Share

2 Menjadi Harapan

"Em tapi kayanya gak perlu deh Kay," tolak Adrian, "Hutang saya banyak banget."

"Terus kamu mau gimana cara bayar sama mereka? Mau pinjam ke rentenir lain?" tanya Kayla menohok. 

"Saya juga lagi pikirin, mungkin ke bank?"

"Bukan pilihan bagus juga, mending minta bantuan ke saya aja."

Adrian memperhatikan perempuan di sebelahnya ini dalam. Dari penampilan dan kendaraannya saja, sudah bisa menebak jika Kayla itu orang berada. Tetapi kan mereka orang asing, kenapa tiba-tiba mau membantunya membayar hutang? 

"Tadi kamu bilang ada syaratnya, apa susah?" 

"Lumayan, tapi sepertinya hanya saya yang bisa bantu kamu bayar hutang sebanyak itu. "

"Apa syaratnya?"

Bukannya menjawab, Kayla malah mengeluarkan kartu namanya lalu memberikan pada Adrian, "Itu kartu nama saya, nanti kalau kamu setuju bisa hubungi saya. "

"Apa tidak bisa sekarang saja?"

"Saya buru-buru, lagian kamu juga tadi katanya mau pergi, kan?"

Benar juga sih, mengobrol di mobil juga kurang nyaman. Adrian juga harus memikirkan lagi matang-matang, apa menerima bantuan Kayla atau tidak. Masalahnya hutangnya itu sangat banyak, merasa khawatir sulit melunasi nya. 

"Kamu mau saya antar pulang? Dimana rumah kamu?" tanya Kayla. 

"Enggak usah, saya turun di sini aja," tolak Adrian, "Sekali lagi makasih ya."

"Sama-sama."

Setelah pria itu turun, Kayla langsung menghela nafasnya lirih. Apakah keputusannya tepat memilih laki-laki itu? Padahal mereka baru bertemu, tapi Kayla anehnya merasa langsung yakin saja untuk memilihnya. 

"Tapi belum tentu juga Adrian terima tawaran aku," gumam Kayla. 

Cukup lama terdiam di sana, akhirnya Kayla melanjutkan perjalanannya ke rumah Ibunya. Semoga saja dengan bertemu Ibunya itu bisa membuatnya melupakan sejenak masalahnya ini. 

Ceklek!

"Bu, aku datang," ucapnya memasuki rumah. 

Mendengar suara batuk dari salah satu ruangan, membuat Kayla langsung berjalan menghampiri. Terlihat seorang wanita paruh baya duduk di sofanya, dekat dengan jendela. Kayla lalu mendekatinya. 

"Ibu," panggilnya. 

"Loh Kayla? Kok gak bilang mau kesini?"

"Hihi iya, aku kangen sama Ibu."

"Ibu juga kangen."

Mereka seperti lama tidak bertemu saja, padahal hampir setiap pekan pun Kayla selalu menyempatkan waktu untuk mengunjungi Ibunya ini. Kayla lalu duduk di depannya, sambil mengeluarkan beberapa belanjaan. 

"Kamu beli apa?" tanya Ibunya. 

"Buah-buahan kesukaan Ibu."

"Banyak banget, ini buat Ibu seorang?"

"Iya."

"Terlalu banyak, nanti kamu bawa sebagian ke apartemen kamu."

"Enggak usah, buat stok di sini aja."

"Ya sudah," desah Ibunya pasrah. Merasa percuma juga menolak, toh Kayla selalu teguh pendirian. 

Sambil memotongi buah-buahan itu, Kayla sesekali melirik Ibunya. Wajah itu walaupun tidak terlihat segar, tapi masih cantik. Kayla pun merasa tubuh Ibunya itu semakin kurus, membuatnya khawatir. 

"Ibu jaga kesehatan ya, pokoknya jangan bekerja yang lelah," nasihat Kayla. 

"Iya, Ibu kan setiap hari juga di rumah."

"Tapi Ibu jangan bersih-bersih atau masak, kan ada bi Iis yang kerjain. "

Ibunya tersenyum tipis mendapatkan perhatian dari putri semata wayangnya itu. Walaupun sikap Kayla terkesan berlebihan, tapi Ia tahu anaknya itu hanya khawatir dan takut dirinya kenapa-napa. 

"Bu, ada yang mau aku bicarain."

"Hm ada apa? Cerita saja, apa tentang pekerjaan?"

"Bukan," geleng Kayla, "Tapi tentang hubungan asmara."

"Kamu sudah punya pacar ya? Kapan kenalin ke Ibu?"

Kayla tersenyum tipis, "Bu, aku kan sudah dua puluh lima tahun. Ibu kenapa gak pernah nyuruh aku untuk cepat-cepat menikah?"

"Itu pilihan kamu, Ibu tidak mau mengekang yang nanti membuat kamu tertekan. Lagi pula, kamu itu perempuan pintar, bisa menentukan yang terbaik untuk kamu."

Ternyata Ibunya itu sangat mempercayainya, membuat Kayla jadi merasa bersalah begitu saja. Kayla pun jadi sedikit gugup untuk melanjutkan perkataannya, khawatir terlalu memberikan ekspetasi lebih. 

"Bu, gimana kalau dalam waktu dekat ini aku menikah?"

Terlihat kedua mata Ibunya terbelak, "Ya ampun, kamu beneran Kayla?"

"I-iya Bu."

"Tentu saja Ibu senang, akhirnya kamu menemukan pasangan hidup juga." Ibunya mengusap sekilas air matanya, "Kenapa tiba-tiba begini? Apa kamu sudah yakin?"

Kayla memainkan jari tangannya sedang merasa gugup. Apa harus Ia lanjutkan ceritanya? Tetapi kan Kayla juga belum yakin, toh orang yang tadi siang ditemuinya pun belum berbicara lagi dengannya. Bagaimana kalau setelah Adrian tahu syaratnya, pria itu menolak? 

"Kamu harus kenalkan dulu dia pada Ibu, Ibu mau ketemu dia."

"Iya Bu, pasti kok."

"Bagaimana dia? Siapa namanya?"

"Nanti saja deh Ibu kenalan langsung ya, biar lebih jelas."

"Ya sudah, tapi kenalkan dengan cepat ya. Ibu harus tahu bagaimana calon suami kamu itu, untuk putri Ibu ini."

"Iya."

Melihat senyuman di bibir Ibunya, malah membuat Kayla merasa terbebani. Pasti wanita itu sangat senang mendengar Ia akan menikah, tapi tidak tahu saja alasan di baliknya Ia pun melakukan ini. Jika sampai tahu, Kayla pasti akan mengecewakan Ibunya. 

"Ibu harap calon suami kamu itu mencintai kamu dan menyayangi kamu dengan tulus. Ibu akan tenang jika kamu mendapatkan pasangan yang baik, jadi Ibu jika nanti sudah tidak ada tidak akan risau."

"Ih Ibu bicara apa sih? Ibu gak akan ke mana-mana. Pokoknya nanti Ibu harus lihat aku menikah, lalu punya anak juga. Ibu kan suka anak-anak."

"Iya, semoga Ibu ada umur untuk merasakan itu." Setiap orang tua, pasti ingin merasakan merawat dan bermain dengan cucunya. 

Kayla lalu menggenggam tangan Ibunya itu, sesekali mengusap kan ke pipinya. Ibunya ini memang sakit ginjal dan hampir setiap bulan pun harus melakukan cuci darah. Sampai saat ini, belum mendapatkan donor yang cocok. 

Tok tok! 

Ketukan pintu kamar, membuat perhatian mereka teralih. Terlihat bi Iis yang memberitahu jika makan malam sudah siap. Kayla lalu menuntun Ibunya itu keluar kamar menuju dapur. 

"Kamu mau menginap?" tanya Ibunya. 

"Kayanya enggak Bu, besok kan harus masuk kerja lagi."

"Iya juga, terus kapan dong?"

"Nanti ya kalau hari libur."

"Terus kemarin malam kenapa gak nginep?"

Kayla terdiam merasa berat menjawabnya, tentu Ia ada alasan tapi tidak bisa mengungkapkannya pada Ibunya ini. Kayla dengan terpaksa berbohong dan Ibunya pun percaya saja. Perasaan bersalah pun lagi-lagi hinggap di dadanya. 

"Nanti kalau kesini lagi, datang dengan pacar kamu itu ya," ucap Ibunya. Terlihat sekali ketidaksabaran di wajah wanita paruh baya itu. 

"Iya Bu, tapi Ibu selalu jaga kesehatan juga ya. Jangan sakit, biar nanti pacar aku pun gak khawatir pas ketemu Ibu."

"Iya, Ibu akan jaga kesehatan. Kamu juga, jangan terlalu lelah bekerja."

"Iya."

Setelah makan malam, Kayla memutuskan langsung pulang ke apartemennya. Ia sebenarnya masih betah di rumah Ibunya itu, tapi takut semakin larut pulangnya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status