Home / Rumah Tangga / Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali / 6. Jangan Membuat Kesalahan Lagi!

Share

6. Jangan Membuat Kesalahan Lagi!

Author: Glory Bella
last update Last Updated: 2025-01-20 12:50:17

Mau tak mau Ranaya menghentikan langkahnya, dan buru-buru menoleh ke arah sumber suara. Jantungnya berdegup kencang.

Tantri muncul dengan air muka cemas. Rambutnya sedikit berantakan. Sementara itu, dua sosok lain mengekor di belakangnya.

Ranaya menggigit bibir. Ia menarik kembali langkah kakinya dari anak tangga yang sudah ia tapaki tadi, lantas memilih mendekat.

“Ma … maafkan Ranaya. Tadi pagi setelah mengantar bekal aku mendadak pergi ke rumah sakit. Ayah masuk rumah sakit lagi. Ibu juga sempat pingsan, jadi aku harus merawatnya dulu sebelum pulang.”

“Rumah sakit? Ada apa? Sakit bapakmu kumat lagi, Ran?” kejar Tantri. Setelah itu ia mendesah panjang. “Kenapa kamu nggak kasih kabar sama sekali?”

Tantri kini berjalan mendekati menantunya. Harto pun yang mengenakan sarung dan kaus lengan panjang turut menghampiri. Namun, tidak dengan Sagara yang masih bergeming di tempat sembari mengatupkan rahang.

“Benar, Ma. Sakit jantung bapak kumat sampai tadi sesak napas. Maaf, aku nggak sempat mengabari Papa dan Mama, baterai hpku habis.” Ranaya sedikit terisak. Ia menunduk, merasa bersalah atas kekacauan yang ia sebabkan malam ini.

Ranaya teringat kejadian di rumah sakit tadi di mana ia masih syok dengan kenyataan bahwa ginjal Sugik hanya tinggal satu. Namun, saat ia ingin mendesak ayahnya itu, ibunya melarang karena takut hal tersebut justru mengganggu kesehatan Sugik.

Tantri kemudian berhambur dan memeluk Ranaya erat. “Syukurlah kamu sekarang sudah pulang, Ranaya. Kami semua khawatir setengah mati.”

Harto yang berdiri tak jauh darinya tampak turut menghela napas panjang saat memandangi keduanya.

“Lain kali kabari kami, meskipun hanya satu pesan singkat. Kami nggak tahu apa yang terjadi,” tuturnya pelan.

Namun, sementara itu, tatapan mata Sagara dingin. Bahkan seakan menusuk seperti belati. Ia tak berkata apa-apa, hanya memandangi Ranaya dengan sorot tajam yang membuat gadis itu merinding.

“Ranaya, kamu istirahatlah dulu. Besok pagi ceritakan semuanya,” ujar Tantri lembut. “Dan, soal ayahmu, kami ikut prihatin. Besok kami akan menjenguk beliau.”

Tantri sempat melempar pandang ke arah Harto. Pria itu tentu saja langsung mengangguk setuju.

“Terima kasih, Ma. Maaf sekali lagi,” ungkap Ranaya dengan suara lirih.

Tantri dan Harto kemudian kembali ke kamar mereka, meninggalkan Ranaya di ruang tengah. Tetapi Sagara tetap di tempatnya. Ia melangkah mendekat begitu kedua orangtuanya pergi.

Dengan gerakan tak terduga, Sagara menarik tangan Ranaya.

“Sini ikut dulu!”

Ranaya mau tak mau mengikuti ke mana arah langkah pria tersebut menyeretnya. Setelah tiba di lorong lantai dua dekat kamarnya, Sagara mendorong Ranaya.

“Kamu tahu nggak apa yang sudah kamu lakukan?!” suaranya datar, hampir berbisik. Tapi penuh dengan nada ancaman.

Ranaya mendongak dengan mata sembap. “Maaf, Mas. Aku juga belum sempat mengabari kamu.”

“Lain kali kamu harus selalu laporan! Orangtuaku marah besar! Mereka pikir aku nggak bisa jagain kamu,” gertak Sagara dengan nada tajam.

“Awas kalau kamu melakukan kesalahan kayak gini lagi!”

Ranaya terdiam. Ia ingin menjelaskan, tapi Sagara tak memberinya kesempatan.

“Kalau kamu terus begini, aku nggak akan ragu ngajak kamu pindah rumah. Kita tinggal berdua saja. Dan kamu tahu apa artinya, kan?” Sagara mendekatkan wajahnya, matanya menatap langsung ke mata Ranaya yang mulai berkaca-kaca.

“Tapi, Mas. Mama kan sudah bilang kalau─” Ranaya mencoba mengingatkan, tapi suaminya mengangkat tangan. Menyuruhnya untuk cepat diam.

“Dengar, aku nggak peduli alasan kamu. Aku cuma nggak mau orangtuaku bersikap berlebihan karena ulahmu. Jadi, kamu menurut saja. Jangan bikin masalah lagi!” tegas Sagara sebelum akhirnya berlalu menuju kamar.

Ranaya tertegun di tempatnya, tubuhnya gemetar. Matanya menatap lantai yang kini terasa begitu dingin.

Ranaya lalu menyusul Sagara di kamar. Di saat yang bersamaan, ponsel Sagara berdengung panjang.

Sagara lekas menerima panggilan video call tersebut, lantas mengulum senyum hingga tampak dua lesung pipit manisnya tatkala seorang wajah wanita cantik muncul di layar. Ranaya menahan napas, senyum itu tak pernah ia dapatkan dari suaminya. Atau bahkan tak akan pernah ia dapatkan.

“Sayang, istrimu ada nggak? Aku nggak ganggu kalian, kan?” Begitu suara mendayu manja yang sempat Ranaya dengar.

Tanpa memastikannya, ia tahu siapa pemilik suara itu.

Walau sempat ragu, akhirnya Ranaya memilih untuk perlahan melepas kacamata dan merebahkan diri di sisi Sagara tanpa menghasilkan suara. Ia memunggungi suaminya dengan dada berdenyut-denyut. Apalagi kini air matanya mulai meleleh lagi.

Sagara sempat melirik punggung Ranaya sebelum menjawab.

“Nggak, kok. Dia lagi nggak ada. Kamu tenang saja.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   110. Penuh “R” (TAMAT)

    "Papa!”“Papa ....”“Depa bisa manggil Papa benelan, kan?”Ini adalah pertanyaan Radeva kesekian kalinya yang ia ucapkan setelah mengetahui bahwa Sagara adalah ayah kandungnya. Bahkan selama perjalanan dari Indonesia hingga negeri sakura. Sampai-sampai mereka sempat memergoki jika dalam tidur pun Radeva sering menggumamkan kata "Papa" di alam bawah sadarnya.Sagara yang tengah menggendong Radeva mengulum senyum, apalagi anak mungil itu masih menatapnya dengan mata bulat nan berbinar.Sagara mengangguk sambil mempererat pelukannya. “Bisa dong, Sayang. Kamu adalah anak Papa. Benar-benar anak Papa,” ucapnya lembut, diselingi cubitan gemas di pipi anaknya.Di sebelah mereka, Ranaya menghela napas. Suara itu—panggilan “Papa”—seolah mengguncang hatinya juga, mengaduk-aduk emosi yang selama ini ia kunci rapat. Sebagian dirinya masih tak percaya kalau momen ini nyata. Kalau mereka, akhirnya, berdiri di sini sebagai sebuah keluarga.Berikutnya pupil Ranaya membesar sewaktu matanya tertuju kepa

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   109. Ayah Om Papa!

    Ranaya menggenggam ponsel Rio lebih erat. Matanya berair. Dalam diamnya, ia sadar Sagara tidak benar-benar tinggal diam. Pria itu diam-diam bekerja di balik layar untuk membantunya.Sagara bahkan tak pernah bilang bahwa ia akan melakukan ini, pikirnya.Untuk pertama kalinya, ia merasa ada sesuatu yang hangat mengalir dalam dadanya. Perasaan campur aduk antara sakit hati, penyesalan, dan harapan. Ia memandangi layar televisi itu lama sekali, seolah tak ingin kehilangan sosok Sagara yang selama ini ia anggap sebagai pria dingin tanpa empati.Kini Ranaya tahu. Kadang cinta tidak selalu hadir dalam bentuk pelukan atau kata-kata manis. Bisa jadi wujud cinta itu adalah perjuangan dalam diam.Dan mungkin ... Sagara mencintainya lebih dari yang ia sangka."Saya tidak bisa tinggal diam melihat perusahaan kami diinjak-injak.” Suara tegas Sagara kembali membelai telinga Ranaya dan membuyarkan lamunannya. Pria itu masih berjuang dalam wawancara live yang disiarkan oleh banyak stasiun berita."Ber

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   108. Tersingkap

    Rio menutup laptopnya dan memandang Ranaya dengan sorot mata penuh percaya diri. "Bagaimana planningku tadi? Bisa kamu terima, kan?" tanyanya. Suaranya tenang tapi mengandung tekanan di dalamnya. Ranaya tidak langsung menjawab. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, lalu mengusap pelan dagunya yang tegang. Ia mencoba merangkum semua pemetaan strategi yang barusan dipaparkan Rio. Langkah demi langkah untuk memulihkan kepercayaan customer Flare & Co terdengar logis, bahkan cukup menjanjikan. Harus ia akui, temannya ini sangat jenius. Trik-trik yang dijabarkan secara detail bisa membuatnya terpukau. "Tapi ... cara itu tadi nggak bakal memengaruhi customer tempatmu bekerja, kan? Gold Mulia? Mana mungkin kamu bunuh diri dengan memihak perusahaanku?" Ranaya mengerutkan kening, menatap Rio penuh keraguan. Rio hanya mengangkat bahu sambil tersenyum santai. "Enggak kok, tenang. Kan Gold Mulia punya teknik sendiri nanti. Lagipula, aku juga nggak akan sepenuhnya nyebrang ke Flare & Co

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   107. Lemme Help You

    Ranaya dan Sagara langsung bergerak cepat. Dengan raut wajah panik, keduanya mendekati etalase yang kini menjadi sorotan orang banyak.“Sebentar, tenang dulu,” ucap Sagara kepada semua orang saat di dekat perempuan yang berteriak tadi. “Maaf, bolehkah saya memeriksa cincin itu?”Tangan kanan Sagara terulur sopan kepada aktris yang cukup ternama tersebut. Perempuan yang diajak bicara secara spontan melepas cincin yang tersemat di salah satu jarinya, lantas menyerahkan kepada Sagara dengan ekspresi kecewa.Sagara mengamati cincin itu dengan teliti. Mata tajamnya yang bagai elang memeriksa hingga detail. Dari setiap lekuk, permata, bahkan berlian memang menyerupai desain mereka.Tetapi … tunggu dulu. Perlahan keningnya menimbulkan kerutan. Ada yang aneh di sini.“Ini sepertinya bukan berlian kita, Ran,” gumamnya pelan dengan rahang mengeras. “Coba lihat dulu.”Tangan Sagara menyodorkan benda berkilau tersebut kepada Ranaya yang sudah pucat pasi. Kini cincin yang dimaksud sudah beralih di

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   106. Kalau Hari Itu Ada

    "Belcelai? Kayak yang dilakukan Mama dan Om Papa, dong?"Ucapan Radeva yang polos menggema di udara seperti petir di siang bolong. Sepanjang koridor apartemen itu seketika hening.Ranaya, Sagara, dan Tantri sama-sama tercekat. Tatapan mereka membeku, lantas saling bertaut satu sama lain, seperti mengandung beragam rasa yang tak mampu diutarakan masing-masing.Sagara tampak menahan napas. Ranaya kaku. Sementara itu, Tantri susah payah menelan salivanya."Eh, kita masuk aja yuk!" ajak Tantri tiba-tiba, berusaha memecah suasana yang mendadak tegang. Tangannya langsung menggamit lengan Ranaya dan Radeva sekaligus, kemudian menarik mereka ke dalam apartemen.“Nggak enak dilihatin tetangga kalau ngobrol di lorong kayak gini,” kilahnya sedikit memaksakan tawa yang tersembur samar.Mau tak mau, Ranaya dan Radeva mengikuti langkahnya. Sagara menyusul pelan dari belakang. Jujur, pikirannya masih terpaku pada celetukan anak itu tadi. Ia tak menyangka jika Radeva masih mengingat kata “bercerai” y

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   105. Mengganti Masa Emas

    [Subject: Hasil Pemeriksaan DNA antara Sdr. Sagara Wiratama dan An. Radeva Elvano AtmajaKepada Yth.Bapak Sagara Wiratamadi TempatDengan hormat,Bersama email ini, kami sampaikan hasil resmi pemeriksaan DNA yang telah dilakukan oleh Laboratorium Genetika Klinik GenLab Diagnostics terhadap sampel biologis Bapak Sagara Wiratama dan anak atas nama Radeva Elvano Atmaja.Berdasarkan analisis 24 lokus genetik yang diperiksa, diperoleh hasil kecocokan biologis 99,9999%, yang secara ilmiah menyimpulkan bahwa Sdr. Sagara Wiratama adalah ayah biologis dari An. Radeva Elvano Atmaja.Laporan lengkap dan sertifikat hasil pemeriksaan terlampir dalam bentuk PDF untuk dapat Bapak telaah lebih lanjut.Apabila Bapak membutuhkan informasi tambahan atau klarifikasi lebih lanjut terkait hasil ini, silakan menghubungi kami melalui kontak yang tersedia.Demikian kami sampaikan. Terima kasih atas kepercayaan Bapak terhadap layanan kami.Hormat kami,Dr. Antonius Setiawan, Sp.AndKepala LaboratoriumGenLab

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status