulan lalu saat dia dikatakan jangan melangkahi Leta.
Oh sungguh, ini penyakit hati yang dia benci. Kenapa dia tidak bisa menikah kalau Leta belum menikah? Kakaknya juga tidak pernah mengenalkan pasangannya kepada siapa pun.
Sejujurnya dia juga tidak mengerti dengan kakaknya yang di mana banyak pria yang menyukainya, tapi tidak ada satu pun yang diberikan kesempatan oleh kakaknya.
Baru saja dia selesai mandi dan mengeringkan rambutnya, dia duduk di ruang tengah sembari menyalakan televisi menonton berita yang terjadi hari ini. Wanita itu tersenyum ketika mendapati pesan dari Gio. “Aku ke apartemen kamu, bawain kamu makanan.”
Memang belum sempat dia membeli makanan untuk dirinya sendiri karena lelah sekali perjalanan hari ini yang diminta untuk menemani Robi bertemu dengan salah satu kliennya.
Robi dan ayahnya memang bekerja sama dengan baik, jadi di mana pun Dara berada. Pasti itu juga atas permintaan ayahnya Robi.
Waktu dia mendengar suara pintunya diketuk. Dia segera beranjak dari tempat duduk dan membuka pintu untuk Gio.
Pria itu langsung mencium bibirnya. “Hey, ada apa sih?” tanya Dara mendorong tubuh pria itu dan mencium bau alkohol. “Sayang, sejak kapan kamu mabuk.”
“Kepalaku hanya pusing, Sayang.”
Tetap saja Dara mendorong pria ini. Sejak kapan juga pria ini jadi pemabuk yang membuat dirinya merasa risih. “Kamu kenapa mabuk?”
“Karena kamu jalan sama Robi. Aku nggak suka dia selalu ada di sisi kamu.”
Tapi tunggu sebentar. Mereka ini sudah pacaran berapa tahun? Kenapa baru sekarang dia lihat Gio seperti ini. “Aku ingin menginap malam ini.”
Tidak mungkin dia biarkan Gio menginap dalam keadaan sedang mabuk seperti ini. Dia bisa melakukan hal nekat nanti ketika Dara sedang tidur. Kamar tidur hanya ada satu di apartemennya. Yang sebelah lagi digunakan sebagai tempat olahraga khusus oleh Dara.
Wanita ini sepertinya harus tetap hati-hati lantaran Gio tidak bisa dia kendalikan. Pria itu meletakkan makanan di atas meja dan langsung berbaring di atas sofa.
Tatapan Dara langsung tertuju pada lehernya Gio.
“Gio, siapa yang lakukan ini?”
Pria itu langsung bangun dari tempat tidurnya barusan yang dia berbaring di sofa apartemennya Dara. Dia melihat kalau Dara terlihat sangat curiga dengannya. Gio mabuk lantaran dia merasa sangat bodoh, yang terjadi adalah—dia meniduri Leta.
Bajingannya dia menginginkan Dara untuk jadi istrinya. Tapi sudah melakukan itu dengan Leta dan merenggut kehormatan calon kakak iparnya sendiri.
Dia sangat mencintai dan mengagumi Dara dari segi apa pun. Menjaga cintanya untuk tetap utuh. Memikirkan andai saja dia bisa bercinta dengan Dara, apakah semua bayangan tentang Leta yang disentuhnya itu bisa hilang.
Pikiran rumitnya mulai terasa dengan jelas sekali. Gio merasa bersalah sekaligus dia ingin lakukan itu dengan Dara. “You betrayed me?”
Tatapan Gio tertuju pada Dara, siapa yang berkhianat? Kenapa pikiran itu lewat di pikirannya Dara. “Did you see me do it, Dara?”
“I guess I'm not right, Gio. Sorry.”
Gio mengangguk, lalu dia merangkul Dara dengan perlahan. Tapi Dara mencoba tetap pada kesadaran agar dia bisa tahan terhadap Gio yang menyengat sekali aroma alkoholnya. “You're not gonna upset?”
“Aku hanya berpikir kamu sedang ada masalah, jadi aku tidak ada alasan untuk marah padamu.”
Dara pengalah, dia hanya mencintai Gio. Berharap bahwa ini tidak akan berlanjut lagi kalau Gio mabuk seperti ini. “Aku tidak pernah minum alkohol sebelumnya. Tapi aku hanya berpikir aku ada masalah dengan diriku sendiri.”
“Aku mengerti. Aku ambilkan selimut untukmu. Kalau kamu mau bermalam di sini, silakan.”
Wanita itu pergi dari ruang tengah lalu mengambilkan selimut untuk Gio. Sekembalinya dari kamar dia telah melihat pria itu sudah terlelap. Sialnya lagi sekarang dia harus bagaimana. Apakah harus menghubungi Robi? Bagaimana kalau pria ini nekat menyetubuhinya? Mengingat kalau beberapa waktu lalu juga Gio selalu mengajaknya bercinta. Sementara Dara ingin menikah terlebih dahulu sebelum disentuh oleh Gio.
Harus bersabar menghadapi pria ini. Jadi, untuk esok paginya dia bisa meminta libur terlebih dahulu untuk istirahat karena pasti lelah sekali.
Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa di lehernya Gio ada bekas ciuman. Tidak mungkin itu bekas luka atau apa pun itu. Dia sedikit berpikir ucapannya Robi kalau dia sibuk bekerja. Lalu Gio bertingkah seperti ini. Sebenarnya tidak ada konflik antara mereka berdua. Tapi makin ke sini Dara semakin lelah jalin hubungan dengan pria posesif seperti Gio.
Ingin mengakhiri tapi waktu yang telah dihabiskan itu banyak sekali. Yang membuat dia menyayangkan adalah kenangan yang dihabiskan. Bukan tentang dia yang terus saja ingin mengakhiri.
Tentang bekas ciuman di leher?
Dara tidak pernah lakukan hal hina seperti itu menjatuhkan harga dirinya untuk seorang pria. Dia tidak pernah lakukan sama sekali untuk hal seperti itu. Sama sekali dia tidak akan pernah mau terlihat liar di depannya Gio.
Mungkin jika hanya berciuman itu sudah jadi hal biasa baginya. Tapi jika soal berhubungan badan, maka dia akan menolak keras soal itu. Tidak akan mungkin dia lakukan sebelum menikah. Akan merugikan diri sendiri. Tidak semua pria juga mau menerima wanita yang pernah tersentuh.
Meskipun banyak yang akan menerima apa adanya, tapi tidak banyak yang menerima lantaran kebodohan itu. Juga karena Dara masih ingin menjaga harga diri dan nama baik orangtuanya. Mau tidak mau dia harus menjaga diri sampai pernikahan itu tiba.
Dia masuk membawa makanan yang telah diberikan oleh Gio untuknya.
Keesokan harinya Dara memiliki janji dengan teman-temannya di salah satu kafe untuk berkumpul. “Tumben nggak sibuk? Btw, kamu nggak kencan nih?”
Dara mengaduk minumannya. “Nggak ah, nanti saja. Aku masih sibuk juga sebenarnya. Gio juga sibuk.”
“Ah itu ... Gio dekat sekali sepertinya dengan Leta. Sebagai calon ipar. Dia mendekati kakak kamu juga.”
Dara memicingkan matanya mendengar nama kakaknya disebut oleh Vina. “Ah mungkin kebetulan, dia memang ingin dekat dengan keluargaku semuanya. Biar nggak canggung nanti.”
Tapi sarapan sekaligus makan siang malah justru kali ini nasi goreng. “Kamu kenapa sekarang suka banget makanan beginian?” “Gimana nggak suka, Sayang? Kamu dari kita pacaran ya sudah disediakan aku nasi goreng, kadang nasi uduk. Sejak sama kamu lho aku udah nggak sarapan sama roti.” Dara menyadari itu, dia menyediakan nasi yang setiap hari kalau Arvin mampir ke apartemennya untuk sarapan. “Sayang, apa aku ini pengacau di hidup kamu?” “Nggaklah, justru aku bahagia ya sejak kamu punya pemikiran terbuka. Sekarang jadi istriku, semuanya serba berbeda sekali rasanya, Dara.” “Semoga sehat terus, ya, Mas. Biar nanti bisa sama-sama. Kita punya anak terus bisa main bareng, awasi mereka. Pasti nanti kamu juga ngerasain gimana enaknya sama-sama dari awal.” Dari awal memang itu tujuan Arvin untuk bersama dengan istrinya. Sekarang malah wanita itu yang mengatakan kalau dia pasti akan bahagia hidup dari nol bersama sang istri. Usai makan siang, Arvin mengajak sang istri jalan-jalan di sekitar
Pagi-pagi Dara sudah bangun dan mendapati suaminya masih dalam keadaan tidur. Waktu dia melihat suaminya yang tertidur sangat lelap sekali di dekatnya, Dara mengusap pipi Arvin yang bahkan begadang semalam lantaran teman-temannya yang datang dan mengajak mengobrol sampai larut. “Ayo tidur, ngapain coba?” Arvin malah terbangun tapi malah Dara yang tersenyum karena suaminya. Arvin ikut bangun dari tidurnya. “Mas, bangun!” “Aku bangun nggak mau lepasin kamu ntar. Lanjut tidur aja.” Dara tidak mau tidur lagi tapi malah mengganggu suaminya, dia menarik hidung Arvin. Sampai pria itu benar-benar membuka matanya dan menarik Dara ke dalam pelukan. “Sayang, ayo tidur! Aku ngantuk lho.” Dara melepaskan pelukan dan mengambil ponselnya, sudah jam sebelas. “Mas ini jam sebelas lho.” “Masih pagi.” “Pagi apanya, kita yang tidurnya kelamaan. Itu juga gorden nggak dibuka ya kita mikirnya pagi.” “Tidur kenapa sih?” Dara tidak mau tapi Arvin malah terus memeluknya. “Jalan-jalan yuk!” “Eh nanti
Pengantin baru dengan gaun yang sangat indah di desain sendiri oleh Iriana yang dikhususkan untuk Dara. Tampak begitu cantik dengan balutan gaun indah serta make up yang sangat disukai oleh Dara.Apalagi ketika melihat penampilan Arvin mengenakan kemeja yang serasi dengannya. Pria itu sangat tampan, Dara tersenyum melihat suaminya yang juga sudah siap untuk keluar dari tempat make up mereka.Menikah, dulu pernah diinginkan dengan sangat oleh Dara. Begitu terwujud pun sekarang justru di luar nalarnya kalau ia akan jadi secantik ini di hari pernikahannya. Berterima kasih kepada sang mama yang telah mendesain gaun secantik ini.Dijadikan ratu oleh mertua sendiri di hari bahagianya. Dara berpikir ini akan jadi pesta yang paling bahagia seumur hidupnya. Tidak pernah dibahagiakan dengan cara seperti ini pada waktu yang lalu. Namun khusus untuk hari ini dia merasa sangat bahagia sekali.Arvin menatap istrinya sangat bahagia sekali di hari yang indah ini. “Apa hutangku sudah lunas, sayang?”“
Arvin malah gugup malam harinya pasalnya besok malam adalah acara untuk pesta mereka. Menikah? Berkali-kali kamus di dalam hidupnya berusaha dibuka oleh Arvin untuk mencari itu. Namun tetap tidak ada. Akan tetapi setelah bertemu dengan Dara. Semua itu berbeda sekali dengan apa yang telah direncanakan oleh Arvin.Sewaktu ada di dalam kamar bersama sang istri. Wanita ini malah membaca novel yang ada di kamarnya Arvin. “Apa aku sedang diselingkuhi sama buku?”Dara menoleh ke arahnya. “Kenapa bilang begitu?”“Aku dari tadi ngomong sendirian.”Tapi wanita itu malah kembali fokus lagi terhadap bacaannya. Benar-benar mengabaikan apa yang sudah dikatakan oleh Arvin. Jujur saja kalau Dara terlihat malah makin dewasa setelah menikah. “Sayang, kapan ulang tahun?”Arvin tidur di paha istrinya lalu menyingkirkan buku itu karena tidak terima ditinggalkan oleh istrinya yang hanya fokus pada buku. “Kasih aku hadiah kalau aku ulang tahun.”Pria itu menaruh tangan istrinya di atas kepalanya sendiri. “Y
Tidak meleset yang dikatakan oleh Arvin mengenai acara malam ini. Beberapa karyawan meminta untuk foto bersama. Selesai itu akan langsung makan-makan dan salah seorang mengambil mikrofon setelah ada instrumen musik yang diputar.Pria itu berjoget di depan Arvin sampai Dara tertawa lepas bahkan Khadafi yang tertawa melihat kelakuan anak buahnya.Lagu dangdut sambil berjoget sampai Arvin malah tertawa melihat kelakuan orang yang menyanyikan lagu untuknya. Tidak sedikit juga yang datang untuk menyawer si pria sampai Arvin juga malah merasa lucu dengan pernikahannya.Arvin mau menyangkal kalau ini bukan konsep yang diinginkan, tapi inilah yang terjadi. Pernikahan dengan segala keseruan dari orang kantornya. Khadafi malah ikut mendekat dan ikut berjoget di sana. Jatuh sudah wibawa seorang bos besar yang malah berjoget di depan banyaknya karyawan yang lain sambil mengeluarkan uangnya dan berjoget di sana.“Papa malah ikutan juga,” kata Arvin yang terus tertawa melihat beberapa orang yang ma
Dara sudah mendengar keputusan dari Sabrina, bahwa ia positif tidak diperbolehkan bekerja oleh mertuanya. Meskipun keinginan itu sangat besar, tapi benar-benar diperlakukan seperti anak kandung. “Itu muka kenapa cemberut, sih?” Arvin menghampiri sembari mengunyah makanan.Dara menatap suaminya yang terus makan. “Kamu kenapa sih makan terus?”“Namanya juga lapar. Kamu datang bulan? Emosian amat sih,”Arvin menyindirnya dan pria itu duduk di sofa menaikkan sebelah kakinya. “Mama nggak bolehin aku kerja.”“Ya nggak masalah kalau nggak dibolehin.”Dara malah tidak dibela oleh suaminya. “Kamu setuju aku nggak kerja?”“Ya gimana, kalau Mama sudah bilang begitu aku nggak bisa komentar. Aku sudah pernah bilang kalau ada pilihan antara kamu sama Mama. Aku nggak bakalan pilih keduanya.”“Jadi, aku nggak boleh kerja?”Arvin masih mengunyah makanannya. “Emang Mama bilang apa sama kamu?” tanya Arvin masih santai menanggapi istrinya.Dara masih sedikit kesal lalu kemudian menjawab. “Mama bilang kal