“Sekarang Tegar kerja apa, Ta?” tanya Damar menunjukkan kepeduliannya, entah kepada Cinta atau kepada Tegar.Dengan sengaja, setelah rapat selesai Damar justru menahan Cinta agar tetap tinggal sejenak di ruang rapat untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap penting oleh Damar.“Belum, Pak!” jawab Cinta dengan senyum ramah.Niat hati hanya ingin bersikap sesantun mungkin di hadapan atasan, tetapi Cinta tidak menyadari jika sikapnya tersebut ternyata kembali menimbulkan debaran rasa di hati Damar yang sampai saat ini masih tetap mencintai mantan kekasihnya tersebut.“Maafkan saya, karena saya tidak bisa membela Tegar di hadapan mama.” Gaya bahasa Cinta yang selalu berusaha formal kepada Damar, akhirnya membuat Damar pun melakukan hal yang sama, dan itu terasa membuat jarak pemisah antara Cinta dan Damar.“Tidak apa-apa, karena memang peraturannya seperti itu,” balas Cinta yang berusaha menerima dan memahami peraturan yang memang sudah ada jauh sebelum dirinya bekerja di Sanjaya Furn
Betapa terkejutnya Cinta saat melihat keadaan rumahnya yang sangat berantakan. Selain itu banyak barang-barang dari dalam rumahnya yang berada di teras yang biasanya juga berfungsi sebagai ruang tamu. Cinta pun bergegas masuk, dilihatnya Tegar dan Janmo tampak sedang sibuk keluar masuk dari kamar Utari“Apa yang kalian lakukan?” tanya Cinta dengan wajah memerah karena menahan marah kala melihat Tegar dan Janmo dengan seenaknya memporak porandakan rumah peninggalan orang tuanya.“Ada banyak rayap, untung ketahuan, jika tidak tentu bahaha kalau sampai ambrol,” jawab Tegar sambil menunjukkan beberapa kayu yang terlihat hampir habis karena ulah rayap.“Lalu?”Sebenarnya Cinta sudah lama tahu jika beberapa bagian rumahnya sudah mulai lapuk karena serangan rayap. Cinta sadar untuk melakukan renovasi pasti membutuhkan uang yang tidak sedikit, maka Cinta berniat setelah uangnya terkumpul baru akan memanggil tukang untuk dimintai bantuan. Untuk urusan desain Cinta sudah memiliki gambaran send
Selesai sudah renovasi rumah Cinta, jika ada yang tidak sesuai dengan desain yang sudah Cinta gambar itu adalah jumlah kamar di lantai mezzanine. Jika di dalam desain Cinta di sana akan dibuat dua kamar, tetapi Tegar hanya merapikan dengan finishing wallpaper dan hanya satu ruangan tanpa sekat sama sekali.Cinta mulai menata kamar tidurnya, hanya sesekali dia memanggil Tegar untuk membantunya saat harus memindahkan barang-barang yang cukup berat. Lega itulah kesan yang Cinta dapatkan dari kamar barunya. Tetapi ada yang membuat Cinta kurang nyaman yaitu kamarnya yang tidak ada sekat dan pintu, sehingga dia merasa waswas jika secara tiba-tiba mendatangi kamarnya. Seperti halnya saat ini, dengan sangat leluasa Tegar bisa datang dan pergi begitu saja.“Sebaiknya kasurnya di sini saja, bisa lebih dekat dengan jendela,” ucap Cinta yang mengarahkan agar Tegar mendorong kasur ke arah jendela.Cinta menyibakkan gorden hingga sinar matahari memasuki kamarnya. Jendela yang dibuat Tegar tepat di
Hari-hari pun dilalui pasangan ini seperti biasanya, meskipun sudah lebih satu bulan hidup bersama tetapi hubungan antara Cinta dan Tegar masih tetap terlihat canggung dan kaku. Cinta tetap bekerja seperti biasa sedangkan Tegar seperti terlalu asik menikmati hidupnya yang saat ini menjadi pengangguran.“Aku berangkat dulu,” pamit Cinta saat akan berangkat kerja, tampak Bella sudah menunggunya di luar.“Hmmm,” sahut Tegar yang masih tertidur.Seolah merasa terganggu tidurnya, Tegar langsung merubah posisi tidurnya yang semula miring menjadi tengkurap dan bantal yang dia gunakan kini beralih fungsi untuk menutupi kepalanya.Cinta hanya mendengus kasar lalu melangkah kaki keluar rumah dan menghampiri Bella. Di hapadan sang sahabat Cinta pun langsung melempar senyum terindah dari bibirnya untuk menutupi semua permasalahan yang sedang mendera hidupnya.Setelah menerima helm dari Bella, Cinta pun bergegas membonceng di belakang. Cinta merasa sangat beruntung bisa memiliki sahabat sebaik Bel
Terdengar suara pintu yang di gedor berulang-ulang, dari suaranya yang sangat keras hingga terasa memekakkan telinga sudah bisa dipasti jika saat ini pelakunya sendang dikuasai oleh amarah.Dengan tertatih dan hanya berbalut handuk, tubuh munggil Aura bergegas melangkah menuju ke arah pintu untuk segera membukanya. Meskipun telinganya sudah biasa dan hatinya pun sudah kebal dengan suara keras yang membentaknya atau kata-kata lembut yang yang berisi sindiran, tetapi tentu Aura tetap berusaha untuk menghindarinya. Bagaimana pun dia harus tetap menjaga hatinya agar bisa bertahan menikmati semua kemewahan yang dia peroleh dari statusnya sebagai istri Damar Sanjaya.Mengetahui pintu sudah mulai terbuka, Damar langsung mendorong pintu itu dengan keras, tanpa mempedulika jika di balik pintu Aura hampir saja terjatuh karena tidak siap dengan dorongan yang dilakukan oleh Damar.“Kak Damar!” panggil Aura dengan wajah yang terlihat ketakutan.“Layani aku malam ini!” ucap Damar dengan tatapan mat
“Beneran ini, Ta?” tanya Moelyana yang hampir tidak percaya dengan keputusan yang telah diambil Cinta.“Ya, Pak! Saya harus mengambil keputusan ini, bukan hanya untuk saya, tapi juga untuk masa depan rumah tangga adik saya.”“Sudah kamu serahkan ke HRD?”Cinta hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Moelyana.“Lalu apa rencanamu selanjutnya?”“Saya sendiri juga belum tahu, Pak! Mungkin ikut suami pindah ke Solo,” jawab Cinta yang terlihat masih meragu.Sebenarnya Cinta belum terlalu yakin untuk ikut Tegar pindah ke Solo. Sejujurnya berat hati Cinta untuk berpisah jauh dengan satu-satunya keluarga yang masih tersisa. Ya, ada rasa tidak tega meninggalkan Aura sendiri, masih terekam jelas di ingatan Cinta bagaimana perlakuan buruk Hesti kepada Aura, selain itu Cinta pun masih ingat jika sebelum pernikahannya dengan Tegar, Damar sempat mengungkapkan rencananya untuk menceraikan Aura.“Kalau kamu tidak jadi ke Solo, kamu bisa mencoba melamar ke M
“Bagaimana kalau kita menunda, kepindahan kita ke Solo?” tanya Cinta dengan ragu-ragu.Cinta segera mengalihkan pandangannya kala dia merasa tidak berani untuk beradu pandang dengan Tegar. Tampak kilatan emosi dari sorot mata tajam lelaki yang bergelar suami itu.“Kenapa?” tanya singkat Tegar yang terdengar sangat dingin. “Berat untuk berpisah dengan sang pujaan hati?” Dengan suara yang lembut, Tegar mencecar Cinta dengan pertanyaan yang terasa sangat menyudutkan.“Bukan itu, tapi ….” Cinta mencoba untuk berkilah tetapi bingung untuk menyusun kata-kata yang tepat sebagai alasan. “Gar! Aku mohon mengertilah!” ucap Cinta dengan tatapan mata seolah memohon kepada suaminya.“Apa yang harus aku mengerti?”“Aku tidak bisa meninggalkan Aura sendiri di sini.” Cinta pun langsung menundukkan kepalanya seusai mengucapkan kata-kata tersebut.“Aura tidak sendiri, Ta! Saat ini dia hidup bersama suami dan ibu mertuanya. Kalau pun kau tetap di sini apa yang akan kau lakukan dengan rumah tangga Aura?”
Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi, ternyata di malam yang dingin ini dengan terpaksa Tegar harus menuntaskan hasratnya sendiri. Sampai saat ini Tegar masih menunggu pengakuan Cinta tentang dirinya yang sedang mengandung anak Damar, bukan untuk mempermalukan wanita yang sudah berstatus sebagai istrinya tersebut, tetapi Tegar menganggap jika kepastian tentang siapa ayah dari anak yang sedang dikandung Cinta saat ini adalah suatu hal yang sangat penting.Tegar telah berjanji dalam hatinya jika dia akan mengakui anak Damar sebagai anaknya sendiri, karena bagaimanapun hubungan darah di antara mereka berdua memang tidak bisa dipungkiri. Meskipun mereka terpisah jarak, meskipun mereka memiliki nasib yang berbeda, tetapi Tegar merasa semua telah berjalan sesuai relnya. Damar yang merupakan anak yang lahir dari pernikahan yang sah sudah tentu memiliki hak sebagai pewaris dari semua kekayaan yang dimiliki oleh Dharma Sanjaya, sedangkan Tegar yang merupakan anak yang lahir di luar i