LOGINCora menatap di kejauhan sebuah mobil Mercedes Benz berwarna hitam keluaran terbaru.
Ia dan Tiara—sahabatnya, sedang berada di lobi gedung Renowed Innovation Corp., menunggu CEO perusahaan itu turun. Tiara mendapat informasi jika CEO itu akan turun dari kantornya sesaat lagi. Itu sebabnya, ia dan Tiara menunggu di lobi itu. “Kamu yakin ingin melakukan ini?” Tiara bertanya dengan nada serius. “Ya, aku harus melakukan ini kalau aku ingin mengikuti kompetisi itu,” jawab Cora sambil menoleh dan memberi temannya itu tatapan penuh arti. Melihat tekad dan keinginan yang kuat dari sahabatnya itu, Tiara mengangguk. “Baiklah. Aku harap kamu tahu apa yang kamu lakukan.” Cora tidak menjawab. Sesungguhnya ia tidak tahu apakah menemui pria ini adalah langkah terbaik. Namun hanya itu satu-satunya cara agar ia bisa ikut serta dalam kompetisi yang akan digelar kurang dari dua bulan lagi. “Cora!” Tiara menepuk lengan Cora dan menunjuk satu arah. Tepukan itu membuat Cora menoleh dan mengikuti arah yang ditunjuk. Di ujung lobi, ia melihat dua orang pria berpakaian parlente baru saja keluar dari Lift. “Yang mana dia?” tanya Cora sambil memicingkan matanya mencoba memperjelas pengelihatannya. Dari tempatnya duduk, ia hanya bisa melihat wajah salah satu dari mereka. “Yang berjas navy itu CEO yang kamu cari. Yang jas hitam adalah asisten pribadinya, Heri,” terang Tiara dengan cepat. “Ini kesempatanmu, aku harap kamu berhasil!” Tiara menatap sahabatnya itu dari samping. Cora menganggguk. Ia menarik nafas panjang sebelum beranjak berdiri dan berjalan menuju kedua pria itu. Tekadnya sudah bulat. Ia harus berbicara dengan CEO itu! “Pak Reno!” panggil Cora sambil ia berjalan cepat, berusaha mensejajari pria itu. “Maaf, Bapak sedang sibuk,” ujar Heri—asisten pria itu sambil menoleh dan memperlambat langkahnya. Ia bergerak mendekati Cora untuk menghalanginya mendekat. “Tidak, ada yang perlu saya bicarakan dengannya. Sebentar saja, ini penting,” pinta Cora pada asisten itu sambil terus berjalan. Kedua matanya terus mengikuti sosok pria yang ingin ditemuinya. “Nona! Bukankah sudah saya bilang, Bapak sedang sibuk?!” tegas Heri dengan nada kesal. Dia bahkan berbalik badan dan berhenti tepat di depan Cora. Cora terpaksa menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba untuk menghindari tabrakan yang hampir saja terjadi. “Tolong beri saya kesempatan. Saya perlu berbicara dengannya! Ini penting!” Cora bersikeras. Ini mungkin kesempatan satu-satunya, karena CEO itu sangat sulit ditemui. Bagaimana pun kali ini ia harus bertemu dengannya! Dari ujung matanya, ia melihat CEO itu terus berjalan, dan ia tidak bisa membiarkan pria itu pergi begitu saja. Cora berusaha melewati Heri sambil memanggil nama pria itu. “Pak Reno! Pak, saya ingin bicara dengan Bapak, sebentar saja!” Karena panik dan khawatir tidak bisa bertemu, Cora berteriak dengan lantang, tidak peduli orang di sekitar mereka memperhatikannya. “Sekuriti!” Melihat kelakuan nekad perempuan yang tidka dikenalnya, Heri dengan segera memanggil sekuriti. Tidak mungkin ia membiarkan orang tidak dikenal mendekati bosnya begitu saja! Serta-merta dua orang sekuriti datang menghalangi Cora. “Nona, berhenti! Anda yidak bisa menemui Pak Reno!” “Lepaskan! Saya hanya ingin berbicara dengannya!” Cora bersikukuh ingin menemui. Mendengar keributan di belakangnya, CEO itu berhenti berjalan dan ia memutar tubuhnya untuk melihat apa yang terjadi. Pada saat itulah ia dan Cora saling beradu tatap. “A-apa?” Cora begitu terkejut saat melihat wajah CEO yang ia cari. Wajah itu mirip sekali dengan orang yang pernah dikenalnya dulu! “Re-Reno?” ucap Cora dengan terbata-bata, masih tidak percaya dengan pengelihatannya. Apakah ia tidak salah lihat? Apakah dia Reno yang sama? CEO itu terdiam menatap Cora. Tidak tampak banyak perubahan di wajahnya kecuali pancaran mata dan kerutan kecil yang samar di keningnya. “Bawa dia pergi, dan jangan ijinkan dia masuk tanpa keperluan yang jelas!” perintah Heri pada dua orang sekuriti yang memegangi Cora. “Siap!” jawab kedua sekuriti itu. Mereka berdua lalu menarik Cora. “Ayo, Nona!” Awalnya Cora tidak melawan. Ia masih terkejut melihat wajah CEO itu. Sehingga saat kedua sekuriti menariknya, ia tidak berkutik sampai ia tersadar dan teringat pada tujuannya datang menemui CEO Renowed Innovation itu. “Reno? Reno! Aku ingin bicara denganmu!” seru Cora dengan menatap Reno penuh harap. “Tunggu! Lepaskan dia!” seru Reno tiba-tiba. Matanya menatap kedua sekuriti, sehingga mereka segera melepaskan pegangannya dan mundur. Tanpa mengalihkan pandangannya, Reno berjalan mendekat dan berhenti di depan Cora. Ia mendengus pelan saat jarak mereka hanya tinggal beberapa puluh centi saja. “Cora…” ucapnya sembari menggelengkan kepala, tidak percaya bertemu kembali dengannya. Cora menahan nafasnya dan berusaha menutupi rasa sungkan di hatinya. Ia pun tidak menyangka Reno yang memimpin perusahaan besar di kota mereka adalah orang yang sama yang pernah menjadi kekasih hatinya saat kuliah dulu. Cora menelan ludah dengan perasaan tidak menentu kala lirikan matanya bertemu tatapan mata hitam Reno yang membuatnya serba salah. Lidahnya terasa kelu. Semua kalimat yang sudah tersusun rapi dengan rapi di benaknya, seakan hilang begitu saja. “Maaf Bos, apa Bos mengenalnya?” Heri yang merasa heran bertanya sambil melirik Cora. Reno tersenyum miring. “Tentu. Biarkan Nona Cora bicara,” jawabnya sambil menatap Cora. “Apa yang ingin kamu bicarakan?” Pertanyaan ini ia tujukan untuk Cora. Cora menoleh ke kanan dan kiri. Tidak mungkin mereka berbicara di sana. Apalagi semua orang yang ada di lobi itu sedang memperhatikan mereka. “Bisa kita bicara di tempat lain?” pinta Cora dengan tatapan penuh harap. Reno melirik jam tangannya. “Aku tidak punya banyak waktu. Ikut aku!” ujar Reno sambil ia berbalik badan dan lanjut berjalan. Cora mengikuti Reno berjalan dan mau tidak mau ikut masuk ke dalam mobil Mercedes Benz pria itu. Ia dengan canggung duduk di ujung kursi, memberi jarak antara mereka. Sementara, Reno duduk santai dengan kaki bersilang. Satu sikunya bertumpu pada sisi mobil sehingga ia bisa memegang dagunya dengan wajah menghadap ke depan. “Berapa lama?” ucap Reno tiba-tiba sambil matanya menatap ke depan. Cora berdeham sebelum ia menjawab dengan pelan, “Enam…” Reno terkekeh sinis. “Enam tahun tanpa kabar, dan tiba-tiba kamu datang mencariku,” ucapnya dengan nada menyindir. Cora menarik nafas dalam mendengar apa yang Reno katakan padanya. Tidak ada yang bisa ia komentari perihal itu. Itulah yang memang terjadi. “Apa yang membuatmu datang menemuiku?” Reno akhirnya menoleh dan memperhatikan Cora yang duduk dengan canggung. Cora membuka tasnya dan memberikan Reno beberapa buah kertas. Reno meliriknya sebelum menerima kertas-kertas itu dan memperhatikan apa yang ada di sana. “Apa ini?” tanyanya sambil melihat satu demi satu sketsa buatan tangan—satu seri perhiasan dengan ornamen berbentuk bunga tulip berwarna merah. Liontin, anting, gelang, cincin dan juga bros. “Passionate Love,” jawab Cora sambil ia memutar tubuhnya sedikit ke arah Reno. Reno tersenyum miring dengan kedua mata yang berkilat mencemooh. “Lama tidak bertemu dan kamu tiba-tiba datang untuk merayuku?” Cora tidak bergeming. Ia tidak merespon sarkasme Reno yang terdengar seperti kalimat menggoda itu. Sebaliknya, raut wajahnya serius dengan tatapan yang menyimpan tekad. “Ini adalah karyaku yang ingin aku tampilkan dalam International Jewelry Design. Dan aku ingin kamu mensponsoriku.”Reno tersenyum menyeringai. Ia tahu Cora “menjual mahal”. Sebab, Ia bisa merasakan reaksi tubuh Cora menginginkan hal yang sama dengannya.“Seratus persen…” jawabnya dengan suara serak dan rendah sembari Ia menggulir rambut Cora ke samping, untukmemberinya akses pada leher jenjang putih di hadapannya.Lalu seperti bisa mencium gairah yang Cora miliki untuknya, Reno menghirup dan mengecup tengkuk Cora dengan gerakan perlahan, menyusuri inchi demi inchi leher putih mulus itu.Kedua tangannya kembali melingkari pinggang Cora, menjelajah melalui bahan sutra tipis dingin yang membalut perut ramping gadis itu.Satu tangannya naik ke atas, bermain dengan salah satu puncak bukit kembar yang tampak mencuat dibalik gaun sutra itu.Sementara itu, satu tangannya lainnya mulai bergerak turun. Ia berkata dengan suara parau diantara cumbuannya, “Lagipula, aku—sangat pandai membuat rasa penasaranmu teralihkan…”“Bahkan…aku akan membuatmu melupakan mobil itu malam ini…” Cora memejamkan matanya, dan t
“Mobil apa sebenarnya?” Cora menatap mobil silver bergaya futuristik yang terparkir di halaman.Setelah pengakuan cinta Reno, hubungan Reno dan Cora mencair seperti sebelumnya. Dan selagi Reno menghangatkan kembali minuman coklat yang dibuatnya sebelumnya, Cora menunggu sambil menikmati pemandangan alam dari teras kamar mereka.Namun saat tengah mengamati keadaan di sekelilingnya, tidak sengaja Cora mendapati mobil yang tadi dikendarai Reno terparkir persis di bawah lampu taman.Dari tempatnya berdiri, Cora bisa melihat exterior mobil itu dengan jelas.Mobil itu memiliki profil menyerupai minivan futuristik yang kotak, dengan garis-garis tajam dan tepian yang tegas. Dilengkapi dengan 6 buah roda yang terlihat kuat dan kokoh.Dan yang membuat Cora bertambah heran adalah ukuran mobil itu yang tampak lebih besar dari bagian dalam yang hanya cukup untuk 2 orang saja. Bukankah hal itu aneh? Kecuali jika mobil itu mempunyai fungsi lain yang tidak ia ketahui.“Kamu suka?” Tiba-tiba saja Re
Cora refleks menyapu pandangan ke sekeliling ruangan yang ternyata adalah sebuah kamar.Sebuah kamar berdekorasi rustic bercampur modern dengan warna-warna netral dan membumi yang terlihat hangat dan nyaman. Sebuah ranjang terlihat berada di tengah ruangan, tepat menghadap jendela besar yang menyajikan pemandangan Kota Fragrant Harbour yang beberapa saat lalu dikaguminya. Tetapi bukan hanya itu yang menarik perhatian Cora. Di dinding kamar itu tergantung foto-foto lain dalam bingkai-bingkai yang lebih kecil, berbeda ukuran dan bentuk.Cora refleks berjalan menghampiri foto terdekat dan mendapati foto saat Reno berlutut di hadapannya sedang memasang anklet Madam Allegra di kakinya dalam acara malam dana beberapa waktu yang lalu.Cora tidak tahu dari mana Reno mendapatkan foto candid itu, namun kedua mata mereka yang tertangkap kamera tengah saling melirik itu, terlihat seperti tatapan mata sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta. Penuh kekaguman, rasa memiliki, namun juga terlihat
“Berhenti berpura-pura tidak tahu!” Melihat reaksi Reno, Cora bertambah kesal saja. Refleks ia mendaratkan tinju kecilnya di dada bidang pria di hadapannya.Akan tetapi Reno justru mengulum senyum. Sekarang ia tahu alasan Cora marah padanya selama beberapa hari belakangan ini.“Kamu cemburu?” tanya Reno dengan ekspresi wajah menahan tawa. Ia berusaha tampak serius, namun sangat sulit kala hatinya sangat girang menyadari Cora cemburu.Cora sempat tertegun mendengar pertanyaan itu, namun ia segera menutupinya dengan kembali mendaratkan tinju di dada bidang Reno. “Untuk apa cemburu?!”“Jadi kamu yang mendengar percakapanku dan kakek malam itu?” ucap Reno dengan playful menjentikkan ujung hidung Cora. Ia ingat mendengar benda terjatuh dari ruangan sebelah. Namun saat ia mengeceknya, ia tidak melihat siap-siapa saat itu. Sekarang, ia yakin Cora adalah culpit-nya!“Aaahhh! Reno!” Cora bertambah kesal. Kenapa Reno justru menggodanya? Ia berusaha menjauh dan melepaskan tangan Reno.Namun usah
Cora berjalan pelan mengikuti Reno memasuki kabin kayu berwarna coklat kemerahan. Ia memperhatikan dengan seksama interior kabin itu.Dari luar, kabin itu tampak sederhana. Seperti sebuah kabin kayu yang terbuat dari kayu log besar yang dijejer menjadi dinding. Terlihat rustic dan menyatu dengan alam.Akan tetapi interior bagian dalam kabin itu sama sekali tidak sederhana.Ruangan di dalam kabin berkesan hangat dan nyaman dengan pencahayaan yang cukup dan suhu yang sejuk.Perabotan bergaya rustic di dalam kabin adalah keluaran brand terkenal yang bernilai tinggi dan dibuat dari bahan berkualitas yang tinggi. Semua tertata dan terjaga dengan sangat baik. Tidak tercium aroma lembab atau kayu yang membusuk, dan tidak pula terkesan kesan suram.Kabin itu adalah perwujudan rumah pedesaan dengan fasilitas mewah bergaya tradisional.“Kamu bisa melihat-lihat, aku buatkan minuman hangat…” ujar Reno sebelum ia berjalan menuju area dapur. Cora tidak menyahutinya. Ia terus berjalan melihat-li
Reno menatap Cora dengan tidak mengerti. Padahal Ia berharap lagu itu bisa memberi petunjuk pada Cora tentang perasaannya. Seperti… cintanya yang bersemi kembali.Reno ingat benar, Cora sangat menyukai lagu-lagu Andmesh jaman dulu. Kenapa tiba-tiba dia berubah?“Tapi—kamu sangat suka lagu-lagu—”“Siapa bilang? Lagu jadul seperti ini?!” sergah Cora sambil melipat tangan di depan dada lalu melengos melihat keluar jendela.Reno masih menatap dengan tidak mengerti saat Aero memainkan lagu lain. Kali ini lagu Cintanya aku yang dinyanyikan oleh Tiara Andini.“Tergetar aku tepat di hadapanmuDebar jantungku berdetak saat kugenggam tanganmu…Beruntung aku kini dapatkan cintamuYang tercantik di hatiku sejak awal ku bertemuJanji padaku jangan kau lukai hati seperti kisah yang lalu…”“Ganti! Mainkan Bohongi Hati!” seru Cora dengan tiba-tiba sambil ia memicingkan mata pada Reno.Reno mengernyitkan keningnya. Kenapa dia menatapnya seakan ingin mengulitinya? Dan lagu Bohongi Hati? Apa itu sebuah







