Hana menyelinap pergi keluar butik ketika sang ibu masih sibuk memilah dan memilih dress yang cocok untuk dikenakan putrinya.
Hana melihat ke kanan dan ke kiri untuk mencari sang sopir yang mengantar mereka tadi. Beruntung sang sopir terlihat sedang asik mengobrol dengan security disana. Cepat-cepat Hana menyetop taksi dan meminta si sopir taksi untuk pergi dengan segera.Hana kembali ke rumah namun Hana meminta sang sopir untuk menunggu karena Hana ingin pergi lagi.Gadis berambut kecoklatan itu masuk ke dalam kamarnya, membongkar lemarinya dan memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam koper miliknya kemudian ia segera pergi meninggalkan kamar tercintanya itu.Masuk ke dalam taksi, Hana meminta sang sopir untuk segera meninggalkan rumah setelah Hana memberi tahu alamat yang akan ia tuju.Hana meraih ponselnya dan mencoba menghubungi sahabatnya, namun sialnya gadis itu tak mendapat jawaban sama sekali. Hana membanting ponselnya ke samping begitu saja, tidak peduli apakah ponselnya akan meloncat dan terjun ke bawah kemudian rusak atau tidak. Gadis itu terlanjur kesal bukan main. Disaat dibutuhkan sahabatnya itu malah tidak bisa dihubungi. Bukan tidak bisa dihubungi, tapi tidak merespon panggilannya."Neng ini kabur dari rumah ya? Nggak baik, Neng, nanti kalau orang tua Neng nyariin gimana? Kasihan, jangan ngerepotin orang tua, Neng. Mereka udah repot ngurusin Neng dari kecil."Tiba-tiba saja sang sopir bersuara dan terlihat menasehati penumpangnya.Hana semakin kesal. Sang sopir tidak permasalahan yang tengah ia hadapi tapi bisa berkomentar demikian. Hana mendengus pelan."Pak, Bapak punya anak laki-laki yang sudah besar, tidak?" celetuk Hana bertanya."Ada, Neng, memangnya kenapa?""Beneran? Apa anak Bapak ganteng?""Ganteng, dong, lihat bapaknya aja seganteng ini." Sang sopir membanggakan diri.Hana memutar bola matanya. Mendengar ucapan sang sopir yang menurutnya sama sekali tidak rupawan itu, Hana ingin muntah rasanya. Namun sebisa mungkin ia tahan."Apa Bapak punya foto anak Bapak? Coba biar saya lihat, kalau beneran ganteng saya mau jadikan anak Bapak sebagai pacar saya."Dengan satu gerakan pasti sang sopir menginjak pedal rem dengan kuat, membuat mobil yang mereka tumpangi berhenti mendadak."Bapak bisa nyetir apa nggak, sih! Kenapa berhenti sembarangan kayak gini? Kalau saya sampai kenapa-kenapa Bapak harus bertanggung jawab, ya!" Hana langsung mengomel tidak peduli sang sopir usianya lebih tua darinya. Menurutnya sang sopir tidak becus dalam menyetir."Apa? Pacar?" Tidak menghiraukan omelan penumpangnya, sang sopir menanggapi ucapan Hana sebelumnya, yang berhasil membuat laki-laki itu sangat terkejut hingga spontan menginjak rem secara mendadak dan hampir membahayakan penumpangnya."Anak saya masih kelas empat SD, Neng, mana mungkin jadi pacar Neng. Meskipun Neng ini terlihat seperti orang kaya, tetap saja saya tidak mengizinkan anak saya menjadi korban pedofil!" lanjut sang sopir."What?" Hana dibuat super terkejut. Kelas empat SD katanya?"Kenapa Bapak nggak bilang dari tadi kalau anak Bapak masih seorang bocah kecil? Lagian memangnya saya doyan anak kecil? Emangnya tampang saya ini tampang gadis nggak laku? Pria dewasa aja banyak yang ngejar-ngejar saya, ngapain saya nyari bocah kecil?" Hana kembali mengomel panjang pendek. Kesal sekali dia karena dituduh sebagai seorang pedofil dan seolah sang sopir itu menganggap dirinya adalah orang kaya yang bisa bertindak semena-mena sampai tega melakukan hal buruk pada anak kecil pula."Neng nggak nanya umur anak saya, kan?" sang sopir membela diri.Hana membuang napas kesal kemudian mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela.Sopir taksi siap melajukan mobilnya kembali namun Hana menghentikannya. Karena mereka sudah terlanjur berhenti di depan toko yang menjual pizza dan makanan fast food lainnya, Hana berpikir untuk turun sebentar untuk membeli makanan disana."Bapak tolong tunggu sebentar, ya? Saya mau beli makanan dulu sebentar. Gara-gara berdebat sama Bapak saya jadi lapar." Hana meminta sang sopir menunggu sebentar."Baik, Neng, silakan," balas sang sopir dan Hana seger turun dari taksi yang ditumpanginya."Kenapa gara-gara saya? Si Neng sendiri yang nggak nanya umur anak saya." Sang sopir menggerutu sendiri sepeninggal Hana.Hana melenggang masuk ke dalam toko franchise tersebut dan langsung memesan beberapa loyang pizza berukuran extra large dengan berbagai topping yang berbeda."Gadis yang tidak terlalu berisi ternyata makannya sangat banyak, ya?"Seorang pemuda yang wajahnya tertutup masker, berkata demikian tepat disamping Hana. Karena Hana tidak melihat siapa pun disana, tentu saja ia merasa pemuda itu sedang berbicara dengan dirinya."Kamu ngomong sama aku?" Hana menunjuk pada diri sendiri sambil bertanya pada pria yang wajahnya tertutup masker tersebut."Emang disini ada gadis lain?" ujar pemuda itu dengan senyum miring dibalik masker yang menutupi sebagian wajahnya itu."Kamu ngatain aku rakus, gitu?" Hana menekan ucapannya sambil menahan emosi.Pemuda itu tidak menanggapi pertanyaan Hana. Ia mengambil alih pesanannya yang telah siap dari tangan pelayanan kemudian melenggang pergi begitu saja."Kamu belum jawab pertanyaanku dan main pergi gitu aja? Awas aja! Kalau ketemu lagi bakal aku bikin kamu membayar pelecehan ini!"Mendengar seruan Hana yang melengking, pemuda itu kemudian menghentikan langkahnya dan berbalik seketika."Kalau kita ketemu lagi, aku bakal bikin kamu jatuh cinta sama aku!"***Menjelang petang Sonya kembali masuk ke dalam kamar Hana yang sudah kembali rapi. Sonya geleng-geleng kepala ketika minat putrinya tertidur. Sepertinya gadis itu lelah mengamuk kemudian kembali membereskannya, sehingga ia ketiduran.Sonya mendekati putrinya kemudian mengguncang pelan tubuh Hana untuk membangunkan gadis itu.Hana menggeliat, pertanda dirinya dapat merasakan sentuhan ibunya pada pundaknya. Perlahan Hana membuka mata dan pandangannya langsung menangkap keberadaan ibunya yang duduk di tepi ranjang."Bangunlah, Sayang. Kamu harus cepat bersiap-siap. Om Johan mengundang kita makan malam untuk merayakan kepulangan putranya," ujar Sonya pada putrinya yang baru saja membuka mata.Hana mengubah posisinya, dari berbaring menjadi duduk."Mengundang? Bukannya tadi Mama bilang mereka akan datang?""Tadinya begitu, tapi Om Johan berubah pikiran. Dia ingin makan malam yang nggak biasa. Dia ingin makan malam kali ini spesial."Hana mengernyit mendengar penuturan sang ibu. "Makan malam
"Saat ini saya sedang tidak bekerja, Tante. Saat pertama bertemu dengan Hana, saya sedang melakukan tugas saya sebagai petugas resort.""Jadi kamu hanya seorang petugas resort dan sekarang tidak bekerja? Bagaimana kamu bisa menghidupi Hana kalau kamu saja tidak punya pekerjaan?" Suara Sonya langsung meninggi, merasa tidak bisa menoleransi pemuda seperti itu."Maaf, Tante, saat ini saya memang sedang tidak bekerja, tapi saja berjanji akan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, saya pasti bisa bertanggung jawab menghidupi Hana, dan saya akan memperhatikan kebahagiaan putri Tante," ujar Oliver mantap."Apa kamu tau, Hana gadis yang boros, dia suka berbelanja, suka jalan-jalan, dan dia selalu memilih barang-barang yang bagus dan mahal. Bagaimana kamu bisa mencukupi itu semua, Oliver?" tanya Sonya lagi semakin menuntut."Saya tau itu, Tante, karena Hana sendiri sudah mengatakan itu pada saya. Saya keluar dari pekerjaan yang sebelumnya karena saya ingin mencari pekerjaan yang lebih benefit
Sonya terkejut melihat kedatangan Hana serta menyeret kopernya di tangannya. Itu artinya putrinya telah pulang. Tak bisa dipungkiri, Sonya teramat senang melihat pemandangan itu."Han, akhirnya kami pulang. Mama sangat senang melihatnya," ujar Sonya sambil memeluk sang putri, mengekspresikan kebahagiaannya."Kemari, duduklah. Kamu mau makan apa, Sayang? Mama akan masakin buat kamu," lanjut Sonya, masih merangkul putrinya kemudian membimbingnya untuk ikut duduk di sofa bersama dirinya."Kebetulan ini udah hampir jam makan siang, gimana kalau mama masak buat makan siang? Masak apa aja, dan tolong masaknya dibanyakin ya, Ma, soalnya Hana ada undang temen ikut makan di sini bareng kita," sahut Hana cukup panjang.Sonya mengernyit. "Teman? Apa itu Salsa?"Hana spontan menggeleng. "Bukan, Ma, dia namanya Oliver. Pacar baru Hana," ujar Hana terang-terangan."Han, kamu serius?""Hana serius, Ma. Dia ada di depan, tapi Mama nanti aja ketemunya, waktu kita makan siang bareng, oke?""Bukan itu m
Salsa menemukan Oliver tidak jauh dari penginapannya, sepertinya laki-laki itu hendak menuju ke penginapan yang ditempati Salsa dan Hana.'Ingin mengucapkan salam perpisahan pada Hana sebelum dia pergi, kah?' kata Salsa membatin.Gadis itu mempercepat langkahnya untuk segera menghampiri Oliver dan menghadang pemuda itu."Jadi kamu benar-benar mau pergi, Pria aplikasi!" Salsa langsung membentak demikian ketika jaraknya sudah terbilang dekat dengan Oliver.Oliver mengernyit, sedikit heran kenapa sikap Salsa jadi kembali jutek terhadap dirinya? Bukankah kemarin Salsa sudah mulai bersikap ramah?Masih sibuk dengan rasa herannya, Oliver sampai lupa untuk menjawab pertanyaan Salsa, hingga membuat gadis itu semakin naik tingkat kemarahannya."Kamu ini manusia atau patung? Ditanya kenapa diem aja!" bentak Salsa lagi.Dibentak demikian, Oliver hanya bisa mengangguk mengiyakan. "Iya, aku mau pergi.""Dasar pria brengsek! Ternyata feelingku tepat, kamu emang pria yang nggak setia. Nyesel aku pe
"Han, kamu mau terima aku jadi pacarmu, kan? Aku bisa bantu kamu menghindari perjodohan itu."Hana menarik tangannya dari genggaman Oliver, kemudian gadis itu berbalik membelakangi pemuda yang kini tengah menunggu jawabannya."Tetap nggak bisa, Oliver. Nggak akan berpengaruh karena kamu akan pergi, kamu nggak akan ada di samping aku, kan? Mama nggak akan percaya kalau aku bilang aku udah punya pacar, tapi orang itu nggak ada."Hana beberapa kali mengusap wajahnya kasar. Ia merasa resah sekarang. Resah karena Oliver akan pergi, dan juga resah karena dengan kepergian Oliver maka dia harus siap bertemu dengan pria yang dijodohkan dengan dirinya. Itu membuat Hana sangat tidak tenang.Oliver kembali memposisikan diri di hadapan Hana. Oliver meraih dagu gadis itu dan menariknya, membuat gadis itu mendongak lalu saling beradu tatap dengan Oliver."Han, lupakan tentang itu dulu. Aku ingin mendengar pengakuan kamu, tolong jawab sejujurnya, jawablah sesuai dengan isi hatimu. Apa kamu mencintaik
Tatapan mata Hana yang tadinya sempat berbinar dan sumringah, kini berganti menjadi sendu saat mendengar ucapan Oliver yang memintanya memilih untuk mendengar kabar baik atau kabar buruk lebih dulu. Rasanya ada sesuatu kecemasan yang dirasakan Hana.Tempo hari Oliver mengatakan jika ia dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang tidak ia sukai dan bisa saja ia dipaksa untuk pergi keluar negeri. Apakah kabar itu datang hari ini? Apakah Oliver akan mengatakan bahwa Oliver akan pergi ke luar negeri? Meninggalkan dirinya yang mulai merasakan perasaan yang mendalam?"Bisakah aku denger kabar baiknya aja? Aku nggak mau denger kabar buruk apapun," ujar Hana mencoba untuk bernegosiasi.Oliver menghela napas berat sebelum akhirnya berbicara. "Hana, di kehidupan ini kita selalu dihadapkan dengan berbagai keadaan, baik dan buruk. Kita nggak bisa menghindar, yang harus kita lakukan adalah menjalaninya.""Baiklah, karena aku nggak bisa menolak, kalau gitu aku ingin mendengar kabar buruk dulu."Oliver m