Share

Kenikmatan Di Kelas Bisnis
Kenikmatan Di Kelas Bisnis
Penulis: Arizah

Bab 1

Penulis: Arizah
Namaku Stevani Laurence, seorang wanita muda yang baru saja menikah.

Karena mengelola akun media sosial, aku menjalin perkenalan dengan banyak travel blogger yang memiliki minat serupa.

Di antara mereka, Stella Thomas adalah sahabatku yang paling dekat.

Namun, belakangan ini aku mulai menyadari sesuatu. Stella sudah jarang memperbarui akunnya, tapi tiap bulan selalu terbang ke berbagai penjuru negeri.

Setiap kali pulang dari perjalanannya, wajahnya tampak berseri-seri, kulitnya segar dan lembap seolah habis dirawat intensif.

Aku bertanya dengan tersenyum, “Kau ini belakangan sering banget keluar kota. Jangan-jangan lagi nyicipin yang enak-enak, ya? Lihat kulitmu, glowing banget, jelas-jelas habis ‘dapat gizi baik’.”

Awalnya aku cuma bercanda, tapi Stella malah menatapku dengan pandangan yang sulit dijelaskan. “Stevani, jangan bilang aku nggak berbagi kesempatan bagus. Kau sungguh harus coba sekali naik kelas bisnis bareng aku.”

“Di sana ada mahasiswa polos, bos besar yang dingin, bule tampan… Semua yang bisa kau bayangkan ada di sana. Nggak ada yang gak ada di sana.”

Melihat wajah Stella yang merah merona penuh vitalitas, aku tak bisa menahan rasa bingung.

Aku pun pernah naik kelas bisnis sebelumnya. Pramugaranya memang tampan, tapi tak sampai seheboh yang dia gambarkan, kan?

Melihat ekspresi bingungku, Stella mendengus sambil memutar bola mata dan dengan nada geli berkata, “Kau ini benar-benar bodoh atau cuma pura-pura bodoh sih? Di kelas bisnis itu isinya cowok-cowok ganteng semua! Ganteng! Banget!”

Aku makin tak mengerti. “Terus kenapa dengan cowok ganteng?”

Stella menepuk kepalaku dengan gemas. “Kau ini beneran jadi bodoh setelah nikah ya?”

“Kau bilang cuma ganteng doang? Suamimu… emang ukurannya segede itu?”

Sambil bicara, dia membentuk gerakan tangan yang jelas menunjukkan satu ukuran.

Aku tertegun sejenak, baru kemudian menyadari maksud sebenarnya dari perkataannya.

“Kau… maksudmu… kau tidur dengan pramugara-pramugara itu?” tanyaku tak percaya.

Stella menyibak rambutnya dan memperlihatkan jejak-jejak kecupan samar di lehernya.

“Kalau nggak begitu, menurutmu aku ngapain naik pesawat berkali-kali tiap bulan?”

Aku buru-buru menarik tangannya, panik. “Stella, kau sudah gila! Bukankah kau juga baru menikah? Bagaimana bisa...”

“Apa salahnya? Nikah tetap nikah, nikmatin hidup tetap nikmatin hidup.”

“Dulu sebelum nikah nggak ketahuan. Setelah nikah, baru kelihatan suamiku itu nggak bisa diandalkan.”

“Kita sebagai perempuan, kenapa harus menyiksa diri? Masa laki-laki boleh nikmatin, perempuan nggak boleh?”

“Stevani, bukankah kau sendiri juga pernah ngeluh suamimu mainnya cepat banget, sampai nggak pernah bisa bikin kau puas?”

“Nanti ikut aku sekali, kujamin kau bakal ketagihan.”

Stella terus berbicara, tak memberi kesempatan untuk menyela, dan aku hanya bisa menggeleng tanpa henti.

Setengah tahun ini, pernikahanku dengan Dennis Louis memang tak sempurna di ranjang, tapi selebihnya dia pria yang sangat baik. Hubungan kami juga stabil.

“Jangan bicara sembarangan! Hubungan kami baik-baik saja!”

Tanpa pikir panjang, aku menolak ajakan gila Stella.

Dia hanya mengangkat bahu, tidak mendebat. “Kalau nanti kau berubah pikiran, bilang saja. Aku pastikan kau bakal tahu, seperti apa surga wanita yang sesungguhnya.”

Aku merasa Stella sudah benar-benar kehilangan akal.

Setelah berpisah dengannya, aku langsung pulang ke rumah.

Baru saja sampai, beberapa foto dari Stella masuk ke ponselku.

Aku membukanya.

Satu per satu, isinya adalah pria-pria tampan, masing-masing dengan pesona yang berbeda.

Inikah yang dia maksud dengan para pramugara kelas satu?

Sejak kapan pramugara punya standar tampang setinggi ini?

Atau… sejak kapan kelas satu punya “layanan” semacam itu?!

Melihat foto-foto itu, bayangan Stella yang tadi memperagakan ukuran dengan tangannya pun muncul lagi di benakku.

Apa benar, semua pria ini… sebesar itu?

Begitu pikiran itu muncul, aku buru-buru menggeleng, lalu menepuk-nepuk pipiku sendiri.

Stevani, sadar! Aku sedang mikir apa sih?!
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kenikmatan Di Kelas Bisnis   Bab 7

    Aku menatap mereka dengan rasa takut.Ketika mereka mulai mengurungku dari kedua sisi, merasakan denyut dari benda itu begitu dekat, rasa panik benar-benar menyergapku.“Tu... tunggu dulu!”Aku buru-buru mengangkat tangan, menghentikan keduanya.Mereka menatapku dengan heran. Aku pun tergagap mencari alasan, “Aku… aku mau ke kamar mandi dulu.”Selesai berkata, wajahku memerah, lalu aku menyelip di antara mereka dan melangkah keluar dengan susah payah.Aku berlari menuju toilet, baru bisa menarik napas lega saat sampai di depan pintunya.Namun saat tanganku menyentuh gagang pintu, aku mendengar suara dari dalam, suara Stella.Aku tertegun. Bukankah dia sedang bersenang-senang?Kuraih pandang ke arah kabinnya, pintunya terbuka.Jangan-jangan… dia sedang cari sensasi di toilet?Namun beberapa detik kemudian, terdengar suara Shella dari dalam membuatku membeku di tempat.“Ya, aku tahu. Kali ini aku sudah atur dua pria untuknya. Pasti bisa dapat bukti kalau Stevani selingkuh.”“Selesaikan p

  • Kenikmatan Di Kelas Bisnis   Bab 6

    Aku berdiri terpaku di luar kamar mandi, tubuhku kaku, napasku tercekat, setelah mendengar pembicaraan DennisApa yang barusan aku dengar?Dennis… berselingkuh?Dia… punya wanita lain di luar sana?Dan dalam waktu sebulan… dia ingin menceraikanku?Informasi itu terlalu banyak dan terlalu mendadak, membuat otakku seolah berhenti bekerja.Baru saat suara siraman toilet terdengar, aku tersadar kembali.Dengan sekuat tenaga kutahan dorongan untuk langsung menantangnya. Sebelum Dennis keluar, aku buru-buru kembali ke kamar tidur.Aku membalikkan tubuh, membelakangi arah pintu, dan tak lama kemudian aku bisa merasakan Dennis menaiki ranjang dengan langkah pelan, lalu tertidur tanpa suara.Aku tetap terjaga. Mataku terbuka lebar menatap gelap, kuku-kuku tanganku menekan telapak dengan keras, air mata mengalir diam-diam.Kata-katanya tadi kembali terngiang di telingaku, setiap kali dia kembali ke rumah, dia sudah lebih dulu “menunaikan tugas” di tempat wanita itu.Berarti, Dennis bukan pria ya

  • Kenikmatan Di Kelas Bisnis   Bab 5

    Ah…Aku menghela napas panjang, berusaha mengusir semua pikiran kacau dan perasaan yang mengganggu.Saat aku pulang, malam telah larut.Begitu membuka pintu, di dapur terlihat Dennis yang tengah sibuk.Melihat meja makan yang telah penuh dengan berbagai makanan, dan juga Dennis yang masih sibuk dengan mengenakan celemek. Pemandangan di hadapanku membuat dadaku sesak oleh rasa bersalah.“Stevani… Stevani... lihatlah suamimu… Lalu lihat dirimu sendiri… Bagaimana bisa kau tega berbuat seperti itu padanya?”Dennis menoleh saat mendengar langkahku, wajahnya berseri. “Sayang, kamu sudah pulang? Cepat cuci tangan, tinggal satu hidangan lagi, sebentar lagi selesai.”Setelah selesai berbicara, Ia kembali menghadap kompor, melanjutkan kegiatannya.Aku menarik napas dalam-dalam, menyeka sudut mataku, lalu berjalan ke kamar mandi.Aku melihat diriku sendiri di cermin, mataku langsung menangkap bekas merah samar di leher, sebuah tanda ciuman yang tak seharusnya ada di sana.Aku pun panik, aku buru-

  • Kenikmatan Di Kelas Bisnis   Bab 4

    Sebuah tekanan yang belum pernah kurasakan sebelumnya tiba-tiba menyerbu, membuatku spontan berteriak tanpa sadar. Namun setelahnya, yang mengalir justru adalah gelombang kenikmatan yang begitu kuat.Sebuah rasa penuh dan kelegaan yang tak pernah kualami sebelumnya.Jika dibandingkan dengan Dennis, baik dari segi ketahanan maupun intensitas, pria asing bernama Sam ini terasa seperti senjata rahasia yang dikirim langsung dari langit. Tubuhku terangkat dan terayun dalam pelukannya, mengikuti irama yang ia tentukan, dalam dan penuh tekanan setiap kalinya. Tak pernah kusangka, batas kemampuanku bisa sedalam itu.Awalnya, aku masih berusaha menahan diri, berjuang agar tak ada suara yang lolos dari bibirku.Tapi kekuatan Sim terlalu mendominasi. Sedikit demi sedikit, aku kehilangan kendali atas diriku sendiri. Saat kesadaranku mulai mengabur, ia menekan tubuhku ke jendela, dan wajahku pun melekat di sana, persis seperti adegan dalam video yang kemarin dikirim Stella padaku.Aku bisa meli

  • Kenikmatan Di Kelas Bisnis   Bab 3

    Mendengar ucapanku, Stella langsung terkekeh pelan. “Oke, oke, murni karena penasaran, ya? Kamu memang cuma penasaran, puas?”“Aku…”Wajahku memerah, belum sempat menjelaskan, dia sudah melanjutkan, “Aku akan pulang malam ini. Besok kamu ambil cuti, aku akan ajak kamu merasakan… seperti apa sebenarnya surga bagi seorang wanita.”“Sudahlah. Pokoknya kamu siap saja. Aku tutup ya, ini bikin aku capek sendiri.”Sebelum aku bisa menjawab, telepon sudah diputus. Dia sudah mengambil keputusan untukku.Aku menatap layar ponsel, menarik napas dalam-dalam, lalu mencoba meyakinkan diri sendiri.Jadi… aku hanya ingin tahu.Tidak akan melakukan apa pun. Hanya… melihat.Dengan niat menenangkan diri sendiri, malam itu aku tak bisa tidur.Gelisah, hingga baru terlelap menjelang fajar.Pukul sepuluh lebih sedikit, Stella datang. Ia berdiri di depan pintu sambil menguap.Melihatku yang sudah berdandan rapi, ia bercanda, “Wah, siapa nih? Mirip pengantin baru! Cantik sekali, bisa bikin banyak pria bertek

  • Kenikmatan Di Kelas Bisnis   Bab 2

    Aku menggeleng pelan, lalu masuk kamar mandi untuk mandi.Begitu selesai dan keluar sambil mengeringkan rambut, Dennis pun pulang.Melihatku hanya mengenakan jubah mandi, kaki jenjang putih bersih telanjang menginjak lantai, tetes-tetes air dari ujung rambut mengalir menuruni bahu, mata Dennis langsung berbinar.“Sayang, aku pulang!” serunya riang.Sambil tertawa kecil, dia melepas sepatu dan langsung menerjang ke arahku.“Eh! Aku lagi keringin rambut, tahu!”Aku menjerit kecil, tapi sudah terdesak olehnya ke sofa.Tapi seperti biasa, saat suasana mulai memanas dan tubuhku mulai terbakar oleh sentuhannya, dia lagi-lagi menyerah di tengah jalan.Aku memandang Dennis dengan wajah penuh kecewa.Dia menggaruk kepala, canggung. “Akhir-akhir ini kerjaan terlalu melelahkan. Aku mandi dulu, ya.”Alasan itu lagi. Setiap kali membuatku tergantung tanpa penyelesaian, dia selalu beralasan kelelahan. Aku sudah muak mendengarnya.“Tidak apa-apa. Kalau capek, istirahatlah baik-baik. Pergilah mandi,”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status