Share

Bab 17 Rumah Masa Kecil

Author: Secret juju
last update Last Updated: 2025-06-22 13:08:24

Matahari menyusup lewat kisi jendela kayu yang mulai lapuk. Cahaya kekuningan jatuh lembut di lantai kamar, membentuk garis-garis tipis yang menenangkan.

Seline duduk di tepi ranjang, menggulung lengan bajunya perlahan. Di hadapannya, sang ibu terbaring diam—mata terbuka sayu menatap langit-langit, tubuhnya kurus dan nyaris tak bergerak, hanya sesekali bergumam lirih yang sulit dimengerti.

“Bu, Seline pulang,” bisik Seline sambil membasahi handuk kecil dengan air hangat di baskom. “Cuma sebentar, ya… tapi aku pulang.”

Ia memeras handuk perlahan, lalu mengusap wajah ibunya dengan lembut, dari kening hingga dagu. Gerakannya pelan, penuh hati-hati, seolah menyentuh sesuatu yang sangat rapuh. Seline tahu ibunya tidak bisa menjawab. Tapi ia juga tahu, sentuhan itu akan sampai. Bahwa ibunya masih bisa merasakan.

Setelah mengusap wajah, Seline menyeka lengan dan leher ibunya, lalu mengganti baju tidur yang basah oleh keringat. Ia bekerja dalam diam, hanya ditemani suara detik jam dan ses
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 24 Setangkup Roti

    Seline bangun lebih awal. Biasanya, matahari sudah cukup tinggi saat dia membuka mata. Tapi pagi ini berbeda. Ada semangat kecil yang tumbuh diam-diam dalam dirinya, dan entah kenapa, dia merasa ingin memasak. Kulkas kini tidak lagi kosong. Seline berdiri di dapur, mengenakan kaus longgar dan celana pendek, dengan rambut dikuncir seadanya. Tangannya lincah menumis nasi goreng sederhana. Menu yang mudah, tapi cukup untuk membuat apartemen ini terasa lebih hidup. Suara pintu kamar terbuka terdengar. Elang muncul sambil merapikan dasi di lehernya. Langkahnya terhenti sejenak begitu aroma bawang putih tumis dan kecap manis menyeruak dari dapur. "Aku masak nasi goreng," ucap Seline, menoleh sebentar dengan senyum kecil saat Elang berjalan mendekat ke arah coffee machine. Elang membuka lemari, mengambil cangkir. “Aku tidak biasa sarapan yang berat-berat.” Tangan Seline sempat berhenti. Sendok kayu di tangannya menggantung di atas piring. Senyum di bibirnya memudar sedikit, meski ia ber

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 23 Tamu tanpa Izin

    Seline refleks berdiri tegak. Di ambang pintu berdiri Elang. Dengan kaus hitam dan celana santai, rambutnya sedikit berantakan, dan wajahnya datar seperti biasa. Tapi sorot matanya berubah begitu melihat siapa yang berdiri di sebelah istrinya. Seline terdiam. Meski sudah mulai terbiasa dengan kebiasaan Elang yang suka menghilang tanpa kabar lalu pulang sesuka hati, tetap saja kemunculannya kali ini membuatnya gugup. Apalagi, ia sedang bersama pria lain—Mario, yang berdiri tenang sambil membawa belanjaan. Seline buru-buru bersuara. “Kak Rio, terima kasih banyak.” Nada suaranya halus, tapi sarat dengan isyarat. Ia berharap Mario menangkap maksudnya: cukup sampai sini, jangan tambah canggung. Namun baik Elang maupun Mario sama-sama tidak langsung pergi. Mereka hanya saling pandang, seakan berbicara lewat diam yang menegangkan. Mario sempat mengalihkan pandangan ke Seline. “Aku bantu bawa ke dalam, Sel. Ini berat.” Seline hendak menolak dengan sopan, tapi belum sempat satu suku kata

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 22 Secangkir Kopi dan Croissant

    Siang itu, Seline memutuskan pergi ke supermarket. Ia baru ingat, kulkas di apartemen Elang tak pernah benar-benar terisi layak. Saat bangun, Elang sudah tidak ada. Pergi entah kemana, tanpa sepatah kata, tanpa pamit. Seolah, ia hanya meninggalkan ruang, bukan seseorang. Seline menghela napas saat mendorong troli berkeliling rak demi rak. Bumbu dapur, roti tawar, sereal, susu, hingga mi instan menumpuk di dalamnya. Troli itu nyaris penuh. Saat hendak berbelok ke arah kasir, rodanya tersangkut—dan hampir oleng. Seseorang menahan troli itu sebelum benar-benar terjungkal. Seline menoleh. “Kak Rio.” Mario berdiri di sana, mengenakan kemeja santai dan celana bahan gelap. Senyumnya mengembang saat melihat wajah Seline. “Belanja bulanan, Sel?” tanyanya, matanya melirik isi troli yang penuh sesak. “Iya. Seperti yang Kakak lihat,” jawab Seline, tersenyum kecil. Ada kegetiran yang sulit disembunyikan. Sudah menikah, tapi belanja sendiri. Tidak ada bedanya dengan saat dia masih sendiri. At

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 21 Kamar Mandi

    Sore menjelang malam, Seline berdiri di depan kamar mandi sambil menekan sakelar beberapa kali. Tapi lampu tidak juga menyala. Ia menghela napas, memandangi langit-langit dengan pasrah. Mati. Mungkin bohlamnya putus. Ia sempat mempertimbangkan memanggil petugas apartemen, tapi entah kenapa, ia lebih memilih menunggu. Menunggu Elang. Maka ia pun berakhir di sofa, duduk di depan televisi yang terus menyala tanpa benar-benar ia tonton. Ini hari Sabtu. Tapi Elang masih saja bekerja. Seline diam-diam berpikir, mungkin memang begitu bedanya hidup orang kaya. Mereka gila kerja karena tahu hasilnya akan sepadan. Berbeda dengan dirinya… yang jika bekerja terlalu keras, ujung-ujungnya hanya rawat inap dengan infus dan bubur rumah sakit. Jam terus bergulir. Acara televisi sudah berganti beberapa kali. Seline belum mandi, belum juga berganti baju. Saat kelopak matanya mulai berat, suara pintu yang terbuka membuatnya tersadar. Elang masuk. Jam menunjukkan lewat pukul sepuluh malam. Seline lan

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 20 Dua Orang Asing dalam Satu Rumah

    Seline terbangun perlahan, tubuhnya bergeser pelan di atas ranjang yang masih terasa hangat. Tidurnya… terlalu nyenyak. Tidak seperti biasanya. Tidak ada mimpi buruk, tidak ada gelisah seperti yang sering ia rasakan akhir-akhir ini. Kepalanya sedikit berat. Seolah semalam terlalu banyak dipenuhi hal-hal asing yang sulit dijelaskan. Ia melirik ke arah jendela—tirai tebal masih tertutup rapat, menyisakan cahaya tipis yang menandakan hari sudah cukup siang. Seline mengerjap. Ia mengingat pesta. Sorot kamera, senyum yang dipaksakan, lalu… camilan. Minuman. Lalu… Matanya membelalak pelan saat serpihan-serpihan memori mulai muncul, tak urut, seperti kepingan puzzle yang berjatuhan acak. Wajah Cassandra, komentar pedas. Gelas pertama… kedua. Rasa aneh di tenggorokannya. Kemudian—Elang. Wajah Elang. Seline mendadak menegakkan tubuh. Ia mengingat mimpi. Atau… itu mimpi, kan? Ia menutup wajah dengan tangan. Lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya—bukan selimut. Jas. Jas Elang. Tub

  • Kesepakatan di Balik Gaun Pengantin   Bab 19 Alkohol dan Ciuman

    Lantunan musik lembut mengisi ballroom hotel bintang lima tempat acara digelar. Lampu gantung kristal berkilauan, memantulkan cahaya hangat ke seluruh ruangan. Para tamu berdatangan satu per satu dengan setelan formal dan gaun elegan, disambut oleh panitia yang berjaga di pintu utama. Di sudut ruangan, sebuah panggung megah telah disiapkan. Layar LED besar menampilkan logo Mahardhika Corp disertai tulisan emas: “A Decade of Legacy and Innovation”. Di meja utama, Elang duduk berdampingan dengan Seline. Di sisi lainnya, Ayah Elang—Pak Mahardhika—duduk dengan wajah datar. Ibu Elang tampil anggun, diam tapi memperhatikan. Cassandra, adik Elang, sesekali melirik Seline dengan tatapan sulit ditebak. Suasana meja itu kaku. Seline hanya diam, menggenggam lipatan gaunnya, sesekali mencuri pandang ke arah Elang yang tampak tenang seperti biasa. Tak lama, suara MC terdengar. “Hadirin yang kami hormati, mari kita sambut CEO Mahardhika Corp, Bapak Elang Mahardhika.” Elang bangkit dan melang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status