Share

Perlakuan Mama Mertua

Tiba-tiba saja Mas Daffi sudah berada di belakangku.

"Hei, kamu nggak denger anakku barusan bilang nggak mau? Ya sudah nggak usah dipaksa! Kalau punya telinga itu dipakai yang benar!" Dengan suara dinginnya, lagi-lagi Mas Daffi menghardikku kasar di depan Liana. Hih, rasanya ingin kuremas saja mulut suamiku itu, tapi tidak mungkin kulakukan. Karena biar bagaimanapun dia adalah lelaki yang harus aku hormati.

"Liana sayang, cepetan selesaikan sarapannya, setelah itu kita berangkat. Papa tunggu di depan ya," ujar Mas Daffi lembut, sangat jauh berbeda dengan sikapnya padaku tadi. Aku masih sangat bersyukur, karena walaupun ia membenciku, tapi ia begitu menyayangi putri kami. Mas Daffi lalu beranjak dari meja makan, meninggalkan aku dan Liana berdua saja.

Sepeninggal Mas Daffi, dengan mata kecilnya Liana menatapku tajam. "Ibu nggak usah lagi bikinin sarapan buat Liana, biar Bibik aja." Ia pun ikut beranjak pergi menyusul ayahnya.

"Eh, tunggu, cium tangan dulu, dong." Kuulurkan punggung tangan ke depan wajahnya.

Walau dengan wajah ditekuk, tapi Liana tetap mematuhi kata-kataku. Lalu dengan gerakan cepat, segera kucium kedua pipinya. Tak kupedulikan kalimat protes yang keluar dari mulut mungilnya. Tak apa, itu saja sudah membuatku sangat bahagia.

Segera kumanfaatkan waktu untuk menciumi pipi tembemnya, karena selama ini Liana hampir tidak mengizinkanku untuk menyentuhnya. Aku hanya bisa menyentuhnya dengan sepuasnya saat ia tidur. Anakku itu ikut membenciku karena terpengaruh dari perlakuan buruk ayah dan neneknya yang hampir setiap hari selalu aku terima.

***

"Riana, kamu itu ga capek apa, tiap hari dihina Daffi terus? Mbok ya kamu itu pergi aja dulu sementara dari rumah ini?" Mama Juwita yang baru saja tiba, langsung mengeluarkan kata-kata andalan dari dalam mulut.

Kuhirup napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Berusaha agar tidak terpengaruh dengan kalimat tajam Mama Juwita.

"Suami dan anak saya, kan ada di sini, Ma. Jadi tempat saya ya di sini juga, saya ga bisa pergi," ucapku membalas ucapannya sesantai mungkin.

"Iya, tapi mama itu ga tega lihat kamu tiap hari selalu sedih karena ulah Daffi," ujarnya sarkas.

"Dulu, ada suami saya yang selalu ngedukung kamu. Sekarang suami saya udah ga ada, apa lagi yang kamu bisa harapkan di sini? Bahkan Liana saja tidak ingin berdekatan dengan kamu. Wajahmu itu udah bikin semua orang di sini merasa gak nyaman."

Aku sadari memang sepeninggal Papa Asmoro, sikap Mama Juwita dan Mas Daffi semakin 'baik' saja.

"Astagfirullah, Nyonya. Ga baik bicara begitu." Bik Sumi, asisten rumah tangga kami, mencoba menasehati.

"Bik, Bik Sumi ga usah ikut-ikutan, ya! Ga usah ngebela dia! Ini rumah anak saya, majikan yang udah ngegaji kamu. Berarti saya ini juga majikan kamu!"

"Ma-maaf, Nyonya. Saya hanya ...."

"Udah, Bik, ga papa," ujarku lembut pada Bik Sumi yang seketika pias karena bentakkan Mama Juwita tadi.

"Mama kan baru datang, gimana kalau istirahat aja dulu di kamar tamu, ya. Nanti Riana buatkan makanan kesukaan mama," tukasku berusaha mengusir Mama Juwita secara halus dari dapur.

Akhirnya ia meninggalkan kami.

"Ibu yang sabar, ya," ucap Bik Sumi. Bik Sumilah satu-satunya orang di rumah ini yang selalu baik padaku. Ia juga sudah kuanggap seperti ibu kandungku sendiri. Ia juga yang selalu menghiburku tatkala terluka karena perlakuan Daffi, Liana dan Mama Juwita.

"Iya, Bik. Insya Allah. Apapun yang terjadi saya akan tetap bertahan selama Liana masih membutuhkan saya di sini." Itu juga yang sudah Papa Asmoro pesankan padaku sebelum ia meninggal dunia.

Walaupun sikapnya selalu kasar, tapi Mas Daffi juga tidak berani menceraikanku. Hal itu karena syarat untuk mendapat warisan papa secara keseluruhan adalah dengan tetap memperistriku. Namun, berbeda halnya jika aku yang lebih dulu mengajukan cerai. Disebabkan itu pulalah Mama Juwita selalu berusaha untuk membuatku tidak merasa betah berada di rumah ini. Ia akan berusaha agar akulah yang lebih dulu mengajukan cerai.

"Oh, iya, Bik." Mama Juwita datang lagi dengan gayanya yang angkuh. Suaranya sengaja dikeraskan untuk memanas-manasiku.

"Iya, Nyonya, ada apa?"

Bersambung.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
DeealoF3
makasi, Kak
goodnovel comment avatar
Vidsa
semangat Mbk...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status