Beranda / Romansa / Kepemilikan / Penculikan : Distrik Lampu Merah

Share

Kepemilikan
Kepemilikan
Penulis: Yiyuan chi

Penculikan : Distrik Lampu Merah

Penulis: Yiyuan chi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-22 16:29:49

Mikhael tidak pernah percaya pada takdir. Hingga hari ia bertemu dengannya lagi—seperti benang merah yang tak pernah benar-benar putus.

"Kamu milikku sekarang. Dan selama kamu milikku… dunia ini tidak bisa menyentuhmu."

Kalimat itu diucapkan berulang kali dan menjeratnya dengan paksa.

Kalimat yang seharusnya menjadi perlindungan, tapi terasa seperti kutukan.

Di antara batas kepemilikan dan perlindungan, kebencian dan kerinduan, mereka terjebak. Mikhael ingin menyelamatkannya… dengan cara yang paling brutal. Dan Ann ingin membencinya…dengan cara yang paling menyakiti Mikhael.

...

Ann tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu hari. Hari itu, ia baru saja lulus SMA—tertawa bersama teman, memimpikan kuliah dan dunia baru yang menanti, kemudian pulang dengan taksi yang ia pesan.

Tapi begitu pintu tertutup, bau menyengat menusuk hidungnya. Seseorang membekapnya. Lalu gelap.

Satu satunya hal yang telah ia sadari adalah dirinya sedang diculik. Tangannya terikat kuat dan lakban menutup mulutnya. Mengunci semua akses untuk keluar dari mobil ini.

Siapa yang menculiknya?, akan dibawa kemana dirinya?, dia sama sekali tidak tahu tentang masa depan seperti apa yang menantinya.

Ann panik. Kepalanya berdenyut. Dua gadis lain bersamanya—satu sudah terjaga dan menatap Ann dengan mata ketakutan, satu lagi masih tertidur karena obat.

Mobil terus melaju dari jalan sepi ke jalan ramai yang asing. Hingga rem berderit cukup nyaring, mobil itu berhenti. Ann sedikit mengintip ke luar. Lampu neon berwarna merah muda dan biru berkedip di sepanjang jalan sempit.

Asap rokok menggantung di udara, bau alkohol menusuk hidung. Musik keras berdentum dari klub malam. Wanita-wanita bergaun minim berdiri di depan bar, tersenyum pada pria-pria mabuk yang lalu-lalang.

Setidaknya yang ia tahu adalah tempat ini tidak aman dan seharusnya tak akan pernah berada dalam jangkauannya—jika saja ia tidak diculik untuk sampai ke sini.

Pintu mobil dibuka. Seorang Pria bertato naga yang menjalar di sepanjang tangannya dengan kaos putih tanpa lengan itu mengulurkan tangan ke arahnya. Menarik hingga ia terhuyung-huyung hampir jatuh jika bukan karena cengkeraman kuat pria itu.

Salah satu wanita mencoba kabur. Tapi hanya butuh hitungan detik bagi pria lain menyeretnya kembali. Semua menjadi saksi bahwa melawan hanya akan berujung luka.

Pria lain menyumpah dalam bahasa asing—terdengar kasar, beraksen keras ketika mendapati wanita dalam gengamannya mencoba kabur. pintu mobil yang semula terbuka dibanting dengan keras.

Ann, bersama kedua wanita lainnya dibawa masuk ke sebuah tempat yang dengan papan bertuliskan bahasa asing yang diterangi lampu merah redup.

Lorong sempit, suara rintihan, bau alkohol serta asap rokok menemani mereka sepanjang jalan. Lengket, panas, yang makin membuatnya tak nyaman.

Mereka melewati berbagai lorong dan ruang, dibawa lebih dalam, dan lebih dalam lagi. Setiap belokan memperlihatkan sisi lain dari dunia yang tak pernah dia bayangkan benar-benar ada.

Pria dan wanita bercinta dimana saja. Semua kabur dalam kabut tipis yang melayang dari puntung-puntung ganja dan serbuk putih yang berpindah tangan tanpa sembunyi.

Ini tempat yang menelan batas—antara moral dan dosa, antara nyata dan khayal, antara hidup dan mati.

Langkah kaki bergaung saat seorang wanita muncul dari balik tirai manik-manik.

“Tak menawarkan mereka padaku, Pichai?”

Ia mengenakan cheongsam hitam ketat dengan bordir peony merah. Rambutnya disanggul rapi dengan tusuk konde giok, senyumnya sensual meski wajahnya menunjukkan usia. Tetap anggun dan memikat.

“Madam Lin, kami harus menawarkan mereka ke area bawah tanah. Pertandingan tinju menarik orang penting—mereka pasti membayar lebih tinggi, jauh darimu,” jawab pria bertato naga yang mencengkeram Ann.

"Jika mereka tak terjual kau bisa melemparnya kesini," wanita itu berkata dengan sinis lalu pergi dengan dua orang berperawakann besar dibelakangnya.

Ann dan dua orang lainnya kembali didorong ke depan. Menyusuri lorong demi lorong. Di dinding, lampu-lampu neon yang tadinya berkilau kini tinggal redup berkedip. Musik yang sebelumnya berdentum kini hanya gema jauh yang terdengar seperti suara rintih. Semakin mereka berjalan, semakin samar suara dunia luar. Dan semakin dekat… suara jeritan dan juga sorakan.

"Mikhael! Mikhael! Mikhael!’’

Nama itu berulang-ulang diteriakkan, seperti mantra pemanggil iblis dalam udara yang lengket oleh keringat, darah, dan kegilaan. Sorak-sorai menggema di arena tinju ilegal yang lebih mirip kandang hewan buas sedang menampilkan dua orang petinju yang bertarung hidup atau mati.

Menang dan dapatkan uangnya, maka kau akan dihujani uang—judi besar, nama besar, pesta semalam suntuk atau kalah, dan tubuhmu akan diseret ke lorong belakang. Tak ada upacara. Tak ada belas kasihan.

Mayat akan dilempar ke kawanan anjing, atau ke kandang serigala hitam yang menjaga tempat ini dari gangguan luar.

Para penculik tertawa di depan arena. Seolah menyaksikan tontonan komedi—bukan pertarungan hidup dan mati yang membuat tulang-tulang remuk dan darah membanjiri tanah.

“Saatnya bertaruh lagi,” ujar salah satu sambil mengisap cerutu, matanya berbinar seperti penjudi, bukan manusia.

Di tempat ini, Orang-orang bukan hanya terbiasa dengan kekejaman—mereka mencintainya. Mereka memujanya. Mereka bertaruh di atasnya.

Di tengah hiruk pikuk, Mikhael berdiri tegak di bawah sorotan cahaya. Tubuhnya berkeringat, berotot, penuh luka—tapi matanya penuh amarah, dingin yang menusuk seperti hewan buas yang tak ingin diganggu siapapun setelah menumbangkan mangsanya.

Tangannya diangkat sebagai pemenang pertarungan brutal malam itu. Sorak sorai pun meledak liar, merayakan kemenangan yang berdarah.

Sang juara tak terkalahkan.

Ann gemetar ketakutan, bahkan jauh lebih takut ketika dia menyadari dirinya diculik.

...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kepemilikan   "Jangan...Kumohon..."

    Mikhael yang selalu dikenal pemarah, ketika ada api kecil yang menyulutnya, api itu akan membesar.Dan kali ini, Ann, gadis yang ia cintai melewati garis kesabarannya.Tanpa peringatan, Mikhael membungkuk, mengangkat Ann ke bahunya seperti mengangkut karung beras.“Tidak! Lepaskan aku! Turunkan, Mikhael!” Ann memukul punggungnya, tapi itu hanya seperti sentuhan ringan di kulitnya.Ia melangkah cepat ke kamar, menendang pintu hingga terbuka lebar, lalu membantingnya kembali dengan keras. Kemudian melemparkan Ann ke tempat tidur.Kepala Ann berdenyut, pandangannya berputar. Begitu kesadarannya pulih, ia melihat Mikhael sudah naik ke ranjang, mendekat seperti hewan buas, menindih tubuh mungilnya."Tahukah kamu bagaimana para pria disini memperlakukan para pelacur?"Suara Mikhael rendah, berat, dan membuat bulu kuduknya berdiri. Jari-jari kasarnya menyibak rambut yang menutupi wajah Ann.Tatapannya menelusuri wajah Ann, lalu turun ke leher, berhenti di dada yang naik-turun cepat. Matanya m

  • Kepemilikan   “Ini semua... karena kamu…”

    Ann duduk memeluk lutut di ranjang. Pistol kecil masih tergeletak di sampingnya—dingin, tak tersentuh. Ia menarik napas perlahan, mencoba melupakan segala hal yang baru saja terjadi.Sebuah teriakan datang. Sebuah jeritan keras.Nyaring, rapuh, tercekik ketakutan.Ann langsung berdiri. Detik berikutnya, suara jeritan lain terdengar—lebih dekat, lebih putus asa. Dia tak menunggu lebih lama. Pintu dibuka tanpa suara dan langkahnya melesat ke lorong.Lorong yang basah dan suram itu seolah menyempit setiap kali ia bergerak. Bau alkohol, asap rokok, dan suara tawa liar mengisi udara.Kemudian—"BRUK!"Sesuatu menabraknya keras.Seorang gadis kecil, mungkin berusia sekitar dua belas tahun? Tingginya hanya sampai dadanya, dengan rambut acak-acakan dan mata merah membengkak karena tangis. Tubuh mungil itu memeluk Ann erat, menggigil hebat. "Tolong..., kakak tolong aku...," suara itu lebih seperti bisikan di telinga Ann. Lemah, tak berdaya—mengingatkannya pada dirinya.Ann menahan napas, memelu

  • Kepemilikan   Percobaan Pembunuhan

    Lampu tiba-tiba padam. Ann masih terlelap di pelukannya, tapi Mikhael langsung membuka mata. Matanya menyesuaikan diri pada kegelapan total. Ada sesuatu. Ia bisa merasakannya. Seperti bayangan yang bergerak terlalu cepat. Instingnya, yang lebih tajam dari kebanyakan tentara sekalipun, langsung aktif. Mikhael akan terbangun oleh bahaya sekecil apapun. Ia mengangkat tubuhnya perlahan, melepaskan lengannya dari pinggang ramping Ann. Kulit gadis itu masih hangat di tangannya. Mikhael mendekap udara kosong untuk sesaat, merasa kesal karena harus meninggalkan sensasi yang baru saja membuatnya dapat tertidur dengan tenang sejenak. Langkah kaki terdengar. Cepat dan ringan, bergerak mendekat. Mikhael langsung sigap. Ia meraih senjata tersembunyi di bawah tempat tidur, lalu melompat keluar dari ranjang. Mikhael langsung menyetbu ke arah jendela yang . Cahaya bulan memberi siluet redup pria yang melompat masuk. Mikhael sedikit meraba, menemukan kerah pria itu yang belum sepenuhnya m

  • Kepemilikan   Permohonan

    "Kapan terakhir kali Anda melihat cucu Anda?""Seminggu yang lalu. Pagi hari, sebelum dia berangkat ke sekolah untuk menghadiri kelulusannya."Suara wanita tua itu gemetar, seperti mencoba menahan sesuatu yang hampir pecah.Polisi muda di hadapannya, Lui, memijat pelipisnya dengan lelah. Kelelahan tergurat jelas di wajahnya. Kasus perdagangan manusia makin merajalela akhir-akhir ini, dan belum lama ini ia baru saja menggagalkan pengiriman gadis-gadis muda ke Thailand dan Kamboja."Ada telepon darinya kemarin... tapi hanya sebentar. Sekitar dua menit. Dia hanya bilang kalau dia baik-baik saja..."Lui seketika menegakkan tubuhnya, menangkap harapan kecil yang muncul."Bisakah saya meminjam ponsel anda? kami bisa melacaknya dengan panggilan terakhir."Nenek Ann mengangguk cepat, tangannya gemetar saat mengeluarkan ponsel tua dari tas kecilnya. Lui menerima ponsel itu dengan hati-hati. Dia membuka log panggilan terakhir, menyalin nomor yang tertera, lalu menghubungi tim IT melalui radio

  • Kepemilikan   Neraka yang Sebenarnya

    Mikhael menarik Ann ke sebuah tempat, bukan di arena berdarah, tetapi di bagian lain yang penuh dengan suasana erotis dan sensual.Alkohol, asap rokok, dan wanita seksi, semua berhamburan di tempat ini. "Aku tidak ingin disini, ayo kita kembali, aku berjanji padamu.." kata Ann terisak. dia mencoba melepaskan genggaman tangan Mikhael yang menariknya erat. Tapi usahanya sia-sia. Tekanan itu malah semakin erat layaknya borgol."Lihat, lihat apa yang terjadi kepada gadis-gadis yang tidak memiliki dukungan disini," Suara Mikahel tajam. Tangannya memaksa wajah Ann untuk melihat ke arah panggung yang tak jauh dari mereka.Dari sudutnya, mereka dapat melihat jelas apa yang sedang terjadi.Gadis-gadis di atas panggung diberi nomor, bukan nama.Tanpa bersuara, mereka berjalan beriringan mengelilingi panggung cermin di bar dansa ruang bawah tanah; lengan terlipat di sekitar perut telanjang, mata tertuju pada lantai logam yang lecet.Di belakang panggung, seorang gadis yang berusia sekitar 14 tah

  • Kepemilikan   "Sayang, kamu selalu melanggar batas yang aku tentukan."

    Ann melepas infus dari tangannya, merasakan perih singkat yang ia abaikan begitu saja. Dengan cepat ia mengikat rambutnya, menahan gemetar di lutut, lalu berdiri dan melangkah keluar bilik.Di sudut ruangan, ia melihat seorang perawat muda duduk di balik meja logam, sedang sibuk mencatat sesuatu.Ann mendekat, berdiri di sisi meja. Suaranya pelan, tapi mendesak.“Can I borrow your phone?” tanyanya, dalam bahasa Inggris. Dia tidak tahu apakah perawat itu akan mengerti. Tapi ia tak bisa berbahasa Thailand, dan tak punya alat tulis untuk sekadar menggambar simbol ponsel.Perawat itu tampak terkejut sejenak, lalu menatap wajah Ann yang sayu. Ia menimbang, lalu menjawab dengan aksen pelat: “Why?”Ann membulatkan matanya terkejut, senang saat perawat itu mengerti ucapannya.“Just a quick call. I’ll pay you,” bisik Ann dengan nada memohon. Jemarinya menggenggam tangan dingin perawat itu “Please. Just one call, I’ll pay you. I swear—it won’t take long.”Perawat itu terdiam sejenak. Ia menatap

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status