“Lebih keras, Sayang!"
Sepasang pria dan wanita bergerak berirama, meliuk-liuk dengan tubuh yang berpeluh, bercampur dengan kuatnya aroma feromon di ruangan itu. Suara deritan ranjang mengikuti gerakan sensual keduanya, menyatu dengan desahan-desahan panjang yang menyayat hati Cora. Bagaimana tidak? Pria yang tengah bergerak berirama dengan wanita di hadapannya itu adalah calon suaminya sendiri! “E—Eric! Apa yang kamu lakukan?!” Eric dan Janet—wanita itu, seketika menoleh. Untuk sesaat mereka berdua terkejut melihat Cora. “Ah, akhirnya wanita murahan ini muncul juga!” Raut wajah Janet berubah menjadi sinis. Tubuh Cora bergetar, dan ia sulit bernafas, sehingga harus menopangnya dengan berpegangan pada kusen pintu. Cora menatap mereka dengan mata yang menggenang. Kenapa mereka tega melakukan ini padanya? Eric dan Janet menoleh. Seakan tidak memiliki perasaan, mereka menertawakannya dengan guratan wajah terpuaskan. Eric beranjak dari tubuh Janet, dan mengenakan pakaiannya dengan santai. Janet melakukan hal yang sama. Tidak tampak rasa bersalah di wajah mereka, seakan hal itu kerap kali mereka lakukan. "Teganya kamu melakukan ini, Eric?! Kamu tunanganku!" Janet tertawa. Ia menghampiri Eric dan memeluk pria itu dengan mesra. “Cora… kamu tidak sungguh-sungguh berpikir Eric akan menikahimu kan?” Apa maksudnya? Cora menatap nanar kedua orang dihadapannya. Meskipun hati Cora hancur berkeping-keping, ia tidak beranjak dari tempatnya berdiri. Ia ingin tahu kenapa Eric melakukan itu padanya. “Eric?” Cora menunggu penjelasan tunangannya itu. Eric berhenti tertawa dan justru mencemoohnya, “Kamu itu naif, atau bodoh? Bukankah sudah jelas?” “Cora, aku tidak pernah mencintaimu, selama ini aku hanya berpura-pura saja.” Berpura-pura? Apakah pertunangan mereka tidak ada artinya? Lalu bagaimana dengan semua rencana pernikahan yang sudah mereka bicarakan? Apakah semua itu omong kosong? Tangannya yang dingin semakin erat memegang kusen, seakan ia akan terjatuh jika melepaskannya. “Kenapa? Kenapa kamu harus berpura-pura?” tanyanya dengan suara bergetar. “Kenapa?” Eric mengulang pertanyaan Cora. “Karena…aku tidak membutuhkanmu lagi…” ucap Eric sambil tertawa, diikuti oleh Janet di sampingnya. Tidak membutuhkan lagi? Apa maksudnya? Cora tidak mengerti apa yang Eric katakan. Janet menepuk bahu Eric. “Katakan saja padanya, Sayang. Tidak ada yang perlu kita tutupi lagi. Toh dia sudah tahu hubungan kita, dan—aku pun sudah mendapatkan hak paten-nya…” “Hak paten?” Seakan menyadari sesuatu, Cora menatap Eric dengan jantung berdebar kencang. Ia merasa ada sesuatu yang lain dibalik perselingkuhan mereka. Eric tersenyum miring. Ia berjalan menuju meja nakas dan mengambil selembar kertas dari sana. “Lihatlah…” Disodorkannya kertas itu kepada Cora Cora meraih kertas itu dan melihat sebuah sertifikat hak paten atas satu set perhiasan. Janet? Bagaimana mungkin mereka mengklaim perhiasan yang ia ciptakan dengan susah payah adalah milik Janet? “Aku hanya menginginkan hak paten Adorable Glam, dan sekarang, Adorable Glam adalah milik—Janet…” Tanpa malu, Eric mencium Janet dengan mesra. “Kurang ajar! Kalian berdua bersekongkol mencuri karyaku! Aku akan menuntut kalian!” seru Cora dengan tatapan tajam pada kedua orang di hadapannya. Ia begitu geram pada mereka berdua. “Tuntut? Bagaimana kamu akan menuntut kami?” Eric tertawa mencemooh. “Kalian tidak akan lolos begitu saja. Adorable Glam milikku, aku yang membuatnya! Aku punya semua bukti!” seru Cora dengan suara lantang. Namun selantang apa pun, ia tidak bisa menutupi getaran perasaan yang bercampur aduk di hatinya. Hancur, kecewa dan tersakiti melebur jadi satu oleh pengkhianatan mereka! Eric dan Janet saling bertukar pandang sebelum keduanya kembali tertawa. “Maksudmu… ini?” Eric meraih laptop berwarna merah yang ada di atas meja dan seketika itu juga Cora membelalakkan matanya. Ia mengenali laptop itu. Laptop itu adalah miliknya! Di sanalah semua kerja keras dan hasil karya miliknya berada! “Bukti?” Dengan mengangkat dagunya, Eric menantang Cora, lalu ia mengangkat laptop itu. “Sekarang—tidak lagi…” Eric menghantam laptop itu berkali-kali hingga pecahan komponen gawai itu berserakan, sebelum dengan bengis, menginjaknya! Melihat keadaan laptop yang menggenaskan, Janet tertawa senang. Cora yang sedari tadi mematung, merangkak untuk meraih laptopnya. Dengan tangan gemetar, ia memeluknya. “Eric… kamu…” seru Cora dengan airmata bercucuran. Ia tidak menyangka Eric begitu tega melakukan hal seperti itu. “Nenek Anjani benar. Tidak seharusnya aku mempercayaimu…” Sambil berusaha bangkit berdiri, Cora menatap Eric dengan tajam seraya mengacungkan telunjuknya. “Apa katamu?” sergah Eric dengan tatapan tajam. “Kamu dan nenek tua itu sama saja. Bodoh dan menyusahkan!” “Tunggu!” seru Janet tiba-tiba. Ia dengan cepat mendekat, lalu meraih tangan Cora dengan kasar. “Sayang, bukankah ini cincin nenekmu?” Tatapan mata Janet terarah pada sebuah cincin di jari telunjuk Cora. “Kamu mencurinya!” tuduh Eric saat ia melihat cincin itu. Cora menggeleng. “Nenek memberikan cincin itu untukku!” “Pembohong! Kamu tahu harga cincin ini sangat mahal! Tidak mungkin nenek memberikan ini untukmu” Eric dan Janet menarik cincin itu dengan kasar dari jari Cora tanpa mempedulikan Cora yang berteriak kesakitan. Setelah itu, Eric memerintahkan pelayan untuk menyeret Cora keluar. Tanpa bisa melawan, Cora diseret dan dihempaskan ke jalanan, bersama sebuah koper yang berisi barang-barang miliknya. “Kalian benar-benar keterlaluan!” teriak Cora dengan bibir bergetar, menatap kedua pengkhianat di depannya. “Pergi! Sebelum aku memanggil polisi dan menuntutmu karena mencuri cincin ini! Aku tidak mau melihatmu ada di kota ini lagi!” usir Eric sambil ia mengenakan cincin bermata satu itu di jari kelingkingnya dengan tatapan puas. Setelah itu, ia dan Janet berjalan masuk ke dalam rumah. Suara tawa mereka yang terdengar samar di telinga Cora, menorehkan luka yang semakin dalam di hatinya. “Aku tidak akan membiarkan kalian menikmati jerih payahku!” tekad Cora sambil menatap rumah besar didepannya dengan geram.Cora berjalan keluar dari apotik modern itu dengan menenteng tas belanjaannya. Ia menghela nafas lega sambil melirik tas belanja itu. Melirik jam tangannya, ia masih punya waktu sebelum waktu istirahatnya berakhir sehingga ia berjalan dengan santai melewati barisan toko-toko di mall itu.Cora jarang pergi shopping ke mall. Ia hanya akan pergi ke mall jika membutuhkan sesuatu, jika ada yang sedang ia cari. Tetapi sejak menjadi istri Reno, ia hamprir tidak pernah membeli baju. Secara berkala, beberapa rumah mode mengirimkannya koleksi mereka ke rumah. Dan ia tinggal memilih yang ia sukai.Cora tahu persis Reno yang mengirim mereka. Pria itu mengetahui ia tidak punya banyak pakaian saat pindah ke rumah di jalan Evergreen itu. Mungkin itu sebabnya ia menyuruh mereka mengirim semua pakaian, tas dan bahkan sepatu ke rumah untuknya.Langkah kaki Cora berhenti di depan sebuah toko pakaian dalam. Kedua matanya terpaku pada sepasang pakaian dalam seksi yang dikenakan manekin di toko itu.Inga
Jam 12 lewat beberapa menit, Cora tiba di depan gedung Lumiere bersama Jody.Ia baru saja selesai menuntut pembatalan Hak Paten Adorable Glam di Kantor Hak Paten Dan Merk Dagang bersama pengacara Harvey dan Vico.Sejauh ini tuntutan mereka diterima dengan baik dan sedang di proses. Cora berharap mereka bisa mendapatkan hasilnya segera.Mereka berdua langsung naik menuju ruangan kerja Cora. “ Nyonya ingin makan sesuatu? Biar saya pesankan,” tanya Jody saat mereka hampir sampai ruangan kerja Cora.“Aku belum kepikiran mau makan apa,” jawab Cora setelah ia berpikir beberapa saat. Ia masuk ke dalam ruangan kerjanya sambil melirik jam tangan. “Pergilah istirahat, Jody. Aku masih belum lapar.” Mengingat sudah waktunya makan siang, ia memberi Jody kesempatan untuk beristirahat. Lagipula ia tidak berniat pergi siang itu.“Baik Nyonya. Saya istirahat makan siang dulu. Kalau ada apa-apa, telpon saja, saya akan datang,” ujar Jody sebelum ia pergi.Baru saja Jody masuk ke dalam lift, Rima dan
Di sebuah apartemen di Fragrant Harbour. Malam yang terang berbintang tampak dari jendela apartemen itu. Namun pria berusia lima puluhan tahun yang duduk di apartemen itu tidak menikmati keindahan langit malam.Pria itu—Sofyan, justru menatap ke arah layar persegi panjang yang terpatri di tembok apartemen.Ia baru sempat mengecek berita hari ini. Kedua matanya memperhatikan dengan seksama kanal berita online yang ia tonton di layar android TV—berita mengenai Cora yang dituduh telah mencuri di Crystal Bloom.Di layar kaca Janet sebagai Direktur Crystal Bloom berkata, “Pihak Crystal Bloom pada masa itu terpaksa mengambil tindakan tegas dengan mengeluarkannya dari Crystal Bloom karena belakangan diketahui bahwa pencurian ini bukan kali pertama dilakukannya.” Sofyan mendengus kasar melihat berita itu. “Perempuan kampung itu akhirnya menunjukkan sifat aslinya. Dia pasti tidak bisa menahan diri melihat perhiasan mahal di depan mata dan mencurinya!” Cemoohan Sofyan itu ditujukan untuk Cora
Kedua mata Cora membelalak tidak percaya. Reno bertemu Devon? Jadi selama ini, Reno telah mengetahui bahwa ia tidak mengkhianatinya? Dan selama ini dia diam saja, membiarkannya merasa bersalah karena berpikir Reno masih sakit hati dengan kejadian itu?!Tiba-tiba Cora merasa kesal dan emosi.“Sekarang katakan Cora, siapa pria yang selalu ada dalam benakmu itu?!” Suara rendah Reno terdengar sedikit menggeram.Tetapi Cora yang sedang kesal dan emosi, tidak menyadarinya ia justru menatap Reno dengan berani. “Aku tidak akan mengatakannya. Itu bukan urusanmu!”“Bukan urusanku?” Reno tampak berang sehingga ia semakin menghimpit Cora. “Kamu istriku! Kamu milikku, dan aku tidak mengijinkanmu memikirkan laki-laki lain!”“Sekarang beritahu aku siapa laki-laki itu? Biar kuhajar dia!”Cora memberontak ingin melepaskan diri, dan bersikukuh tidak mau mengatakannya. “Never!” “Baik! Kalau kamu tidak mau mengatakannya, akan kubuat kamu mengatakannya!” Dengan sekali ayun, ia membopong Cora di pundakny
Cora tidak habis pikir. “Inspirasi? Inspirasi apa?“Jangan berpura-pura! Kalian pernah berhubungan kan?” sergah Reno dengan kesal. Ia terus maju mendekati Cora, sehingga Cora refleks mundur karena tatapan mata Reno yang membuatnya merinding.“Berhubungan? Reno… aku dan Vico, kami hanya berteman. Dia—dia yang membantuku membuat perhiasan selama aku bekerja di Crystal Bloom!” Cora mencoba menjelaskan hubungannya dan Vico. Ia yakin Reno telah salah paham.“Hah? Teman? Itu sebabnya kamu memegang tangannya? Dan apa seorang teman memandangmu seperti itu?” sergah Reno kembali. Ia tidak percaya apa yang Cora katakan padanya. Yang ia rasakan adalah hatinya sangat kesal kala melihat Cora dekat dengan Vico, terlebih tatapan mata pria itu bukan tatapan mata seorang teman! Wajarkan kalau ia mencurigai Vico adalah kekasih lama Cora?Cora tidak menjawabnya. Alih-alih ia terdiam dan memperhatikan Reno dengan seksama.“Jadi itu benar? Dia mantan kekasihmu yang menjadi inspirasi passionate love?” Reno
Four Season Apartemen.Heri masuk ke dalam apartemen itu dan langsung menghampiri Reno yang tengah merokok di teras luar apartemen.“Bos, hasil tes DNA Nona Cora.” Heri menyodorkan kepada Reno sebuah amplop.Mendengar hal itu, Reno langsung menyelipkan rokok yang dipegangnya ke bibir, kemudian ia langsung membuka amplop itu. Namun sebelum ia sempat membaca isinya, Reno melirik ke dalam apartemen melalui jendela setinggi langit-langit yang memisahkannya dengan Cora.Di dalam apartemen, Cora sedang berbicara dengan Harley—pengacara hak paten, dan Vico—teman Cora yang bekerja di Crystal Bloom mengenai bukti yang mereka miliki untuk membatalkan hak paten Adorable Glam yang telah diklaim oleh Janet.Tadinya Reno ikut bersama mereka. Namun saat Vico bertanya mengenai Passionate Love pada Cora, Reno teringat pada kisah cinta Cora bersama pria lain yang menjadi inspirasi set perhiasan itu. Setiap kali ia teringat perhiasan berornamen tulip merah itu, perasaannya menjadi tidak nyaman, dan me