Hana terus saja menggerutu sejak laki-laki itu pergi, hingga Hana menerima pesanannya kemudian kembali ke dalam taksi yang ia tumpangi. Hal itu disaksikan oleh sang sopir dan membuat laki-laki paruh baya itu mengernyit.
"Enak banget dia! Abis ngatain aku rakus terus pergi gitu aja? Awas aja kalau ketemu lagi bakal aku lempar ke lubang buaya!" Hana mengomel demikian dan sang sopir mendengar dengan jelas."Neng beli banyak sekali makanan, dan tidak terima dikatakan rakus oleh seseorang? Bukannya Neng ini memang kelihatan rakus?" celetukan sang sopir membuat Hana melotot tajam namun sopir tersebut pura-pura tidak tahu."Emangnya saya bilang kalau saya membeli makanan sebanyak ini untuk saya habiskan sendiri? Kalau nggak tau apa-apa mending Bapak diam saja!" Hana membalas, tidak mempedulikan kesopanan lagi karena ia sudah amat sangat dibuat kesal."Oh, begitu." Sang sopir menjawab singkat dan terkesan mengalah daripada nanti penumpangnya itu melaporkan dirinya pada atasannya, bisa-bisa dirinya akan kena omel dan bonusnya akan dipotong."Jalan sekarang, Pak!""Baik, Neng!"***Hana menyeret kopernya memasuki sebuah resort, dan mengetuk pintu tempat tinggal sahabatnya dengan sedikit kerepotan karena membawa banyak pizza ditangannya. Meski sebagian sudah diberikan pada sang sopir dengan mengatakan pizza itu untuk anaknya yang masih kelas empat SD itu, tetap saja pizza ditangan Hana masih banyak.Pintu dibuka dari dalam oleh Salsa—sahabat Hana, dan gadis itu terkejut melihat kedatangan Hana disana."Hana? Ngapain disini? Dan, apa ini? Kenapa bawa-bawa koper segala?" Salsa menghujani kedatangan Hana dengan banyak pertanyaan.Tanpa mengindahkan pertanyaan Salsa, Hana menerobos masuk meninggalkan si tuan rumah yang masih terbengong di ambang pintu."Aku kabur!" ujar Hana sambil menghempaskan bokongnya ke sofa kemudian membongkar pizza yang ia bawa dan segera memakannya tanpa peduli tangannya kotor atau tidak.Melihat apa yang dilakukan sahabatnya, tentu saja Salsa berseru protes."Jorok banget, sih? Tanganmu pasti banyak kumannya!" Salsa merebut sepotong pizza yang sudah sempat digigit oleh Hana, lalu menyemprotkan cairan antiseptik pada telapak tangan Hana sebelum akhirnya membiarkan sahabatnya itu menyantap makanan fast food yang ia bawa itu lagi.Salsa bukan termasuk orang yang gila kebersihan, hanya saja ia merasa menjaga kesehatan itu perlu."Ngapain kabur? Dijodohin lagi?"Hana mengedikan bahu. "Ya begitulah." Hana menjawab pertanyaan sahabatnya dengan mulut penuh.Salsa menghela napas, ikut prihatin dengan perjodohan yang diatur untuk sahabatnya itu. Kemudian tiba-tiba Salsa memekin ketika menyadari sesuatu."OH MY GOD! Hana, apa kamu gila? Kamu beli makanan sebanyak ini? Junk food?" serta merta Salsa mengomel begitu menyadari makanan yang dibawa oleh Hana dengan posri yang tidak sedikit itu adalah Pizza."Udah deh, nggak usah ngomel. Mau bantu aku habisin ini?" Hana sengaja menggoda Salsa agar gadis itu ikut makan.Hana tahu sahabatnya itu memiliki suatu kelebihan tersendiri, yaitu berat badannya akan mudah naik jika ia makan banyak. Berbeda dengan dirinya yang makan banyak pun tidak akan begitu berpengaruh pada berat badannya.Salsa mulai merasa tergiur, kentara sekali bagaimana cara gadis itu menelan salivanya karena menahan diri setengah mati untuk tidak menyentuh makanan yang menggiurkan itu."Salsa, ayo makan. Kamu rela kalau makanan ini aku abisin semua?" Hana semakin memancing sahabatnya."Jangan!" Spontan Salsa melontarkan satu kata itu. Senyum puas terkembang di bibir Hana."Kalau gitu, makanlah!"Salsa masih berusaha untuk tidak menyentuh makanan itu, menahan diri sekuat yang ia bisa, meskipun air liurnya hampir menetes ketika melihat Hana begitu menikmati makanan itu."Hana, kalau aku gendut, emang kamu mau tanggung jawab?" Salsa mengerucut bibirnya."Tenang aja, aku akan tetap jadi sahabat kamu meskipun kamu gendut, kok.""Iya, tapi aku akan semakin sulit dapetin cowok idamanku, Hana!" Salsa merengek."Itu urusan kamu, bukan masalahku," balas Hana acuh tak acuh kemudian bangkit dan berlari menjauhi Salsa sebelum gadis itu menyerangnya dengan membabi buta."Hanaaa! Dasar, nggak punya perasaan!"Suara Salsa melengking di udara namun Hana sama sekali tak menggubrisnya dan tetap melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar si tuan rumah.Di waktu yang sama, Sonya yang tidak menemukan putrinya di seluruh sudut butik, kalang kabut.Menaydari Hana tidak ada di butik, Sonya segera meminta sopir untuk mengantarkan pulang dan berharap putrinya sudah kembali ke rumah.Sonya segera masuk ke dalam kamar putrinya dan ternyata kamar itu sedikit berantakan dengan lemari pakaian yang masih terbuka. Meskipun tidak kosong, tetapi Sonya tahu pakaian Hana yangbada di dalam lemari telah berkurang. Sonya segera mengecek koper milik putrinya dan benar saja benda itu tidak Sonya temukan. Hana pasti kabur."Dasar anak ini! Kenapa suka sekali merepotkan aku? Pergi kemana dia?"Tak mau hanya menebak-nebak sendiri, Sonya segera menghubungi putrinya."Hana, pulang sekarang juga atau—""Atau Mama akan memblokir kartu kredit Hana?" Hana menyambung ucapan ibunya yang sudah dihafalnya di luar kepala. Ibunya memang kerap kali mengancam untuk memblokir kartu kredit Hana jika Hana tidak patuh, namun Hana tidak takut."Hana, dimanapun kamu berada, Mama perintahkan kamu untuk segera pulang sekarang juga!" tutur Sonya tegas."Hana nggak akan pulang kalau Mama masih akan menjodohkan Hana. Hana nggak mau dijodohkan, titik!""Kamu nggak mau dijodohkan? Oke, kamu boleh menolak perjodohan yang sudah Mama atur, hanya dengan satu alasan, jika kamu sudah punya kekasih. Selama kamu tidak punya kekasih, maka kamu harus patuh pada Mama, Hana!""Oke, Hana akan cari pacar, Mama tenang aja dan tunggu aja di rumah. Selama Hana belum punya pacar, Hana nggak akan pulang ke rumah.""Apa? Jangan gila kamu, Hana! Mau tinggal dimana kamu?" Sonya tidak terima jika Hana harus tinggal di luar seorang diri."Mama nggak perlu khawatirin Hana, Hana bisa jaga diri Hana. Kalau gitu Hana tutup dulu, bye, Ma."Tanpa menunggu respon dari sang ibu, Hana langsung mengakhiri panggilan setelah mengucapkan salam."Cih, cari pacar? Mau cari pacar dimana? Di Bazaar?" Salsa datang mencibir, setelah sejak tadi mendengar obrolan Hana di telpon dengan ibunya."Aku mau cari jodoh melalui aplikasi, Sa.""What? Cari jodoh dari aplikasi?"***"Hana, kamu serius mau cari jodoh online?" Salsa terkejut bukan main mendengar penuturan Hana yang membuatnya tak habis pikir.Hana manggut-manggut. Ekspresinya serius, menandakan bahwa gadis itu tidak sedang main-main."Aku serius. Daripada aku harus ketemu sama anaknya temen Mama yang aku sendiri nggak tau rupanya, lebih baik aku cari teman kencan sendiri aja. Setidaknya kalau cari teman kencan online aku bisa ninggalin dia kapan aja kalau ternyata dia jelek. Yang terpenting aku bisa menghindari perjodohan yang diatur Mama kalau aku punya teman kencan." Hana menjelaskan alasannya kenapa ia berpikir untuk mencari teman kencan online."Sadis! Itu sama aja kamu cuma memanfaatkan orang lain demi kepentingan kamu sendiri, Hana!""Bukannya seharusnya orang itu senang kalau hidupnya bermanfaat untuk orang lain? Bukankah hidup kita akan lebih berharga kalau kita bermanfaat untuk orang lain?" Hana mendebat dengan santainya."Dasar gila! Bukan gitu juga kali!" Salsa semakin dibuat tak habis p
Pagi hari, Hana menyeret Salsa untuk pergi ke pantai. Salsa yang sangat jarang bangun pagi buta seperti itu pun mengomel tiada henti dan terus memaki Hana karena telah menyita waktu tidurnya. Namun Hana tidak peduli, gadis itu memasang sikap acuh.Ya, Salsa memang tinggal di sebuah resort di pinggir pantai, hingga mereka bisa pergi ke pantai hanya dengan berjalan kaki saja."Hanaaa... Aku tuh masih ngantuk, tau!" Salsa melancarkan aksi protesnya, dengan menyentakkan tangan Hana yang sejak tadi setia melingkari pergelangan tangannya, kemudian Salsa melempar tatapan tak suka pada Hana sambil mengerucutkan bibir."Sa, kamu nggak liat badan kamu itu punya banyak lipatan? Masih aja kerjaannya cuma makan sama tidur? Cepat lari! Kita olahraga," ujar Hana sedikit panjang.Meskipun apa yang diucapkan Hana memang benar, tapi tetap saja Salsa merasa kesal jika diingatkan bahwa dirinya memiliki lipatan di perutnya. Dan sepertinya memang karena ia kurang berolahraga.Salsa mencibir. "Nggak puas, y
Setelah mendapat notifikasi dari aplikasi PLAY DATES dimana mengharuskan Hana melakukan pertemuan dengan seseorang yang memiliki kecocokan dengan tingkat tinggi dengan dirinya, Hana melesat kembali ke tempat tinggal Salsa dan segera bersiap melakukan kencan pertamanya.Melihat Hana yang begitu semangat untuk bertemu teman kencan butanya, Salsa geleng-geleng kepala."Kamu serius mau ketemu sama teman kencan buta kamu itu? Gimana kalau ternyata dia jelek, buluk, berkumis, berjenggot, dan—""Nggak mungkin! Aku yakin dia nggak seperti yang kamu katakan barusan," sela Hana."Kenapa nggak mungkin? Kalau dia ganteng, kaya, good looking, mana mungkin dia cari jodoh online? Kecuali kalau dia punya kelainan!" Salsa menghardik."Apa menurutmu aku ini punya kelainan juga?" Hana mengembalikan pertanyaan itu dan Salsa tak bisa menjawabnya.Melihat salsa terdiam seperti itu, Hana tergerak untuk menjelaskan niatnya tanpa diminta. Karena biar bagaimanapun Hana tahu Salsa sedang mengkhawatirkan dirinya.
Hana melempar tatapan sedikit tajam ke arah Oliver yang menunggu jawaban atas pertanyaan. "Kamu serius mau tahu apa alasanku?"Oliver tersenyum miring, kemudian menarik diri dan menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Kalau aku nggak serius ngapain atau tanya segala."Kini giliran Hana yang menarik diri ke belakang dan melakukan hal yang sama seperti yang yang dilakukan Oliver, melipat kedua tangannya di depan dada sambil bersandar dan memasang wajah senyum miring pula."Gimana kalau aku bilang, aku mau manfaatin kamu?" Hana berkata dengan sangat cuek, tanpa beban, dan seolah tidak takut jika akhirnya pemuda itu tidak jadi menyambung hubungan mereka setelah ini. Toh perjodohan yang diatur ibunya tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Kalaupun Oliver memutus hubungan, Hana masih akan memiliki waktu untuk mencari teman kencan yang lain.Oliver terkekeh singkat. "Kamu mau manfaatin aku? Nggak akan semudah itu.""Oke, aku akan mengatakan
Hana kembali ke resort Salsa dengan senyum merekah begitu lebar. Kedua tangannya menenteng kresek besar berisi berbagai macam makanan. Menghempaskan bokongnya di atas sofa, Hana mulai membongkar belanjanya yang berisikan mulai dari makanan ringan beberapa minuman kaleng serta biskuit dan kue.Salsa yang mendapati itu, terperangah dan tak bisa berkata-kata untuk beberapa saat. Gadis itu hanya geleng-geleng dengan mulut yang terus terbuka."Tutup mulut! Nanti ada lalat masuk, lho!" celetuk Hana acuh, kemudian melanjutkan menyantap snack di tangannya.Salsa berdecak kesal dengan sikap Hana. Jika dilihat-lihat sepertinya sahabatnya itu tengah bersuka hati, sehingga membeli begitu banyak makanan untuk merayakan kebahagiaan yang didapatnya.'Apa kencan butanya sama cowok aplikasi itu berjalan dengan baik?' Salsa membatin.Masih dengan sedikit kesal, Salsa bergerak memeriksa kantong kresek yang tadi dibawa oleh Hana, mencari sesuatu yang kira-kira bisa dimakan tanpa membuat berat badannya me
Hana tertegun cukup lama. Apa yang dikatakan Salsa memang benar, biasanya dia selalu diperjuangkan, kenapa pula sekarang Nia merasa harus memperjuangkan Oliver, pemuda yang dikenalnya melalui aplikasi dan baru bertemu di dunia nyata sekali saja.Hana menggelengkan kepalanya kuat, seolah berusaha menyingkirkan banyak pemikiran yang tidak pernah terlintas di benaknya sebelumnya."Oke, jadi gini. Tadi aku udah ngomong sejujurnya ke dia, apa tujuanku nyari jodoh online, tapi dia tetap mau lanjut meskipun dia tau kalau aku cuma manfaatin dia. Lagian dia juga bilang ikuti aturan aplikasi aja, nggak perlu dibikin pusing apapun yang terjadi nantinya." Setelah beberapa saat bergelut dengan pikirannya sendiri, kini Hana angkat bicara."Jadi hubungan kalian nggak pasti, kan? Gimana kalau suatu hari kamu beneran jatuh cinta sama cowok itu, tapi tiba-tiba aplikasi itu bilang kalian nggak cocok dan kalian nggak bisa lanjut hubungan?"Pertanyaan yang diajukan Salsa lagi-lagi membuat Hana bungkam beb
Salsa mengernyit mendengar ucapan pelan Hana yang terdengar menyebut nama Oliver. "Oliver? Bukannya itu nama cowok aplikasi itu? Mana? Di mana dia?" Salsa langsung bersemangat mencari keberadaan Oliver, dan mengikut arah pandang Hana.Hana menunjuk pada objek yang dia maksud, sambil terus menatapnya tanpa berkedip. "Itu, yang pake baju merah, dia ngapain disana? Apa itu keluarganya?"Salsa menyipitkan mata, mengamati pria bernama Oliver itu dan beberapa orang yang terlihat seperti keluarga. Tapi Salsa tidak yakin bahwa mereka merupakan keluarga Oliver."Meskipun mereka kelihatan seperti sebuah keluarga tapi aku nggak yakin kalau itu keluarga Oliver, Han. Jelas-jelas mereka berbeda. Mereka keliatan seperti orang bule tapi Oliver bukan bule." Salsa memberikan pendapat sesuai pengamatannya.Hana menganggukkan kepala sambil masih terus memandang ke arah dimana Oliver seperti begitu akrab dengan keluarga tersebut. Hana setuju dengan pendapat Salsa.Hana merogoh tas kecilnya dan meraih pons
Oliver menatap Hana penuh arti. Mendengar pertanyaan Hana, Oliver jadi berpikir untuk sekedar mengetes ketulusan gadis itu.'Dia bilang mau memanfaatkan aku, kan? Gimana kalau aku tes dia sedikit?' Batin Oliver berbicara."Kamu nggak bisa punya pasangan miskin, ya?" tanya Oliver yang cukup mampu membuat Hana kebingungan harus menjawab apa. Apakah kentara sekali bahwa ia sangat menghindari pria miskin?Sebenarnya bukan tanpa alasan, Hana menghindari pria miskin karena melihat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, mereka hanya ingin memanfaatkan kekayaan orang tua Hana saja. Sedangkan yang tidak miskin hanya mengincar tubuh Hana saja. Karena itulah Hana sangat pemilih sekarang.Hana mengalihkan pandangan ke sembarang arah ketika berkata, "Bukan nggak bisa, tapi nggak terbiasa. Nggak papa cowok itu miskin asalkan dia bisa mencukupi kebutuhanku yang nggak sedikit." Hana menghindari berserobok tatap dengan pemuda di hadapannya."Jadi, apa masalahmu, sampai kamu mengajakku bertemu mendadak