LOGIN"ADUH SAKIT! LEPASKAN!"
"Mana mungkin," jawab Ariana dengan mata melotot, sambil memegang kuat rambut panjang seorang perempuan. "Setelah kau tertangkap basah selingkuh tunanganku, aku mana mau melepasmu." "Ari, tolonglah." Seorang lelaki yang terlihat panik, berusaha menenangkan. "Ini tempat umum dan ...." "Harusnya itu kalimatku." Kini Ariana melotot pada lelaki yang baru saja bicara. "Semua orang tahu kita bertunangan, lalu kau mencium dan meraba bokong perempuan ini?" "Kau salah lihat." Sang tunangan dengan cepat menggeleng. "Kau salah lihat." "Kurasa kau salah menjambak." Tidak mau ketinggalan, Bastian malah mengompori. "Yang harus dijambak itu biang keroknya, bukan pelaku yang ditipu." Ucapan itu jelas saja membuat Ariana makin melotot, kali ini mengarah pada lelaki yang baru saja bicara. Makin melotot lagi saat Bastian malah melebarkan senyumannya dan melirik ke arah tunangan perempuan yang sedang mengamuk itu. "Jangan memancing emosinya," hardik sang tunangan pada Bastian. "Lagian, kau itu kenapa bisa ada di sini dengan Ariana? Kalian seli ...." Tunangan Ariana tidak mampu berkata-kata, karena merasa kesakitan. Itu karena Ariana menendang tulang keringnya dengan sangat keras. "Berani kau mengatakan hal aneh, maka aku akan membunuhmu," desis Ariana masih mempertahankan mata melototnya. "Aku rasa cukup sampai di sini." Bastian menepuk tangannya sekali. "Kau sudah harus pulang." "Lepas." Ariana menepis tangan lelaki yang menarik tangannya. "Aku belum puas memukul mereka." "Kau mabuk, Ari. Jadi ayo pulang, sebelum ayahmu marah dan reputasinya tercoreng." "Aku tidak peduli dengan reputasi," hardik Ariana jelas sekali terlihat mabuk. "Yang aku mau hanya ...." Ariana tidak lagi bisa melanjutkan kalimatnya, karena dia mulai oleng. Hanya sebentar saja, sebelum perempuan berambut panjang itu pada akhirnya limbung dan tubuhnya segera ditangkap oleh Bastian. "Kalian beruntung karena dia mabuk," ucap Bastian pada pasangan yang tadi diserang Ariana. "Tapi percayalah, nanti dia akan datang lagi dan memukul lebih keras." *** "Bisa jelaskan apa yang terjadi di sini?" Seorang pria paruh baya bertanya dengan mata melotot. "Rasanya kemarin aku minta tolong membawa Ariana pulang, tapi kenapa malah ada laporan kekerasan dari polisi?" Bastian yang ditanyai, tidak langsung menjawab. Dia terlebih dulu menatap perempuan yang sedang dibicarakan dan duduk di sebelahnya. Sayangnya, Ariana terlihat cuek. "Tunangan Ari selingkuh." Enggan disalahkan, Bastian memilih mengaku. "Kebetulan saja kami melihat." "Hei." Ariana langsung menyikut lelaki yang duduk di sebelahnya sambil melotot. "Bukannya aku sudah bilang jangan bilang-bilang?" "Ah, rupanya begitu." Sang ayah mengangguk pelan. "Sesuai dugaanku." "Dad." Ariana langsung melotot. "Aku sudah bilang kan? Tunanganmu itu tidak benar, tapi kau tidak percaya." Kali ini sang ibu yang berbicara. "Untuk itu maaf dan terima kasih sudah mengingatkan," ucap Ariana berusaha untuk tidak tersulut emosi. "Tapi tenang saja, aku akan memutuskan hubungan dengan dia." "Tunggu dulu, apa yang kau bilang?" Semua orang tersentak mendengar suara yang tiba-tiba terdengar itu, dan berbalik melihat siapa yang datang. Rupanya, tunangan Ariana muncul dengan membawa sebuket besar bunga. Hal itu jelas saja membuat pelayan yang mengantar si tunangan, mendapat pelototan dari Ariana. Untung saja sekarang Ariana bersama orang tuanya. Kalau tidak, mungkin pelayan tadi akan kena marah. "Ari, kau tidak benar-benar akan mengakhiri pertunangan kita kan?" Alih-alih menyapa calon mertua, sang tunangan langsung mendekati Ariana. Dia bahkan mendorong Bastian agar menyingkir. "Jangan sentuh aku." Tentu saja Ariana akan menolak. "Kau menjijikkan." "Yang kemarin itu salah paham saja, Sayang. Aku tidak selingkuh." "Terus, yang kau cium itu manekin? Atau mungkin kau menganggap bokong itu sebagai buah persik?" Ibu Ariana mendengus pelan berusaha untuk menahan tawa. Dia jelas merasa ucapan sang putri adalah lelucon. "Pokoknya, yang kemarin itu salah paham." Si tunangan hanya bisa mengatakan hal berulang. "Karena itu aku datang ke sini untuk menjelaskan dan melamarmu secara resmi. Maksudku, aku mau bicara dengan kedua orang tuamu." "Tapi orang tuaku ada di sebelah sana." Ariana menunjuk ke depannya. "Kau menghadap ke arah yang salah." "Oh, tentu saja." Si tunangan bergegas untuk berbalik dan memasang senyum terbaik yang dia punya. "Maaf, karena aku menyapa Ariana lebih dulu. Aku harap, kalian berdua tidak tersinggung." "Aku tersinggung." Sang ayah langsung membalas, disertai tatapan mata menghakimi. "Amat sangat tersinggung." "Aku benar-benar minta maaf, jadi bisakah Pak .... Mungkin aku sekarang harus memanggil kalian Dad dan Mom?" ralat si tunangan dengan percaya diri. "Tidak ada orang yang mau menikahi Ariana selain aku." Kedua orang tua Ariana mengerutkan keningnya. Mereka jelas tidak senang dengan apa yang dilakukan oleh kekasih sang putri, apalagi dengan fakta kalau lelaki itu berselingkuh. "Dengar ...." "Sayang." Ayah Ariana baru ingin bicara, tapi ibunya menahan. Dia tersenyum pada sang suami, meminta izin untuk bicara hanya dengan senyuman saja. Tentu izin itu didapatkan dengan sangat mudah. "Pertama, terima kasih karena sudah datang dengan niat baik dan sebuket bunga yang indah." Ibu Ariana mulai berbicara dan membuat si tunangan besar kepala. "Tapi maaf, kami harus menolak." "Tentu saja kau harus menolak." Ariana langsung mengangguk setuju. "Soalnya, Ariana akan segera menikah." "What?" Bukan hanya yang empunya nama yang terkejut, tapi semua orang. "Ini berita baru," ucap Bastian dengan kening berkerut. "Tentu saja bukan, Nak. Aku sudah merencanakan pernikahan kalian, kurang dari sebulan lagi." "Mom barusan bilang apa?" Ariana tentu saja akan bertanya. "Kalian berdua, Ariana dan Bastian. Kalian akan menikah kurang dari sebulan lagi.""Kenapa mukamu terlihat tegang sekali?" Ariana bertanya diiringi tawa pelan. "Memangnya kau tidak tegang?" tanya Bastian yang melotot menatap istrinya. "Kita akan dilihat ratusan atau mungkin ribuan orang loh." "Jangan berlebihan, Bas. Undangan yang disebar bahkan tidak sampai lima ratus orang, jadi tidak mungkin ada ribuan orang. Dan aku sama sekali tidak merasa tegang." "Aku rasa kau sudah terbiasa diperhatikan banyak orang." Bastian mengangguk pelan. "Kau pernah ikut ayahmu melakukan kunjungan kerja kan?" "Beberapa kali waktu masih kecil." Ariana juga mengangguk. "Tapi aku sudah tidak terlalu ingat lagi." "Kau mungkin tidak ingat, tapi alam bawah sadarmu ingat." "Tapi bukankah dulu kau juga pernah ikut Mom kunjungan kerja?" Ariana bertanya dengan kening berkerut. "Kalau tidak salah waktu itu kita bersama-sama pergi ke panti asuhan dan kau ikut untuk membantu menjaga adikku." "Sepertinya aku ingat itu." Bastian mengangguk pelan. "Anais kalau tidak salah masih dua tahun
"Ini gila." Ariana melotot pada tumpukan brosur di depannya. Belum ditambah dengan apa yang harus dia lihat di komputer dan ponsel."Apanya yang gila?" Elian bertanya dengan sebelah alis terangkat. "Mempersiapkan pernikahan benar-benar sangat susah," ucap Ariana menyugar rambutnya. "Yah, memang seperti itu kan?" Elian mengedikkan bahunya. "Apalagi kali ini pestanya akan dirayakan dengan sangat meriah. Biar bagaimana, kau itu masih anak Alaric Crawford.""Berhenti bawa-bawa nama Crawford." Ariana mengeluh. "Rasanya bikin kesal saja.""Hei, kau tidak boleh begitu." Elian tanpa canggung menegur atasannya. "Kau harusnya bersyukur, karena masih punya keluarga. Apalagi kau punya keluarga yang kaya.""Di luar sana, masih banyak loh orang yang butuh kasih sayang keluarga dan butuh uang. Jadi, selama kau masih punya semuanya dan berlebih, sebaiknya kau bersyukur saja."Ariana mengedipkan kedua mata, menatap sang asisten. Jujur saja, dia tidak menyangka kalau Elian yang biasanya seriu
"Maaf, tapi apa Dad bisa ulangi sekali lagi?" tanya Ariana dengan kedua alis yang terangkat."Sebenarnya, kalian tidak benar-benar menikah." Alaric tidak keberatan menjelaskan ulang. "Yang kemarin itu hanya pesta, tapi pendaftaran pernikahannya tidak benar-benar dilakukan.""Datanya semua ada dan lengkap, tapi aku meminta pihak catatan sipil untuk menangguhkan pendaftaran pernikahannya," lanjut Alaric pelan. "Maaf untuk semua itu dan aku sama sekali tidak akan membela diri atas apa pun tuduhan kalian."Bukan hanya Ariana dan Bastian saja yang melongo, tapi Anna dan Landon juga melakukan hal yang sama. Mereka tidak pernah menyangka kalau selama ini sudah dibohongi dan jujur saja, itu rasanya menyakitkan."Apa yang membuatmu setega itu pada anak sendiri?" Anna bertanya dengan mata berkaca-kaca. "Bukan hanya pada Ariana, tapi juga Bastian dan aku.""Maaf." Hanya itu yang bisa Alaric ucapkan dengan kepala tertunduk, tanpa pembelaan apa pun. Sesuai dengan apa yang tadi dia ucapkan.
"Aku menolak menjadi saksi si sialan itu," desis Ariana dengan mata melotot."Tapi Mrs. Jackson ....""Kau pikir aku ini orang gila ya?" hardik Ariana dengan mata melotot, pada lelaki berpakaian rapi yang duduk di depannya. "Tidak orang yang mau jadi saksi dari mantan yang cari gara-gara, apalagi dengan tujuan membelanya.""Mrs. Jackson." Lelaki yang berpakaian rapi itu masih mencoba membujuk. "Sesuai yang kau katakan, kalian adalah mantan. Pasti ada kenangan indah dan salah paham yang terjadi, termasuk tentang kasus ini.""Salah paham kepalamu?" hardik Ariana sudah bangkit dari kursi kerja yang dia tempati sejak tadi. "Mana ada salah paham, setelah semua bukti yang ada." "Kau ini beneran pengacara bukan sih? Bukti sejelas itu saja masih mau menyangkal lagi.""Baiklah." Lelaki yang adalah pengacara Romeo itu pada akhirnya mengangkat tangan. "Aku tidak akan membahas masa lalu, tapi setidaknya bermurah hatilah. Demi kemanusiaan ....""Demi kemanusiaan?" tanya Ariana makin melot
Ariana melangkah dengan ceria. Hal yang sangat jarang terjadi, tapi tidak ada yang memperhatikan dia, karena sekarang Ariana sedang baru sampai di kantor Bastian. Setelah lama tidak masuk kantor, hari ini pada akhirnya Bastian mengunjungi tempatnya bekerja beberapa tahun ini. Bukan untuk kembali bekerja, tapi untuk mengundurkan diri secara resmi dan mengambil barang-barangnya. "Hai, aku kau ketemu Bastian dari kantor ....""Madam Ariana kan?" tanya si resepsionis dengan senyum lebar. "Sir Bastian sudah memberi tahu sebelumnya, jadi kau tidak perlu menitipkan identitas.""Okay." Ariana hanya mengangguk, sambil mengambil tanda pengenal untuk tamu. "Apa mau diantar juga?" Si resepsionis kembali bertanya. "Tidak perlu. Aku tahu jalannya."Ariana kembali melangkah dengan sangat senang. Terlihat jelas dari senyum yang merekah di wajahnya. Ariana bahkan mengangguk pelan pada setiap orang yang tersenyum padanya, bahkan dengan sopan bertanya pada pegawai kantor sang suami. "Sir B
Ariana, Bastian dan Anna melirik ke atas dengan takut-takut. Lebih tepatnya, hanya Bastian dan Anna yang seperti itu, karena sekarang mereka sedang berhadapan dengan Alaric Crawford. Hanya Ariana saja yang bisa menunjukkan keberaniannya, walau hanya dalam lirikan mata."Apa Dad punya sesuatu yang mau dikatakan, atau punya masalah?" tanya Ariana dengan tenang. "Kau masih bisa bicara seperti itu?" Alaric malah balas bertanya dengan mata melotot. "Tentu saja bisa. Aku kan masih punya mulut dan tidak bisu," balas Ariana malah terlihat menantang. Alaric menggeram kesal. Dia marah, tapi mau berteriak pun rasanya tidak tega. Apalagi sang istri sudah terlihat memelas. "Kenapa kalian tidak bilang mau pergi ke klub entah apa itu, bahkan membawa ibu kalian dan tanpa pengawalan." Pada akhirnya, hanya itu yang bisa dikatakan oleh Alaric. "Kami bawa pengawal," jawab Ariana tanpa keraguan. "Memang tidak masuk sampai ke dalam klub, tapi kami bawa. Lalu soal Mom, dia sendiri yang mau ikut.







