Share

Bab 2

Penulis: Arizah
Aku menggeleng pelan, lalu masuk kamar mandi untuk mandi.

Begitu selesai dan keluar sambil mengeringkan rambut, Dennis pun pulang.

Melihatku hanya mengenakan jubah mandi, kaki jenjang putih bersih telanjang menginjak lantai, tetes-tetes air dari ujung rambut mengalir menuruni bahu, mata Dennis langsung berbinar.

“Sayang, aku pulang!” serunya riang.

Sambil tertawa kecil, dia melepas sepatu dan langsung menerjang ke arahku.

“Eh! Aku lagi keringin rambut, tahu!”

Aku menjerit kecil, tapi sudah terdesak olehnya ke sofa.

Tapi seperti biasa, saat suasana mulai memanas dan tubuhku mulai terbakar oleh sentuhannya, dia lagi-lagi menyerah di tengah jalan.

Aku memandang Dennis dengan wajah penuh kecewa.

Dia menggaruk kepala, canggung. “Akhir-akhir ini kerjaan terlalu melelahkan. Aku mandi dulu, ya.”

Alasan itu lagi. Setiap kali membuatku tergantung tanpa penyelesaian, dia selalu beralasan kelelahan. Aku sudah muak mendengarnya.

“Tidak apa-apa. Kalau capek, istirahatlah baik-baik. Pergilah mandi,” ucapku singkat, menyembunyikan rasa kecewa.

Begitu dia selesai mandi, aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Menatap bayanganku sendiri di cermin yang diselimuti embun, lekuk tubuhku yang jelas dan menggoda, lalu mengingat kembali sikap Dennis tadi, rasa kecewa itu kembali mengalir, bahkan semakin pekat.

Aku juga seorang perempuan. Aku juga punya kebutuhan.

Tapi Dennis, pria tiga menit itu, tak pernah bisa memuaskanku.

Satu dua kali masih bisa kuterima, tapi ini sudah enam bulan… Aku mulai lelah.

Apalagi hari ini, kata-kata Stella terus terngiang di kepalaku.

Dan bersamaan dengan itu, bayangan foto-foto yang dia kirim pun muncul kembali.

Tanpa sadar, tanganku mulai menyentuh titik-titik sensitif di tubuhku.

“Mmhh…”

Suara yang keluar dari mulutku membuat pipiku terasa panas.

Aku tersentak, langsung sadar dari lamunanku.

Kupukul pelan pipiku sendiri, wajahku memerah campur kesal.

Stevani... Stevani, apa yang sedang kau pikirkan?!

Barusan… aku bahkan membayangkan para pria tampan dari foto Stella, melakukan hal-hal itu padaku.

Aku menghela napas dengan getir. Sepertinya aku memang sudah terlalu lama “kelaparan,” sampai bisa punya pikiran semacam itu.

Setelah mengeringkan badan, aku kembali ke kamar dan melihat Dennis sudah tertidur pulas, mendengkur pelan.

Aku memandangi wajahnya, lalu duduk di sisi ranjang, melamun sambil menghela napas panjang.

Malam berikutnya, usai mencuci muka dan bersiap tidur, ponselku tiba-tiba bergetar.

Kupandangi layar, sebuah pesan dari Stella.

Aku membukanya. Seketika, mataku terbelalak.

Dalam video itu, Stella benar-benar tak mengenakan sehelai benang pun, sedang ditekan dari belakang oleh seorang pria berambut pirang dan bermata biru. Wajahnya menempel di kaca jendela pesawat!

Di luar jendela, terlihat gumpalan-gumpalan awan putih.

Setiap gerakan pria itu membuat Stella mengerang dan menggeliat hebat, tubuhnya gemetar hebat dengan setiap hentakan.

Aku tersentak panik, buru-buru menutup video itu.

Melirik Dennisa yang masih tertidur di sampingku, aku baru bisa bernapas lega.

Untung saja dia tidak terbangun.

Aku menggigit bibir, ragu sejenak, lalu mematikan suara ponsel dan kembali membuka video itu.

Melihat ekspresi Stella yang begitu tenggelam dalam kenikmatan, bibirku terkatup semakin rapat.

Terutama ketika dia mencapai puncaknya, jujur saja, ada rasa iri yang mengendap di hatiku.

Selama ini bersama Dennis, aku tak pernah merasakan hal seperti itu.

[Bukankah kamu baru pulang kemarin? Kok hari ini sudah terbang lagi?]

Aku mengirimkan pesan kepadanya

Butuh waktu hampir setengah jam sampai Stella membalas pesanku

[Hai, ada awak kabin baru katanya, tampan, jago, dan bertubuh luar biasa. Jadi aku langsung berangkat!]

[Dan jangan salah, cowok bule memang beda, yang ini lebih hebat lagi. Satu jam penuh aku diperlakukan kayak dewi, sampai tiga kali aku dibuat ‘keluar’. Hampir mati rasanya!]

Pesan itu disusul foto Stella yang tergeletak lemas di kursi kelas bisnis.

Tubuhnya basah kuyup seakan baru keluar dari kolam, kulitnya kemerahan, wajahnya memancarkan aura sensual yang menggoda.

Yang paling mencolok, seluruh permukaan kursi tampak basah!

Aku terdiam, membuka mulut tanpa suara, lalu menggigit bibir keras-keras.

Melihat Stella… lalu menoleh ke arah Dennis yang masih mendengkur.

Sungguh… perbandingan yang menyakitkan.

Setelah lama terdiam, akhirnya aku mengetikkan satu kalimat

[Stella, awak kabin yang kamu maksud itu… benar-benar sehebat itu?]

Begitu kukirim, aku langsung menyesal.

Aku bahkan tidak berniat ikut. Jadi untuk apa menanyakan itu?

Aku buru-buru menarik kembali pesannya.

Tapi belum sempat bernapas lega, panggilan dari Stella masuk.

Aku ragu sebentar dan membawa ponsel ke kamar mandi, lalu mengangkatnya.

Begitu tersambung, suara Stella yang manja dan lelah langsung terdengar. “Kenapa, Stevani? Akhirnya sadar juga? Aku sudah bilang, perempuan juga berhak mengejar kebahagiaannya sendiri.”

“Tempat ini adalah surga kita! Dengan hubungan sebaik ini, masa iya aku akan bohong padamu?”

Aku ingin menolak ajakannya secara langsung, tapi kata-kata itu tertahan di tenggorokan. Yang terbayang hanyalah ekspresi Stella yang begitu puas dalam video tadi.

“Apa benar di kelas bisnis pesawat ada layanan begitu? Stella, aku bukan maksud apa-apa, cuma… ya, cuma penasaran.”

Aku mengucapkan kalimat yang bahkan diriku sendiri sulit untuk percaya.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kenikmatan Di Kelas Bisnis   Bab 7

    Aku menatap mereka dengan rasa takut.Ketika mereka mulai mengurungku dari kedua sisi, merasakan denyut dari benda itu begitu dekat, rasa panik benar-benar menyergapku.“Tu... tunggu dulu!”Aku buru-buru mengangkat tangan, menghentikan keduanya.Mereka menatapku dengan heran. Aku pun tergagap mencari alasan, “Aku… aku mau ke kamar mandi dulu.”Selesai berkata, wajahku memerah, lalu aku menyelip di antara mereka dan melangkah keluar dengan susah payah.Aku berlari menuju toilet, baru bisa menarik napas lega saat sampai di depan pintunya.Namun saat tanganku menyentuh gagang pintu, aku mendengar suara dari dalam, suara Stella.Aku tertegun. Bukankah dia sedang bersenang-senang?Kuraih pandang ke arah kabinnya, pintunya terbuka.Jangan-jangan… dia sedang cari sensasi di toilet?Namun beberapa detik kemudian, terdengar suara Shella dari dalam membuatku membeku di tempat.“Ya, aku tahu. Kali ini aku sudah atur dua pria untuknya. Pasti bisa dapat bukti kalau Stevani selingkuh.”“Selesaikan p

  • Kenikmatan Di Kelas Bisnis   Bab 6

    Aku berdiri terpaku di luar kamar mandi, tubuhku kaku, napasku tercekat, setelah mendengar pembicaraan DennisApa yang barusan aku dengar?Dennis… berselingkuh?Dia… punya wanita lain di luar sana?Dan dalam waktu sebulan… dia ingin menceraikanku?Informasi itu terlalu banyak dan terlalu mendadak, membuat otakku seolah berhenti bekerja.Baru saat suara siraman toilet terdengar, aku tersadar kembali.Dengan sekuat tenaga kutahan dorongan untuk langsung menantangnya. Sebelum Dennis keluar, aku buru-buru kembali ke kamar tidur.Aku membalikkan tubuh, membelakangi arah pintu, dan tak lama kemudian aku bisa merasakan Dennis menaiki ranjang dengan langkah pelan, lalu tertidur tanpa suara.Aku tetap terjaga. Mataku terbuka lebar menatap gelap, kuku-kuku tanganku menekan telapak dengan keras, air mata mengalir diam-diam.Kata-katanya tadi kembali terngiang di telingaku, setiap kali dia kembali ke rumah, dia sudah lebih dulu “menunaikan tugas” di tempat wanita itu.Berarti, Dennis bukan pria ya

  • Kenikmatan Di Kelas Bisnis   Bab 5

    Ah…Aku menghela napas panjang, berusaha mengusir semua pikiran kacau dan perasaan yang mengganggu.Saat aku pulang, malam telah larut.Begitu membuka pintu, di dapur terlihat Dennis yang tengah sibuk.Melihat meja makan yang telah penuh dengan berbagai makanan, dan juga Dennis yang masih sibuk dengan mengenakan celemek. Pemandangan di hadapanku membuat dadaku sesak oleh rasa bersalah.“Stevani… Stevani... lihatlah suamimu… Lalu lihat dirimu sendiri… Bagaimana bisa kau tega berbuat seperti itu padanya?”Dennis menoleh saat mendengar langkahku, wajahnya berseri. “Sayang, kamu sudah pulang? Cepat cuci tangan, tinggal satu hidangan lagi, sebentar lagi selesai.”Setelah selesai berbicara, Ia kembali menghadap kompor, melanjutkan kegiatannya.Aku menarik napas dalam-dalam, menyeka sudut mataku, lalu berjalan ke kamar mandi.Aku melihat diriku sendiri di cermin, mataku langsung menangkap bekas merah samar di leher, sebuah tanda ciuman yang tak seharusnya ada di sana.Aku pun panik, aku buru-

  • Kenikmatan Di Kelas Bisnis   Bab 4

    Sebuah tekanan yang belum pernah kurasakan sebelumnya tiba-tiba menyerbu, membuatku spontan berteriak tanpa sadar. Namun setelahnya, yang mengalir justru adalah gelombang kenikmatan yang begitu kuat.Sebuah rasa penuh dan kelegaan yang tak pernah kualami sebelumnya.Jika dibandingkan dengan Dennis, baik dari segi ketahanan maupun intensitas, pria asing bernama Sam ini terasa seperti senjata rahasia yang dikirim langsung dari langit. Tubuhku terangkat dan terayun dalam pelukannya, mengikuti irama yang ia tentukan, dalam dan penuh tekanan setiap kalinya. Tak pernah kusangka, batas kemampuanku bisa sedalam itu.Awalnya, aku masih berusaha menahan diri, berjuang agar tak ada suara yang lolos dari bibirku.Tapi kekuatan Sim terlalu mendominasi. Sedikit demi sedikit, aku kehilangan kendali atas diriku sendiri. Saat kesadaranku mulai mengabur, ia menekan tubuhku ke jendela, dan wajahku pun melekat di sana, persis seperti adegan dalam video yang kemarin dikirim Stella padaku.Aku bisa meli

  • Kenikmatan Di Kelas Bisnis   Bab 3

    Mendengar ucapanku, Stella langsung terkekeh pelan. “Oke, oke, murni karena penasaran, ya? Kamu memang cuma penasaran, puas?”“Aku…”Wajahku memerah, belum sempat menjelaskan, dia sudah melanjutkan, “Aku akan pulang malam ini. Besok kamu ambil cuti, aku akan ajak kamu merasakan… seperti apa sebenarnya surga bagi seorang wanita.”“Sudahlah. Pokoknya kamu siap saja. Aku tutup ya, ini bikin aku capek sendiri.”Sebelum aku bisa menjawab, telepon sudah diputus. Dia sudah mengambil keputusan untukku.Aku menatap layar ponsel, menarik napas dalam-dalam, lalu mencoba meyakinkan diri sendiri.Jadi… aku hanya ingin tahu.Tidak akan melakukan apa pun. Hanya… melihat.Dengan niat menenangkan diri sendiri, malam itu aku tak bisa tidur.Gelisah, hingga baru terlelap menjelang fajar.Pukul sepuluh lebih sedikit, Stella datang. Ia berdiri di depan pintu sambil menguap.Melihatku yang sudah berdandan rapi, ia bercanda, “Wah, siapa nih? Mirip pengantin baru! Cantik sekali, bisa bikin banyak pria bertek

  • Kenikmatan Di Kelas Bisnis   Bab 2

    Aku menggeleng pelan, lalu masuk kamar mandi untuk mandi.Begitu selesai dan keluar sambil mengeringkan rambut, Dennis pun pulang.Melihatku hanya mengenakan jubah mandi, kaki jenjang putih bersih telanjang menginjak lantai, tetes-tetes air dari ujung rambut mengalir menuruni bahu, mata Dennis langsung berbinar.“Sayang, aku pulang!” serunya riang.Sambil tertawa kecil, dia melepas sepatu dan langsung menerjang ke arahku.“Eh! Aku lagi keringin rambut, tahu!”Aku menjerit kecil, tapi sudah terdesak olehnya ke sofa.Tapi seperti biasa, saat suasana mulai memanas dan tubuhku mulai terbakar oleh sentuhannya, dia lagi-lagi menyerah di tengah jalan.Aku memandang Dennis dengan wajah penuh kecewa.Dia menggaruk kepala, canggung. “Akhir-akhir ini kerjaan terlalu melelahkan. Aku mandi dulu, ya.”Alasan itu lagi. Setiap kali membuatku tergantung tanpa penyelesaian, dia selalu beralasan kelelahan. Aku sudah muak mendengarnya.“Tidak apa-apa. Kalau capek, istirahatlah baik-baik. Pergilah mandi,”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status