Kehidupan Luna Winterbourne terasa sangat memuakkan setelah ayahnya mempekerjakan Matteo Vicenzo sebagai bodyguardnya. Pria itu terlalu posesif, bahkan seolah tidak mengerti apa yang disebut privasi. Secara mengejutkan, suatu hal memalukan terjadi tepat di malam pertunangannya. Seseorang menjebaknya hingga Luna berakhir dalam satu ranjang dengan Matteo. Hal tersebut membuat ayah Luna murka, hingga berujung pada pengusiran dan pemecatan Matteo secara tidak terhormat. Ketika tidak ada lagi anggota keluarga yang menerimanya, Matteo menawarkan tempat untuk tinggal, yang jelas saja Luna terima, meski berat baginya untuk mempercayai bahwa bukan Matteo yang menginginkan kejadian memalukan itu terjadi. Seiring berjalannya waktu, Luna ahirnya mulai luluh dengan segala ketulusan Matteo. Cinta tumbuh di antara keduanya, sampai akhirnya Matteo mengakui siapa dia sebenarnya!
View MoreBugh!
Mata Luna yang terpejam saat menanti kecupan bibir dari Adrian seketika terbuka lebar saat melihat kekasihnya, Adrian, sudah tersungkur di atas tanah.Seolah belum puas melihat Adrian kesakitan dengan pukulan yang baru saja Matteo daratkan, Matteo Vicenzo yang merupakan bodyguard Luna, kembali menghujani pukulan di perut Adrian."Teo, hentikan!" pekik Luna Winterbourne yang berhasil membuat Matteo menghentikan pukulannya, sehingga tangan mengepal pria itu berhenti di udara.Gadis itu mendekati Adrian yang susah payah berusaha bangkit ke posisi duduk.Sentuhan Luna pada wajah Adrian yang memar seketika mendapat tepisan kasar dari kekasihnya."Aku sudah berulang kali mengatakan padamu untuk tidak membawa bodyguardmu saat kita bertemu! Dia selalu saja mengacaukan segalanya!" geram Adrian sebelum akhirnya bangkit perlahan dan pergi meninggalkan Luna.Alis Luna bertaut, dia sendiri tidak tau dari mana arah datangnya Matteo. Pria itu muncul tiba-tiba tanpa terdengar suara derap sepatu pantofel yang dia kenakan. Seingat Luna, dia sudah meminta agar Matteo hanya menunggunya di dalam mobil."Adrian, kau mau kemana?" panggil Luna yang sama sekali tidak Adrian hiraukan. Pria itu berjalan menjauhi bangku taman yang semula mereka duduki."Lihat apa yang sudah kau lakukan!" geram Luna sembari memijit pelipisnya yang berdenyut dengan satu tangan. Raut wajah gadis itu menunjukkan kekecewaan pada pria berwajah tanpa dosa di hadapan. Pria itu seolah tidak menyadari bahwa dia bisa saja membuat Adrian kehilangan nyawanya seandainya tetap menghujani calon tunangannya tersebut dengan pukulan. "Kau selalu saja datang di waktu yang tidak tepat!" maki Luna kemudian, yang membuat salah satu alis Matteo naik mendekati dahi.Matteo tidak menyangka jika gadis di hadapannya begitu bodoh sehingga mau meneruskan hubungan dengan pria yang nyaris memperkosanya seandainya Matteo tidak menguntitnya pada saat Adrian membawa Luna pergi berlibur."Hari sudah menjelang malam, Nona. Sebaiknya kita segera kembali ke rumah sebelum Tuan Alex meneleponku untuk menanyakan keberadaanmu." jawab Matteo sembari mengambil tas Luna yang semula terletak di atas kursi taman, lalu berjalan menuju mobil majikannya yang terparkir di bahu jalan."Hey, aku belum selesai bicara, jangan menginterupsi pembicaraanku!" pekik Luna yang dengan terpaksa mengikuti pengawalnya menuju mobil.Matteo membukakan pintu mobil untuk Luna dan kembali menatap gadis yang dia kawal dengan raut tanpa emosi."Silahkan masuk, Nona."Melihat ekspresi menyebalkan pengawalnya tersebut, seketika wajah Luna merah padam. Gadis itu melipat tangan di depan dada dan menatap Matteo dengan tatapan intens.Apakah pria di hadapannya itu tuli atau memang pura-pura bodoh dengan tidak merespon makiannya tadi?Untuk beberapa menit satu sama lain saling mendiamkan, hingga Matteo kembali menaikkan salah satu alisnya mendekati dahi dan menunjuk ke dalam mobil."Aku mau pulang bersamamu, tapi dengan satu syarat!" ucap Luna membuka sesi negosiasi."Katakan apa syarat itu." jawab Matteo dengan satu tarikam nafas. Dia merasa enggan melayani pembicaraan Luna yang sering kali bersikap kekanak-kanakan."Mulai sekarang, berhenti untuk mengikuti kemana pun aku pergi! Aku sangat muak denganmu!" Luna menekan dada bidang bodyguardnya dengan jari telunjuk, yang membuat mata Matteo mengerling ke arah jari lentik yang sedang menyantuh dadanya. "Bagaimana? Apakah kau bisa menyetujui persyaratan dariku?"Matteo menggenggam tangan Luna dan menjauhkan jari gadis itu dari dadanya."Saya bersedia untuk tidak lagi mengikuti kemana pun Nona pergi, asalkan dengan persetujuan Tuan Alex." jawab Matteo sembari memasukkan gadis itu secara paksa ke dalam mobil dan langsung menguncinya.Setelah peristiwa menyebalkan di taman sore itu, Luna langsung menemui ayahnya di ruang kerja pria tersebut. Dia sudah sangat muak dengan kelakuan bodyguardnya yang super menyebalkan.Suara ketukan pintu membuat Alex yang baru saja merapihkan meja kerjanya menyahut agar seseorang di seberang pintu masuk ke ruang kerjanya."Ku lihat langit senja sore ini cukup cerah. Tetapi mengapa wajahmu mendung, Darling?" Alex langsung melempar pertanyaan saat mendapati putri kesayangannya masuk ke ruang kerja dengan wajah murung.Luna langsung mengambil posisi duduk dengan kedua tangan terlipat di depan dada, bibir gadis itu mengerucut, itu tandanya sesuatu yang menyebalkan baru saja terjadi. Alex tahu, bahwa gadis itu akan mengadukan suatu hal padanya.“Katakanlah putriku, apa yang ingin kau adukan kepada ayah?” tanya Alex sembari tersenyum dan menatap dengan teduh wajah putrinya tersebut.Tak berselang lama, Matteo masuk ke dalam ruang kerja Alex membawakan tas ransel milik Luna. Pria 32 tahun tersebut ingin mendengar apakah Alex akan menyetujui permintaan Luna yang menginginkannya untuk tidak lagi mengikuti kemanapun gadis itu pergi.Tatapan Luna dan Matteo sempat bertemu, namun dengan cepat Luna membuang wajah dari pria itu.Alex yang melihat gesture putri kesayangannya tersebut seketika menautkan alis. Apa yang sebenarnya terjadi antara Luna dan Matteo?Luna berdaham sebelum mengutarakan permintaannya pada ayahnya.“Ayah, mulai sekarang aku tidak ingin Matteo mengikutiku kemana pun aku pergi.” ucap Luna lalu mendengus setelahnya. Gadis itu sendiri pun sudah bisa menebak, bahwa permintaannya tersebut tentu tidak disetujui oleh ayahnya.Alex tampak menimbang. Pasti ada sesuatu yang mendasari permintaan putri kesayangannya tersebut.“Sulit bagi ayah untuk menyetujui permintaanmu, Luna. Kau putri kesayangan ayah, dan ayah tidak ingin sesuatu tak diinginkan terjadi padamu.” Alex melepas kacamata baca yang semula bertengger di batang hidungnya, sembari menegakkan posisi duduk. Pria itu meletakkan kedua tangannya yang terlipat di atas meja, menunjukkan gesture bahwa dia siap medengar penjelasan Luna dengan seksama.“Hari ini dia sudah memukul Adrian, Ayah.” ucap Luna sembari melirik sinis ke arah Matteo yang berdiri di sampingnya.Kernyitan di dahi Alex semakin dalam, karena menurutnya tidak mungkin jika Matteo memukul calon tunangan putrinya tersebut tanpa alasan.“Benarkah begitu, Matteo?” tanya Alex sembari melarikan tatapannya ke arah bodyguard yang dia pilih untuk menjaga Luna.“Benar, Tuan.” tanpa sedikit pun perasaan gentar Matteo mengangguk.“Mengapa kau melakukannya?” pertanyaan Alex membuat Luna menoleh cepat ke arah Matteo, Luna berharap pria itu tidak akan menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Alex.“Karena tuan Adrian berusaha mencium bibir Nona Luna, Tuan. Sudah menjadi tugasku sebagai pengawal melindungi niat buruk seseorang kepada putri Anda.”Seketika kedua mata Luna terbuka lebar, dia tidak menyangka bahwa Matteo benar-benar menceritakan kejadian sebenarnya. Seketika rona merah menjalari pipinya karena merasa malu.“Apa maksudmu mengatakan bahwa Adrian memiliki niat buruk? Aku dan Adrian sebentar lagi akan bertunangan, dan melakukan ciuman bibir adalah hal yang wajar bagi sepasang kekasih.” Luna mengibaskan sebagian rambut yang berada di bahunya ke belakang, entah mengapa tiba-tiba udara terasa panas baginya.Alex menggeleng sembari tersenyum. Dia begitu bangga dengan Matteo yang benar-benar menjaga anak gadisnya, Matteo bahkan berani melarang Adrian dengan tegas saat hendak mencium Luna, meski Matteo tau bahwa Adrian merupakan calon tunangan Luna.Segala yang Alex inginkan atas seseorang yang menjaga putri kesayangannya ada pada diri Matteo. Karena Alex sangat berharap Luna tetap terjaga kehormatannya, sampai seorang pria mengucapkan janji pernikahan terhadap Luna di hadapannya.“Maafkan ayah, Luna, tapi apa yang dilakukan Matteo sudah benar. Kau putri kesayangan Ayah, dan Ayah ingin kehormatanmu tetap utuh, walau yang hendak merenggutnya adalah calon tunanganmu sendiri."Seketika Luna melayangkan protes," Ayah, aku dan Adrian hanya sekedar berciuman, kami tidak terpikir untuk melakukan hal yang lebih jauh dari itu! Dan berulang kali Adrian handak melakukannya, Matteo selalu saja menggagalkan!" gadis itu melihat Matteo dengan tatapan menghunus, namun tentu saja hal itu tidak membuat Matteo gentar.Matteo berdeham untuk menyuarakan sebuah kalimat yang seketika itu juga disetujui oleh Alexander, namun tidak dengan Luna."Maaf, saya disini berbicara tanpa maksud memprofokasi. Mungkin Nona hanya akan diperlakukan lembut seperti berpegangan tangan awalnya. Setelah itu dia akan mencium pipi dan juga bibir. Dan ketika tidak ada penolakan dari Anda dan dia berhasil membuat Anda merasa terbiasa dengan perlakuannya, hal yang lebih jauh sangat mungkin untuk terjadi." jelas Matteo sembari menatap Luna dengan tatapan kemenangan."Tutup mulutmu, Rosaline!" bentak Alexander yang seketika membungkam mulut Rosaline. Membuat wanita paruh baya itu kembali tersadar dengan kemarahan Alex yang diakibatkan oleh ulah Emily. Wanita paruh baya itu pun bersikap lebih tahu diri untuk saat ini. Melihat keberanian dan kewibawaan yang terpancar nyata pada diri Matteo membuat Alex ingin mendengar lebih banyak apa yang hendak Matteo sampaikan. "Lanjutkan," pinta Alex. "Begini, Tuan. Dalam satu pekan ke depan, saya dan putri Anda akan melangsungkan pernikahan. Kiranya Tuan bersedia menghadiri acara pernikahan kami." Matteo berucap lugas. Luna menatap kagum pada Matteo yang dengan tenang mengatakan maksud kedatangannya ke rumah itu. Dadanya dipenuhi rasa hangat mendengar suara menenangkan Matteo, sehingga muncul keberanian Luna untuk berbicara kepada Alex. "Benar. Kami akan segera menikah. Kami harap Ayah merestui dan sudi untuk datang ke acara pernikahan kami." Rosaline yang berpikir bahwa Luna terlalu naif tertawa ker
Seketika ucapan yang keluar dari bibir Adrian memantik amarah Rosaline dan Alexander. "Apa maksudmu tidak mungkin?" tanya Alex dengan rahang mengetat. Pria paruh baya itu yakin bahwa Adeia adalah satu-satunya pemuda yang menjalin kedekatan dengan anak tirinya. Adrian tertawa hambar. Tampak sekali dia sedang mentertawakan semua orang yang ada di ruang tamu itu. "Bagaimana mungkin dia hamil anakku, sedangkan aku selalu membuang sepermaku di wajah dan mulutnya. Itu semua aku lakukan semata-mata agar dia tidak hamil. Aku bahkan tidak mencintai Emily, Tuan Alex yang terhormat," jawab Adrian sembari tersenyum miring. Seketika ulu hati Emily terasa sakit, rasa sesak memenuhi dadanya. Sesaat dia lupa bagaimana cara bernapas. "Adrian ..." lirih Emily dengan suara parau, air mata menggenangi kedua matanya. "Jadi selama ini kau ..." Adrian menoleh ke arah Emily dan menatap gadis itu dengan sorot mata penuh amarah. "Aku apa? Hanya menjadikanmu pelampiasan nafsuku? Harusnya kau ingat
Seperti pagi-pagi sebelumnya. Matteo yang baru saja selesai menyiapkan menu sarapan langsung melempar senyuman kepada Luna yang baru saja selesai berdandan dan berjalan mendekati meja makan. "Cepatlah makan selagi makanan masih hangat," ucap Matteo sambil menarik salah satu kursi dan mempersilahkan Luna duduk. "Hmm." Luna duduk dan tersenyum simpul. Gadis itu mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, tetapi kali ini dengan gerak ragu, tidak seperti biasanya. Raut kegelisahan di wajah Luna tentu saja tak luput dari perhatian Matteo. Pria itu pun mereguk air dalam gelasnya, sebelum akhirnya bertanya kepada Luna. "Apa kau baik-baik saja, Sayang? Kau sedang merasa tidak enak badan?" Luna menarik napas dalam. "Aku ragu. Apakah Ayahku akan menerima kehadiran kita nanti?" Pertanyaan Luna melemparkan ingatan Matteo pada kejadian beberapa bulan yang lalu, saat Alexander mengusir Luna dan dirinya yang menjenguk Alexander di rumah sakit. Matteo mengatupkan rahangnya. Dia begitu benc
Malam itu Luna dan Matteo kembali ke apartemen mengendarai sedan tua yang selama ini Matteo pakai. Di sepanjang perjalanan Luna terus menatap Matteo yang fokus mengemudi. Jalanan yang mereka lalui cukup ramai, tetapi perhatian Luna hanya terfokus pada entitas pria berbadan gagah yang sedang fokus mengemudi. Matteo yang menyadari bahwa ia sedang diperhatikan lantas menoleh sekilas. "Mengapa kau menatapku seperti itu?" "Apa yang sebenarnya kau sembunyikan selama ini? Siapa kau sebenarnya?" Kali ini Luna ingin mendengar penjelasan Matteo. Apa yang dia lihat hari itu bagaikan mimpi. Mendengar pertanyaan Luna yang tidak bisa dia anggap sebagai pertanyaan ringan, Matteo pun menepikan kendaraannya. Sudah saatnya dia mengakui siapa dia sebenarnya. Matteo mematikan mesin mobil, lalu menghela napas setelahnya. "Baiklah, aku mengakui. Aku adalah CEO Magnolia Spring Resort. Dan aku juga yang meminta Stefano untuk menerimamu bekerja di sana," ungkap Matteo, melempar ingatan Luna pada set
Pertanyaan mengejutkan yang keluar dari mulut Alessia membuat Luna terbatuk. Gadis itu sampai kesulitan bernapas dan berulang kali menepuk dadanya. "Luna? Are you okay, Dear?" tanya Matteo. Raut wajah pria rupawan itu terlihat cemas melihat wajah Luna yang memerah. "Aku baik-baik saja," jawab Luna, sembari berdeham, kembali mengatur ekspresi. "Ibu, kami baru saja datang, mengapa Ibu langsung menanyakan itu?" tanya Matteo dengan nada protes yang berhasil membuat Alessia mengernyitkan dahinya. "Kau tahu bagaimana watak ibumu ini, Matt. Ibu tidak suka berbasa-basi," Alesaia mengedikkan bahu. "Tapi, Bu," "Apanya yang tapi? Gadis ini menerimamu saat kau menyamar sebagai pria biasa. Bukankah tipe wanita tulus yang tak gila harta seperti dia yang kau cari?" Salah satu alis Alessia naik mendekati dahi. Dia tidak ingin kalah dari perdebatan itu. Luna yang berada di antara Matteo dan Alessia berulang kali mengerjapkan mata lentiknya. 'Matteo bahkan menyamar menjadi pria bias
Hari itu menjadi hari paling bahagia bagi sepasang kekasih yang baru saja keluar dari gedung The Battle Ring sambil bergandengan tangan, bersama Stefano yang berjalan mendahului mereka dan membukakan pintu untuk Luna dan Matteo di kursi penumpang belakang. "Kemana kita akan pergi, Tuan?" tanya Stefano sembari melihat penumpang di kursi belakang melalui kaca sepion atas. "Pulang ke rumah orang tuaku," jawab Matteo yang kali ini terang-terangan bersikap wajar layaknya seorang atasan kepada bawahannya. Di tempatnya duduk saat ini, Luna masih tidak mengerti. Selama ini dia mengenal Stefano sebagai CEO di hotel tempatnya bekerja dulu, dan dari cerita Matteo, dia mengenal Stefano dan mereka menjadi teman, sehingga Matteo diberikan hak untuk leluasa keluar masuk Magnolia Spring Resort. Tetapi apa yang dia lihat saat ini membuatnya bertanya-tanya. Jelas sekali Stefano bersikap layaknya bawahan Matteo, dan dari sisi Matteo aura kepemimpinan sangat dominan. Gadis itu hanya menggigit
Di sebuah apartemen yang disewakan Adrian untuk tempat tinggal Luna. Gadis itu menatap ke luar jendela yang menampilkan lalu lalang kendaraan yang cukup ramai. Situasi jalanan itu seolah menggambarkan pikirannya yang saat ini sangat penuh dengan kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi hari itu; Matteo kalah dari Adrian, dan dia menepati janjinya untuk melepas Luna. Gadis itu sudah melihat betapa gigihnya Adrian berlatih untuk mempersiapkan diri melawan Matteo. Gadis itu menyentuh liontin dari kalung yang dia pakai. Hadiah ulang tahun dari Matteo, pemberian yang sangat berharga dari pria yang sangat dia cintai. Bayangan makan malam romantis di hari ulang tahunnya kembali berkelibat di dalam kepalanya. Saat itu, Matteo adalah satu-satunya orang yang mengingat hari ulang tahun Luna. Akankah romantisme di antara keduanya hanya akan menjadi kenangan dan menyisakan Luna yang akan menerima kenyataan pahit, bahwa Matteo benar-benar melepasnya dan keduanya mencari jalan hidup masing-masin
Alaram di ponsel berbunyi yang membuat Matteo terbangun. Segera ia mematikan alaram agar ponselnya berhenti berdering, khawatir mengusik Luna yang masih terlelap. Mata pria tersebut terbuka lebar saat mendapati Luna tidak berada di sampingnya. Segera Matteo bangkit dari ranjang dan mencari keberadaan Luna. Dia tidak ingin kekasihnya yang sedang hamil kelelahan karena menyiapkan sarapan di dapur. Tetapi saat tiba di dapur, hanya kesunyian yang ia dapati. Semua peralatan dapur masih berada pada tempatnya. Pun saat dia menoleh ke arah kamar mandi. Pintu ruangan tersebut terbuka, tidak ada siapa-siapa di sana. Seketika Matteo menyugar rambut hitamnya dan mulai berpikir di mana keberadaan Luna. "Tidak biasanya dia keluar tanpa memberi tahuku," gumam Matteo sembari menggeleng. Perasaannya mendadak kalut. Seolah kepergian Luna kali itu merupakan sesuatu yang tidak wajar. Pria berbadan tinggi besar itu kembali ke kamar untuk mengambil ponselnya. Segera ia melakukan panggilan tetep
Luna memejamkan kedua matanya dengan paksa saat mendengar pintu apartemen terbuka. Dia memilih untuk berpura-pura tidur daripada meluapkan amarahnya malam itu. Jantung Luna berdenyut nyeri saat pria yang ia tunggu kepulangannya berjalan mendekatinya. Matteo mengelus rambut Luna, mengecup kening perempuan itu cukup lama dan menghirup aroma harum rambut perempuan itu untuk mengisi paru-parunya. Aroma harum rambut Luna sedikit membuat Matteo merasa tenang, setelah malam itu dia menemui mantan kekasihnya tanpa sepengetahuan Luna. Tangan Matteo membelai wajah rupawan perempuan itu. Seketika dahi pria itu mengernyit, dia baru menyadari kelopak mata Luna menghitam, mascaranya luntur karena ia menangis. Matteo tersenyum. Dia berpikir bahwa Luna sengaja berdandan malam itu untuk menyambutnya. Pun bibirnya yang terpoles lipstik merah muda yang membuat Matteo gemas. Pria itu mengecup singkat bibir Luna dan berucap; "Maaf telah membuatmu terlalu lama menunggu malam ini", sebelum akhirnya berbar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments