Karyo tersenyum puas, bangkit sejenak untuk mengambil sebotol minyak kelapa dari laci meja samping tempat tidur—persiapan yang selalu tersedia meski jarang digunakan. Dengan teliti, dia mulai mempersiapkan Ratih, memberinya waktu untuk rileks dan menyesuaikan diri. Kemudian dengan sangat perlahan, dia mulai memasuki area tersebut.
"Aduh... Mas... alon-alon..." (Aduh... Mas... pelan-pelan...) ringis Ratih, mencengkeram seprai di bawahnya. Karyo mengangguk, berhenti bergerak dan memberi istrinya waktu untuk beradaptasi.
"Wis suwe yo, Dik? Awakmu isih sesek banget." (Sudah lama ya, Dik? Tubuhmu masih sangat ketat.) bisik Karyo, perlahan melanjutkan penetrasi saat merasakan Ratih mulai rileks.
Dengan kesabaran luar biasa, Karyo akhirnya berhasil memasuki Ratih sepenuhnya. Dia mulai bergerak dengan sangat perlahan, memperhatikan setiap reaksi istrinya. Perlahan tapi pasti, ringisan Ratih berubah menjadi desahan pelan, tubuh
Setelah beberapa menit dalam posisi anal, Karyo memutuskan untuk beralih. "Ayo balik nang ngarep maneh, Dik. Ben luwih penak kanggo sliramu." (Ayo kembali ke depan lagi, Dik. Biar lebih enak untukmu) ucapnya perhatian. Tanpa menunggu jawaban, Karyo membantu Ratih membalikkan tubuhnya dan kembali memasuki kewanitaannya yang sudah sangat basah."Ohhh... Mas... kok sik keras banget..." (Ohhh... Mas... kok masih keras sekali...) desah Ratih, kaget dengan stamina suaminya yang luar biasa. Karyo tersenyum bangga, pinggulnya bergerak dalam tempo yang semakin cepat."Wis enem sasi ora ngrasakke bojoku, Dik. Sak'sake durung marem." (Sudah enam bulan tidak merasakan istriku, Dik. Sepuasnya belum puas) jawab Karyo, tangannya meremas payudara Ratih yang bergoyang mengikuti gerakan tubuh mereka.Gerakan Karyo semakin liar dan tidak terkendali. Napasnya semakin berat, tangannya mencengkeram pinggang Ratih dengan kuat. "Dik... aku... arep
Untuk sesaat, pikiran Karyo melayang jauh saat pinggulnya terus bergerak menekan tubuh Ratih dari belakang. Keringat menetes dari dahinya, membasahi punggung Ratih yang berkilau cokelat di bawah cahaya temaram. Tiba-tiba bayangan Maya muncul di benaknya—berdiri di samping ranjang, mengamati mereka dengan senyum samar di bibirnya.Piye rasane yen Maya ana nang kamar iki saiki? (Bagaimana rasanya jika Maya ada di kamar ini sekarang?) pikir Karyo, napasnya semakin berat. Tubuhnya bergerak semakin cepat menghujam Ratih, membuat istrinya mengerang lebih keras. Dalam khayalannya, Maya perlahan naik ke ranjang, mengenakan lingerie merah muda tipis yang pernah dipakainya di hotel.Aku bisa nyium lambene Maya sing alus kae, ngecupi raine sing ayu, ndemek susune sing kenceng... (Aku bisa mencium bibirnya Maya yang halus itu, mengecupi wajahnya yang cantik, memegang payudaranya yang kencang...) Karyo menggeram pelan, tanga
Karyo tersenyum puas, bangkit sejenak untuk mengambil sebotol minyak kelapa dari laci meja samping tempat tidur—persiapan yang selalu tersedia meski jarang digunakan. Dengan teliti, dia mulai mempersiapkan Ratih, memberinya waktu untuk rileks dan menyesuaikan diri. Kemudian dengan sangat perlahan, dia mulai memasuki area tersebut."Aduh... Mas... alon-alon..." (Aduh... Mas... pelan-pelan...) ringis Ratih, mencengkeram seprai di bawahnya. Karyo mengangguk, berhenti bergerak dan memberi istrinya waktu untuk beradaptasi."Wis suwe yo, Dik? Awakmu isih sesek banget." (Sudah lama ya, Dik? Tubuhmu masih sangat ketat.) bisik Karyo, perlahan melanjutkan penetrasi saat merasakan Ratih mulai rileks.Dengan kesabaran luar biasa, Karyo akhirnya berhasil memasuki Ratih sepenuhnya. Dia mulai bergerak dengan sangat perlahan, memperhatikan setiap reaksi istrinya. Perlahan tapi pasti, ringisan Ratih berubah menjadi desahan pelan, tubuh
Karyo merasa bola kembarnya mulai menegang. Desahan kasar keluar dari mulutnya saat Ratih mengubah tekniknya, mengisap kuat lalu melonggarkan, menciptakan sensasi vakum yang hampir membuat Karyo gila.Dheweke ngerti persis kapan kudu ngisep banter, kapan kudu dolanan nggawe ilat. (Dia tahu persis kapan harus menghisap kuat, kapan harus bermain dengan lidah) Karyo menggeram, pinggulnya bergerak naik tanpa sadar, menyodok mulut Ratih dengan kasar. Kapan kudu nyerot karo ngemut. (Kapan harus menghisap dan mengulum.)Ratih mendesah dengan kontol Karyo masih di mulutnya, getaran suaranya mengirim sensasi nikmat ke seluruh tubuh Karyo. Matanya yang berair menatap wajah Karyo, tampak menikmati dominasi suaminya.Isohe nggawe aku crooot nang jero cangkeme mung limang menit. (Bisa membuatku keluar di dalam mulutnya hanya lima menit.) Karyo mencengkeram seprai di bawahnya dengan satu tangan, tangan lainnya m
Karyo memperlambat gerakannya, menikmati ekspresi wajah Ratih yang memerah. Meski Maya telah belajar banyak selama seminggu bersamanya, tetap ada batasan yang tidak bisa dilewati. Maya adalah majikannya, wanita terpelajar dengan sikap yang selalu terjaga.Aku mung duwe wektu seminggu kanggo nglatihe. (Aku hanya punya waktu seminggu untuk melatihnya) pikir Karyo, tangannya menelusuri sisi tubuh Ratih dari pinggul hingga ke samping payudaranya. Ratih menggeliat merasakan sentuhan itu, jari-jari kakinya menekuk karena sensasi yang dia rasakan.Ngajari cara nganggo lambe lan ilate kanggo nggawe wong lanang seneng. (Mengajari cara menggunakan bibir dan lidahnya untuk membuat laki-laki senang) lanjut pikiran Karyo. Dia menunduk, mencium bibir Ratih dengan lapar, lidahnya menerobos masuk, meniru gerakan tubuhnya di bawah.Ratih membalas ciumannya dengan sama laparnya, tangannya mencengkeram rambut Karyo. Setelah m
Malam semakin larut ketika tubuh mereka masih bergulat dalam tarian purba yang tak kenal lelah. Satu jam sudah berlalu sejak mereka memulai, namun Karyo belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Peluh membasahi tubuh keduanya, mengilap tertimpa cahaya temaram lampu kamar yang kekuningan. Derit ranjang kayu menjadi musik pengiring gerakan tubuh mereka yang semakin lama semakin cepat. Ratih mendesah keras ketika Karyo mengubah posisi untuk kesekian kalinya, mengangkat kakinya hingga bertumpu di bahu suaminya."Ahhhh... Mas... penak tenan..." (Ahhhh... Mas... enak sekali...) Ratih mengerang, kepalanya terlempar ke belakang, matanya terpejam erat merasakan penetrasi yang lebih dalam dari posisi baru ini. Tubuhnya yang telanjang berkilau oleh keringat, payudaranya yang besar bergoyang mengikuti irama hujaman Karyo. Karyo tersenyum puas melihat istrinya begitu menikmati permainan mereka, wajahnya yang biasanya tenang kini memerah dan dipenuhi ekspre