Home / Romansa / Ketegaran Cinta Seorang Istri / 3. Pernikahan yang Tidak Diinginkan

Share

3. Pernikahan yang Tidak Diinginkan

last update Last Updated: 2022-10-18 13:36:33

“Kak! Kak Cinta marah padaku?” Pertanyaan yang Aura lontarkan berhasil menyadarkan Cinta dari lamunannya.

“Apa?” tanya Cinta yang terlihat tergagap karena tidak mendengar dengan jelas pertanyaan dari adiknya.

“Apa Kakak marah padaku?”

“Tidak, aku tidak marah padamu.”

Cinta tidak berbohong, dia memang tidak marah, hanya merasa kecewa karena pengkhianatan dari dua orang terdekatnya. Pengkhianatan yang menorehkan luka begitu dalam

“Kalau Kak Cinta tidak marah, mengapa tidak mengucapkan selamat kepadaku?”

“Untuk?” tanya balik Cinta dengan menatap ke arah Aura sambil mengerutkan keningnya.

“Untuk pernikahanku dengan Kak Damar.”

Cinta terdiam sejenak menatap wajah polos sang adik. Kamus dalam otak Cinta seakan memudar, hingga dia tidak menemukan kata-kata lagi untuk menanggapi ucapan Aura.

Seandainya yang berada di hadapannya saat ini bukan adiknya, ingin rasanya Cinta menyumpal mulut Aura yang berucap tanpa mempedulikan perasaannya yang sedang terluka. Tidak ada ucapan terima kasih dari Aura atas perjuangan Cinta, yang harus berdebat panjang dan alot dengan Damar dan Bu Hesti, hingga akhirnya Damar bersedia bertanggung jawab untuk menikahi Aura. Justru terdengar seperti sebuah ejekan, kala Aura berharap Cinta mengucapkan selamat kepadanya

“Selamat, semoga kau bahagia,” ucap Cinta lalu melanjutkan kegiatannya membersihkan rumah.

Cinta harus bekerja keras untuk membersihkan dan merapikan rumahnya, karena besok adalah hari pernikahan Aura dan Damar. Meskipun akan berlangsung dengan sederhana, Cinta tidak ingin rumahnya terlihat berantakan saat dilangsungkannya akad nikah.

Lelah, sudah pasti, karena sepulang kerja Cinta harus mengerjakan semua sendiri. Tetapi bagi Cinta itu lebih baik, setidaknya ada pelarian dari rasa sakit hati yang sampai saat ini masih terasa nyeri.

“Kak!” panggil Aura yang kembali berhasil mengalihkan perhatian Cinta. “Bagaimana menurut Kakak?” Aura menunjukkan mengenakan kebaya putih yang seharusnya dia kenakan untuk akad nikah besok.

“Bagus,” lirih Cinta menjawab lalu melanjutkan lagi kegiatannya, menutup meja dengan kain yang sudah disiapkan oleh Utari.

Tiba-tiba Cinta merasa ada sebuah kejanggalan, saat tanpa sengaja matanya menatap perut Aura. Cinta memang belum pernah mengandung, tetapi melihat perut Aura yang sudah terlihat membuncit, membuat Cinta ragu jika usia kehamilan Aura saat ini baru empat minggu.

“Sudah malam, Ta! Besok lagi saja,” ucap Utari sambil melangkah menuju ruang tamu.

Utari yang sebenarnya sudah istirahat sejak bakda isya, terbangun karena mendengar percakapan kedua putrinya.

 “Besok Aura akan menikah, Bu!” sela Aura dengan wajah yang terlihat sumringah.

Cinta yang mendengar penuturan Aura hanya diam dengan wajah sendu yang menyiratkan luka.

 “Ya, semoga kau bahagia, Nak!” sahut Utari sambil mengusap lembut rambut putri bungsunya. “Istirahatlah! Agar sehat dan bugar di hari pernikahanmu besok.”

“Ya, Bu!” sahut Aura dengan senyum yang mengembang di bibirnya. “Aku ke kamar dulu, Kak!” pamit Aura pada Cinta.

“Ya,” jawab Cinta dengan singkat, wajahnya terlihat malas untuk menjawab.

Cinta dan Utari memandang Aura yang melangkah menuju ke kamar. Utari tersenyum lega saat mendengar putri bungsunya bersenandung, tidak lagi sedih dan takut seperti saat baru datang dari Solo beberapa hari yang lalu. Tetapi senyum itu tidak bertahan lama dan dalam sekejap langsung memudar saat Utari menatap ke arah Cinta, putri sulungnya.

“Maafkan Aura!” pinta Utari dengan air mata yang mulai menetes. “Aura adalah saudaramu satu-satunya.”

Dalam hati yang menahan lara, Cinta tidak tega melihat keadaan Utari yang terlihat sangat rapuh. Meskipun terasa lebih membela Aura dan segala kepentingannya, tetapi Cinta tetap tidak bisa mengabaikan sang ibu. Cinta segera menghampiri Utari yang sudah terlihat lelah, lalu memapahnya menuju ke kamar.

“Sebaiknya ibu istirahat,” ucap Cinta yang sebenarnya enggan untuk membicarakan Aura terus.

“Ibu harap kamu bisa menerima kenyataan ini dengan lapang dada!” Meskipun sudah melihat Cinta menganggukkan kepalanya tetapi Utari tetap merasa belum lega. “Bagaimana pun kau lebih beruntung dari pada Aura. Bapak dan ibu masih bisa memberimu pendidikan yang lebih baik, sedangkan Aura … untuk bisa tetap kuliah ibu harus menitipkannya pada bulikmu di Solo. Aura harus membantu bulikmu jualan angkringan di pinggir jalan hanya agar bisa melanjutkan kuliahnya, itupun hanya D3, tidak S1 sepertimu.”

“Ya, Bu!” Cinta menjawab dengan singkat. Dengan mengiyakan penuturan sang ibu, Cinta berharap pembahasan tentang Aura segera berakhir, karena semakin lama membicarakan hanya akan membuat hati Cinta semakin lara.

***

Kini Aura dan Damar telah duduk berdampingan di hadapan penghulu. Tampaknya Bu Hesti benar-benar melakukan ancamannya tidak menghadiri saat Damar mengucap akad nikah. Cinta bisa memahami rasa kecewa mantan calon ibu mertuanya itu, tetapi yang paling ditakutkan oleh Cinta adalah, jika Bu Hesti benar-benar tidak menganggap Aura sebagai menantunya dan memperlakukan adiknya dengan buruk.

Kata sah yang menggema membuyarkan lamunan Cinta, meskipun sakit tetapi Cinta merasa lega. Pernikahan Aura dan Damar akan menjadi awal baru bagi kehidupan rumah tangga mereka, dan juga awal baru bagi Cinta untuk hidup tanpa Damar. Cinta berusaha untuk meyakinkan dirinya jika perlahan-lahan rasa cinta untuk Damar akan terkikis habis, perlahan-lahan luka di hatinya akan terobati.

Sebuah pernikahan yang sangat sederhana dan tertutup, Damar datang hanya bersama Pak Supri, supir pribadi Bu Hesti yang menjadi saksi dari pihak mempelai pria. Sedangkan dari pihak Aura, Pak RT yang menjadi saksi. Tidak ada tamu, hanya Bella anak dari Pak RT yang merupakan sahabat Cinta sejak kecil dan juga teman sekantor. Keberadaan Bella di sana untuk membantu Cinta merias dan mendandani Aura.

Setelah acara selesai, Damar pun akan segera memboyong Aura ke rumahnya. Seperti hendak berpamitan, pria yang sudah bergelar suami itu menghampiri Cinta yang sekarang sudah menjadi kakak iparnya.

“Aku sudah menikahi Aura seperti yang kau inginkan. Aku melakukan semua ini untuk menjaga kehormatan keluargamu, karena aku sangat mencintaimu. Jadi … kuharap kau tetap ingat dengan janjimu, jika ternyata test DNA bayi Aura bukanlah darah dagingku, aku akan menceraikan Aura, dan kau bersedia menjadi istriku tanpa syarat,” ucap Damar dengan suara yang lirih mengingatkan Cinta pada janji yang sudah mereka sepakati.

Cinta hanya diam bergeming di posisinya, sedangkan di sudut lain rumah sederhana itu, sepasang mata yang menyaksikan kebersamaan Cinta dan Damar meneteskan bulir-bulir bening, kala telinganya masih mendengar ucapan Damar meskipun hanya samar-samar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketegaran Cinta Seorang Istri   148. Keluarga Bahagia

    Waktu terus berjalan, dan lima tahun telah berlalu. Tegar dan Cinta mencoba berjuang mendirikan usaha mereka sendiri. Meskipun harus merangkak dari bawah tetapi pasangan suami istri itu tetap terlihat bahagia dan sangat menikmati setiap prosesnya. Sebagai anak yang lahir di luar nikah, Tegar sadar dirinya tidak memiliki sedikitpun hak atas Sanjaya Furniture. Semua itu adalah milik Damar, dan dia tidak akan mengganggunya. Begitu juga dengan Mulia Abadi Mebel, perusahaan itu adalah hasil kerja keras Lisa saat menjadi istri dari seorang Widiantoro Muliawan, dia pun tidak memiliki hak di sana, meskipun ibunya bekerja lebih dominan. Apalagi saat perceraian Lisa dengan Widi harta bersama yang mereka miliki langsung dilimpahkan kepada Cantika. Tegar bersyukur karena Cinta bisa memahami keputusannya tersebut, meskipun dirinya harus ikut bekerja keras dalam membantu Tegar menjalankan usaha yang benar-benar dari nol. Ketekunan Tegar dan Cinta pun membuahkan hasil, meskipun usaha mereka masih b

  • Ketegaran Cinta Seorang Istri   147. Lembaran Baru

    “Ini bukan malam pertama kita, Gar! Walaupun kita baru saja menikah tetapi kita bukan pengantin baru lagi,” ucap Cinta yang merasa tidak mampu mengimbangi gairah sang suami.Melihat sang istri yang terlihat sudah kelelahan akhirnya Tegar pun mengalah. Ditariknya selimut untuk menutupi tubuh polos mereka. Tegar merapatkan tubuhnya dan berbaring dengan kepala bertumpu pada lengan kekarnya, hingga dia bisa memandang dengan saksama wajah pucat sang istri karena kelelahan melayaninya.“Apa kau sudah dengar kabar?” tanya Tegar sambil merapikan anakan rambut yang menjuntai ke wajah sang istri, lalu diselipkannya di belakang daun telinga.“Apa?” tanya balik Cinta dengan mata yang hampir terpejam karena sudah tidak kuat lagi menahan kantuk.“Pak Adnan akan menikah, lamarannya tadi diterima.”“Ha!” Kabar yang baru saja menggetarkan telinganya, membuat kantuk Cinta hilang seketika. “Sama ibu? Kapan?” cecar Cinta yang tidak bisa menahan rasa penasarannya.“Buka,” jawab Tegar sambil menggelengan

  • Ketegaran Cinta Seorang Istri   146. Akad Kedua

    Perbincangan yang terasa sangat private berlangsung di ruang kerja Lisa. Dengan didampingi oleh sang ayah yang merupakan seorang pengacara, Randy memberanikan diri untuk melamar Cantika. Tetapi tampaknya keinginan Randy tidaklah mudah untuk bisa terwujud, karena di hadapan Tegar, Cinta dan juga Lisa, dengan terang-terangan Cantika menolak niat Randy tersebut.“Itu sudah menjadi keputusan saya,” ucap Cantika dengan tegas.“Pikirkan masa depan anak yang sedang kau kandung saat ini,” sahut Adnan yang terlihat masih belum percaya jika janin yang saat ini dikandung oleh Cantika adalah calon cucunya.“Saya mengambil keputusan ini karena benar-benar memikirkan masa depan anak yang sedang saya kandung. Saya tidak ingin anak saya tumbuh seperti saya, tumbuh dalam keluarga yang penuh dengan kepalsuan.” Cantika tetap teguh dengan pendiriannya, seolah tidak ada yang bisa mengubah keputusannya lagi.Setelah lelah memohon kepada Cantika, kini Randy hanya mengandalkan sang papa untuk bisa membujuk C

  • Ketegaran Cinta Seorang Istri   145. Ayah

    Hesti memejamkan mata sambil mengatur napasnya. Wanita yang dinikahi secara sah oleh Dharma Sanjaya itu mencoba menahan segala amarah setelah mendengar pengakuan dari Lisa. Damar meraih jemari mamanya, berharap wanita yang telah melahirkannya bisa lebih tenang.Berpuluh tahun Hesti menyimpan amarah dan kebencian. Sungguh sangat sulit dipercaya jika ternyata sumber malapetaka dalam kehidupan rumah tangganya adalah orang yang begitu dekat dengannya.Hesti menghembuskan napas dengan kasar lalu membuka matanya dan memandang Lisa yang sedang menangis tergugu di hadapannya. Sudah bukan waktunya lagi untuk membalas dendam, tanpa harus mengotori tangannya ternyata Tuhan telah memberi keadilan kepada Lisa.Meskipun memiliki harta yang melimpah dan usaha yang maju dengan pesat, Lisa terjebak dalam pernikahan yang tidak sehat dengan Widiantoro Moeliawan. Berpuluh tahun Lisa harus hidup bersama seorang suami yang tukang selingkuh. Hingga membuat Lisa memilih untuk menyibukkan diri dengan pekerjaa

  • Ketegaran Cinta Seorang Istri   144. Kedatangan Cantika

    Tegar langsung menghampiri Cantika yang saat ini sudah berdiri di hadapannya. Sesaat dua bersaudara yang lahir dari rahim yang sama meskipun dari benih pria yang berbeda itu saling berpelukan untuk melepas kerinduan.Tegar segera mengurai pelukannya kala merasa ada yang membatasinya. Ya, perut Cantika yang terlihat mulai menyembul. Diusapnya perut sang adik, ada rasa bangga kala mengetahui Cantika masih tetap mempertahankan kehamilannya meskipun harus menghadapi banyak rintangan dan hinaan.Di sudut yang berbeda, Cinta menyaksikan interaksi antara Tegar dengan Cantika. Rasa cemburu yang dahulu sempat membuat Cinta kalap kini raib berganti haru. Hubungan dua bersaudara di depannya, mengingatkan Cinta pada Aura, adiknya yang belum lama meninggal. Kesedihan kembali mendera hati Cinta karena rasa kehilangan dan kerinduan kepada Aura yang sudah tidak mungkin lagi bisa dia temui. Belum lagi perut Cantika yang membuncit mengingatkan Cinta pada calon anak yang harus pergi sebelum melihat ind

  • Ketegaran Cinta Seorang Istri   143. Sebuah Kejutan

    Dengan langkah lebar dan terlihat tergesa-gesa, Adnan memasuki sebuah restaurant. Pandangan matanya menyapu seisi ruangan mencari sosok yang sudah melakukan janji untuk bertemu di tempat tersebut. Tidak butuh waktu yang lama, akhirnya netra Adnan menemukan sosok yang dia cari.“Maaf! Orang-orang suruhanku belum mendapatkan kabar tentang Cantika,” ujar Adnan kala menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi yang berada di depan Lisa. “Tapi orang-orangku masih terus mencarinya, semoga Cantika bisa secepatnya ditemukan.Lisa hanya mengangguk pelan menanggapi ucapan Adnan. Ada rasa kecewa yang sedang dia redam, bagaimana pun dia sangat ingin segera mengetahui kabar putrinya yang sudah beberapa hari meninggalkan rumah.“Selain masalah Cantika, sebenarnya ada urusan lain yang membuatku ingin menemuimu.”Pandangan Adnan langsung terfokus pada Lisa. Pria yang berprofesi sebagai pengacara itu terdiam menunggu wanita yang duduk di hadapannya untuk mengungkapkan kepentingannya.“Bantu aku untuk mengurus

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status