"Em tapi kayanya gak perlu deh Kay," tolak Adrian, "Hutang saya banyak banget."
"Terus kamu mau gimana cara bayar sama mereka? Mau pinjam ke rentenir lain?" tanya Kayla menohok.
"Saya juga lagi pikirin, mungkin ke bank?"
"Bukan pilihan bagus juga, mending minta bantuan ke saya aja."
Adrian memperhatikan perempuan di sebelahnya ini dalam. Dari penampilan dan kendaraannya saja, sudah bisa menebak jika Kayla itu orang berada. Tetapi kan mereka orang asing, kenapa tiba-tiba mau membantunya membayar hutang?
"Tadi kamu bilang ada syaratnya, apa susah?"
"Lumayan, tapi sepertinya hanya saya yang bisa bantu kamu bayar hutang sebanyak itu. "
"Apa syaratnya?"
Bukannya menjawab, Kayla malah mengeluarkan kartu namanya lalu memberikan pada Adrian, "Itu kartu nama saya, nanti kalau kamu setuju bisa hubungi saya. "
"Apa tidak bisa sekarang saja?"
"Saya buru-buru, lagian kamu juga tadi katanya mau pergi, kan?"
Benar juga sih, mengobrol di mobil juga kurang nyaman. Adrian juga harus memikirkan lagi matang-matang, apa menerima bantuan Kayla atau tidak. Masalahnya hutangnya itu sangat banyak, merasa khawatir sulit melunasi nya.
"Kamu mau saya antar pulang? Dimana rumah kamu?" tanya Kayla.
"Enggak usah, saya turun di sini aja," tolak Adrian, "Sekali lagi makasih ya."
"Sama-sama."
Setelah pria itu turun, Kayla langsung menghela nafasnya lirih. Apakah keputusannya tepat memilih laki-laki itu? Padahal mereka baru bertemu, tapi Kayla anehnya merasa langsung yakin saja untuk memilihnya.
"Tapi belum tentu juga Adrian terima tawaran aku," gumam Kayla.
Cukup lama terdiam di sana, akhirnya Kayla melanjutkan perjalanannya ke rumah Ibunya. Semoga saja dengan bertemu Ibunya itu bisa membuatnya melupakan sejenak masalahnya ini.
Ceklek!
"Bu, aku datang," ucapnya memasuki rumah.
Mendengar suara batuk dari salah satu ruangan, membuat Kayla langsung berjalan menghampiri. Terlihat seorang wanita paruh baya duduk di sofanya, dekat dengan jendela. Kayla lalu mendekatinya.
"Ibu," panggilnya.
"Loh Kayla? Kok gak bilang mau kesini?"
"Hihi iya, aku kangen sama Ibu."
"Ibu juga kangen."
Mereka seperti lama tidak bertemu saja, padahal hampir setiap pekan pun Kayla selalu menyempatkan waktu untuk mengunjungi Ibunya ini. Kayla lalu duduk di depannya, sambil mengeluarkan beberapa belanjaan.
"Kamu beli apa?" tanya Ibunya.
"Buah-buahan kesukaan Ibu."
"Banyak banget, ini buat Ibu seorang?"
"Iya."
"Terlalu banyak, nanti kamu bawa sebagian ke apartemen kamu."
"Enggak usah, buat stok di sini aja."
"Ya sudah," desah Ibunya pasrah. Merasa percuma juga menolak, toh Kayla selalu teguh pendirian.
Sambil memotongi buah-buahan itu, Kayla sesekali melirik Ibunya. Wajah itu walaupun tidak terlihat segar, tapi masih cantik. Kayla pun merasa tubuh Ibunya itu semakin kurus, membuatnya khawatir.
"Ibu jaga kesehatan ya, pokoknya jangan bekerja yang lelah," nasihat Kayla.
"Iya, Ibu kan setiap hari juga di rumah."
"Tapi Ibu jangan bersih-bersih atau masak, kan ada bi Iis yang kerjain. "
Ibunya tersenyum tipis mendapatkan perhatian dari putri semata wayangnya itu. Walaupun sikap Kayla terkesan berlebihan, tapi Ia tahu anaknya itu hanya khawatir dan takut dirinya kenapa-napa.
"Bu, ada yang mau aku bicarain."
"Hm ada apa? Cerita saja, apa tentang pekerjaan?"
"Bukan," geleng Kayla, "Tapi tentang hubungan asmara."
"Kamu sudah punya pacar ya? Kapan kenalin ke Ibu?"
Kayla tersenyum tipis, "Bu, aku kan sudah dua puluh lima tahun. Ibu kenapa gak pernah nyuruh aku untuk cepat-cepat menikah?"
"Itu pilihan kamu, Ibu tidak mau mengekang yang nanti membuat kamu tertekan. Lagi pula, kamu itu perempuan pintar, bisa menentukan yang terbaik untuk kamu."
Ternyata Ibunya itu sangat mempercayainya, membuat Kayla jadi merasa bersalah begitu saja. Kayla pun jadi sedikit gugup untuk melanjutkan perkataannya, khawatir terlalu memberikan ekspetasi lebih.
"Bu, gimana kalau dalam waktu dekat ini aku menikah?"
Terlihat kedua mata Ibunya terbelak, "Ya ampun, kamu beneran Kayla?"
"I-iya Bu."
"Tentu saja Ibu senang, akhirnya kamu menemukan pasangan hidup juga." Ibunya mengusap sekilas air matanya, "Kenapa tiba-tiba begini? Apa kamu sudah yakin?"
Kayla memainkan jari tangannya sedang merasa gugup. Apa harus Ia lanjutkan ceritanya? Tetapi kan Kayla juga belum yakin, toh orang yang tadi siang ditemuinya pun belum berbicara lagi dengannya. Bagaimana kalau setelah Adrian tahu syaratnya, pria itu menolak?
"Kamu harus kenalkan dulu dia pada Ibu, Ibu mau ketemu dia."
"Iya Bu, pasti kok."
"Bagaimana dia? Siapa namanya?"
"Nanti saja deh Ibu kenalan langsung ya, biar lebih jelas."
"Ya sudah, tapi kenalkan dengan cepat ya. Ibu harus tahu bagaimana calon suami kamu itu, untuk putri Ibu ini."
"Iya."
Melihat senyuman di bibir Ibunya, malah membuat Kayla merasa terbebani. Pasti wanita itu sangat senang mendengar Ia akan menikah, tapi tidak tahu saja alasan di baliknya Ia pun melakukan ini. Jika sampai tahu, Kayla pasti akan mengecewakan Ibunya.
"Ibu harap calon suami kamu itu mencintai kamu dan menyayangi kamu dengan tulus. Ibu akan tenang jika kamu mendapatkan pasangan yang baik, jadi Ibu jika nanti sudah tidak ada tidak akan risau."
"Ih Ibu bicara apa sih? Ibu gak akan ke mana-mana. Pokoknya nanti Ibu harus lihat aku menikah, lalu punya anak juga. Ibu kan suka anak-anak."
"Iya, semoga Ibu ada umur untuk merasakan itu." Setiap orang tua, pasti ingin merasakan merawat dan bermain dengan cucunya.
Kayla lalu menggenggam tangan Ibunya itu, sesekali mengusap kan ke pipinya. Ibunya ini memang sakit ginjal dan hampir setiap bulan pun harus melakukan cuci darah. Sampai saat ini, belum mendapatkan donor yang cocok.
Tok tok!
Ketukan pintu kamar, membuat perhatian mereka teralih. Terlihat bi Iis yang memberitahu jika makan malam sudah siap. Kayla lalu menuntun Ibunya itu keluar kamar menuju dapur.
"Kamu mau menginap?" tanya Ibunya.
"Kayanya enggak Bu, besok kan harus masuk kerja lagi."
"Iya juga, terus kapan dong?"
"Nanti ya kalau hari libur."
"Terus kemarin malam kenapa gak nginep?"
Kayla terdiam merasa berat menjawabnya, tentu Ia ada alasan tapi tidak bisa mengungkapkannya pada Ibunya ini. Kayla dengan terpaksa berbohong dan Ibunya pun percaya saja. Perasaan bersalah pun lagi-lagi hinggap di dadanya.
"Nanti kalau kesini lagi, datang dengan pacar kamu itu ya," ucap Ibunya. Terlihat sekali ketidaksabaran di wajah wanita paruh baya itu.
"Iya Bu, tapi Ibu selalu jaga kesehatan juga ya. Jangan sakit, biar nanti pacar aku pun gak khawatir pas ketemu Ibu."
"Iya, Ibu akan jaga kesehatan. Kamu juga, jangan terlalu lelah bekerja."
"Iya."
Setelah makan malam, Kayla memutuskan langsung pulang ke apartemennya. Ia sebenarnya masih betah di rumah Ibunya itu, tapi takut semakin larut pulangnya.
Satu minggu kemudian.. Acara pernikahan Kayla dan Adrian diadakan di sebuah ballroom sebuah hotel berbintang. Acara akad di pagi hari dan malamnya pesta bersama para tamu. Cukup banyak tamu yang hadir, dan kebanyakannya adalah klien kerja Adrian. "Selamat ya Pak Adrian, kami ikut senang anda menemukan jodohnya. Kalian tampak serasi sekali.""Ah iya, terima kasih juga sudah hadir kesini. Katanya anda sampai pulang dari luar negeri ya?""Iya, saya tentu harus hadir di acara penting anda ini.""Terima kasih, saya merasa sangat spesial."Untuk beberapa saat mereka bisa bernafas lega karena tamu berhenti datang. Adrian menoleh menatap Kayla yang duduk di sebelahnya, perempuan itu sedang minum sebotol air mineral dengan rakus. Melihat ada sedikit air di sudut bibirnya, membuatnya menghapusnya. "Capek ya?" tanya Adrian. "Iya, tapi seru.""Maaf aku undang banyak tamu.""Gak papa, kamu dan teman kerja kamu kan harus menjalin hubungan baik. Lagian pesta pernikahan ini cuma sekali, gak akan
"Kami berangkat dulu Kek," pamit Adrian. "Iya, hati-hati di jalan. Adrian, sering-sering lah ajak Kayla kesini.""Pasti."Sebenarnya mereka betah sekali di rumah itu, menghabiskan waktu dengan banyak kegiatan menyenangkan. Tetapi rencananya kan hari ini juga Adrian ingin berkunjung ke rumah Hana, membicarakan tentang hubungannya yang ingin serius dengan Kayla. "Kita beli sesuatu dulu ya buat Ibu," ucap Adrian. "Enggak usah lah.""Jangan dong, aku gak enak. Kalau misal dibeliin kue, Ibu suka gak?""Suka kok.""Ya sudah, kamu ya yang pilihin kue-kuenya, aku gak terlalu tahu.""Iya."Setelah membeli banyak macam kue untuk calon mertuanya itu, mereka melanjutkan perjalanan. Adrian gugup sekali, merasa khawatir saja dengan reaksi Hana nanti saat bertemu dengannya lagi. Semoga saja baik. "Assalamu'alaikum Bu," ucap Kayla memanggil dengan suara keras. Beberapa saat kemudian, pintu pun terbuka dari dalam. Hana terlihat terkejut melihat pria yang berdiri di sebelah putrinya, sampai membua
Saat Kayla membuka matanya, indra penciuman nya langsung dimanjakan oleh wangi masakan enak. Perempuan itu beranjak duduk lalu melirik ke bawah, Adrian sudah tidak ada dan kasur lantainya pun dirapihkan. Kayla lalu turun dan langsung mengeceknya ke dapur. "Sedang apa?"Adrian menoleh, "Hei, sudah bangun?""Iya, aku bangun kesiangan.""Aku sedang buat nasi goreng, maaf ya pakai dapurmu tanpa izin dulu.""Kau berlebihan, anggap saja rumah sendiri.""Hehe terima kasih."Tadinya Kayla akan mandi dulu, tapi melihat Adrian yang sudah selesai masak dan memindahkan ke piring membuatnya memilih sarapan lebih dahulu. Mereka duduk bersebelahan di sofa sambil menyantap nasi goreng dengan toping sosis dan telur mata sapi itu. "Aku kangen banget sama masakan buatan kamu, akhirnya bisa nyobain lagi," ungkap Kayla dengan senyuman lebarnya. "Gimana rasanya? Masih enak?""Masih kok, malahan lebih enak.""Ya sudah, nanti aku akan masakin kamu setiap hari."Kayla terkekeh kecil lalu menggeleng, "Engga
"Sana pulang.""Kamu ngusir aku?""Bukan ngusir, tapi kan ini bukan tempat tinggal kamu.""Iya sih, tapi aku pengen nginep di sini. Boleh gak?"Kayla langsung menggeleng, "Enggak, nanti kalau orang lain tahu ada laki-laki nginep di kontrakan aku bisa gawat.""Bilang aja kalau kita sebentar lagi juga menikah," ucap Adrian polos. "Memangnya kapan kamu mau nikahin aku? Aku gak mau di php in lagi ah.""Terserah kamu maunya kapan, besok juga bisa kok.""Jangan bercanda," dengus Kayla. Adrian hanya terkekeh kecil, mungkin bagi Kayla menganggapnya begitu, padahal Ia memang serius. Apalagi sekarang Adrian sudah menjadi seorang pengusaha yang banyak uang, tentu Ia bisa mengatur acara pernikahannya walau hanya satu malam dengan menyuruh seseorang. "Lihat di luar hujan besar, aku tidak bisa pulang," ucap Adrian sambil menunjuk ke arah jendela. "Memangnya kamu kesini naik apa?""Em motor," bohong Adrian. "Terus motornya dimana? Kok tadi aku lihat di depan gak ada.""Aku parkir di tempat lain
Hari ini menjadi hari paling berkesan bagi Kayla. Setelah pertemuannya dengan Adrian, sampai pria itu yang mengantarnya juga kembali ke kantor. Selama bekerja Kayla sampai tidak bisa fokus, bahkan terus tersenyum-senyum. "Bagaimana tadi? Semuanya lancar, kan?" tanya Gavin penasaran. "Em lancar Pak.""Jadi apa Pak Adrian itu sudah setuju akan bekerja sama dengan perusahaan kita?""Sepertinya?""Masih sepertinya ya? Padahal saya berharap sekali kamu bisa meyakinkan dia untuk bekerja sama dengan kita. Kamu tenang saja, nanti akan saya berikan bonus.""Beneran Pak?""Iya, asalkan dia sudah setuju.""Gampang kalau gitu, saya pasti bisa yakinkan beliau untuk mau kerjasama dengan perusahaan kita.""Baiklah Kayla, saya pegang ya kata-kata kamu.""Iya, Bapak tenang saja."Kayla pulang ke kontrakannya di jam biasa, kali ini dengan menaiki grabcar karena sedang gerimis. Sesampainya di tempat tinggalnya itu, Ia langsung membersihkan diri. Nanti Kayla akan membeli makan malam di restoran depan g
"Pak saya--""Tidak apa Kayla, malah ini kesempatan bagus. Mungkin kamu juga bisa membantu beliau agar semakin yakin bisa bekerja sama dengan perusahaan kita. Saya bisa percayakan semua pada kamu, kan?"Kayla mengerang di dalam hati enggan melakukan perintah itu. Masalahnya Kayla sudah bisa menebak jika yang akan dibicarakan Adrian nanti sepertinya tentang masalah pribadi, bukan tentang kerja sama ini. "Saya akan pulang lebih dulu, kamu saya izinkan.""Iya Pak.""Jangan terlalu gugup Kayla, sepertinya ini juga bukan pertemuan pertama kalian, kan?""Entahlah.""Kalau gitu saya pergi dulu, semoga lancar ya."Setelah kepergian bosnya itu, Kayla memilih meminum jusnya menghilangkan rasa tercekat di tenggorokan. Ia lalu melihat Adrian yang sudah kembali dari toilet, semakin mendekat membuat detak jantungnya semakin cepat. "Dia sudah pergi?" tanya Adrian yang baru duduk. "Sudah.""Baguslah, jadi tidak ada yang mengganggu.""Ekhem memangnya apa yang mau anda bicarakan? Tentang pekerjaan,