“Oh iya, aku lupa!” Dia membuka tas, mengambil sesuatu. Itu adalah toples, ukurun mini. Tas yang dia pakai adalah tas yang biasa di gunakan cewe - cewe pada umumnya.
“Ini, ada oleh – oleh dari Kakak ku, dia baru tiba dari belanda siang ini.” Aku membukanya, isinya adalah cokelat. Dia tahu aku sangat menyukai cokelat. Sudah umum bagi dua insan untuk lebih peka, apalagi untuk soal apa saja yang di suka dan yang tidak di sukai.
“Makasih ya, salam untuk Kakak mu! Aku juga punya sesuatu untukmu, sekarang tutup matamu”
dia menurut, aku segera berdiri dari tempat kami duduk, berlari - lari kecil menuju tempat parkiran, membuka jok motor dan mengambil hadiah yang akan kuberikan padanya.“Sekarang buka matamu” SURPRISE!!! Raut wajahnya terlihat senang saat tahu hadiah yang kuberikan adalah buku yang selama ini dia tunggu.
Matanya sampai bekaca – kaca karena bahagia. Sebelum bertemu, aku menyempatkan diri untuk membelikan buku, sebagai hadiah sebelum aku berangkat. Gara – gara buku itu, malam ini aku tidak makan. Uangku habis. Bukan masalah serius, masih bisa diganjal dengan cokelat, oleh – oleh dari Kakaknya, Kebetulan yang menyenangkan.
“Makasih yank, kau benar – benar pengertian. Sebenarnya, besok aku sudah punya rencana untuk membeli buku ini dan aku ingin kamu yang menemaniku untuk membelinya!” Dia segera menyekah ujung matanya. Akan terasa ganjil jika harus menangis karena buku.
30 menit berlalu dengan cerita – cerita ringan, di isi canda dan tawa. Bagaimanapin juga aku harus membuatnya merasa nyaman sebelum aku masuk ke inti pembicaraan. Baiklah_
“Mmm, yank, ada hal penting yang ingin kukatakan padamu!” Kali ini aku menggunakan panggilan sayang, meskipun aku tau itu agak membuatku merasa aneh. Aku berusaha sesantai mungkin.
“Aku sudah tahu kok, bukankah kita akan selalu bertemu disini jika ada hal penting yang ingin di bicarakan. Aku ingat terakhir kali kita bertemu di tempat ini, malam itu benar – benar malam yang panjang bagiku, tak peduli hujan yang membasahi tubuh, tak peduli angin yang berhembus kencang, tak peduli dengan tatapan orang – orang yang berlari mencari tempat berteduh, satu mil pun tidak bergerak, bagai patung yang bernyawa, saling menatap satu sama lain. Suaramu mengalahkan derasnya hujan dimalam itu. Kata – kata yang akhirnya membuatku yakin akan cintamu, Kau benar – benar berbeda Ciang, aku tidak tahu apa masih ada orang sepertimu di dunia ini. Pertemuan yang tidak akan pernah terlupakan”
Dia benar, pertemuan itu tidak akan pernah terlupakan, pertemuan yang membuat waktu seakan berhenti berputar, tak ada logika, perasaan mengambil alih pikiran. Pertemuan yang akhirnya membuat kami menjalin hubungan yang serius. Tapi, 3 bulan setelah kepergianku, semuanya menjadi rumit_“Hal penting apa yang ingin kau katakan padaku? Apa kau tahu! Bertemu ditempat ini selalu membuat emosiku terbagi antara penasaran dan takut!” Suaranya terdengar lembut dan ada kekhawatiran disana.
Ya Tuhan, aku tidak tega mengatakan ini padanya, aku harus bagaimana.
“Ak,, ak,, aku mau__” sial, kenapa aku jadi kaku begini.
“Kau mau apa yank??”
Aku menarik napas dalam – dalam.“Aku mau bilang,,__ dua hari lagi aku akan pergi” seketika suasana memjadi lengang, Qilla sempurna menatapku.
“Maafkan aku karena semua ini serba mendadak, seharusnya aku memberitahumu dari awal”Mendengar ucapanku, Qilla hanya menggigit bibirnya, tatapan matanya mulai redup. Aku segera menggenggam tangannya.
“Apa kau percaya padaku?" Dia mengangguk.
“Apa kau tahu? Andai saja aku punya segalanya, aku tidak akan pernah mengucapkan kata pergi untukmu! Akan kubuang kata itu jauh – jauh, 2 tahun lebih kita menjalin hubungan ini, melewati semuanya bersama. Kita tidak pernah menyerah, aku sangat beruntung bisa memilikimu dan bisa merasakan perasaan cintamu yang tulus. Aku akan merindukanmu, merindukan senyummu, merindukan bola matamu yang indah, merindukan pelukan hangatmu,, dan aku akan__”
Qilla tiba – tiba melepas genggaman tanganku, bola matanya berair. Dia segera memelukku.“Aku mencintaimu Ciang, meski aku tidak mengerti apa arti kata cinta itu sendri, hati ini selalu menyebut namamu, hati ini tidak relah berpisah, hati ini punya mimipi! Mimpi untuk hidup bersama, hati ini terlalu egois untuk memilikimu, maafkan aku Ciang, aku mencintaimu, tidak, aku terlalu mencintaimu. Andai saja aku bisa, aku ingin ikut bersamamu, kemanapun itu tidak masalah asal bisa selalu bersamamu. Kau tidak perlu mengakatan apa – apa lagi, aku tidak ingin mendengarnya, biarlah aku menangis dalam pelukanmu.”
Menangislah Qilla, menangislah sepuasmu.kali ini aku akan membiarkanmu melakukannya. Biarlah malam ini membungkus semua kesedihanmu. Aku tahu, ini terlalu berat. Tanpa harus mendengar semua keluh kesahmu, aku tahu kau tidak merelakan diriku. Maafkan aku Qilla. Aku benar – benar minta maaf, aku harus pergi.
Bersambung #Sentani, Jayapura
Alhamdulillah setibanya di Ambon, beliau langsung di bantu oleh Ayahnya Ahmad. Rumah pengungsi yang di janjikan pemerintah benar – benar dibangun, dengan ukuran 2×3m per unit. Sebagian orang mungkin akan bertanya – tanya mengapa rumah pengungsi yang dibangun terlalu kecil! Apa jadinya bila satu kepala keluarga berjumlah 4 atau 5 orang atau bahkan lebih. Karena ukurannya yang terbilang kecil, ada sebagian warga yang memilih untuk mencari tempat tinggal di tempat lain. Entah itu dengan mengontrak rumah atau hanya sekedar mencari kerabat dekat. Meskipun terbilang kecil setidaknya ada hunian, bukan! Kebetulan saat itu Ayahnya Ahmad adalah kepala RT di komplek pengungsian. Ibuku diberikan satu unit. Biar bagaimanapun, Ibuku adalah korban dari kerusuhan kota Ambon dan sudah seharusnya beliau mendapatkan bagiannya. *** Setelah Ibu menjelaskan keadaan kami. Alahamdulillah pamanku tidak keberatan, toh juga si Adit hanya mampir. Beliau meminta agar Ibuku tidak perlu repot – repot mengurus si
Sebelum matahari terbit, aku langsung menuju pasar. Pagi ini aku sendirian, aku tidak mengajak Fahri ataupun Umar. Mereka masih tidur. Terlalu pulas untuk dibangunkan. Lagipula tidak ada lagi taruhan diantara mereka. Juli juga tidak pernah lagi bermalam disini. Dan itu membuat Umar tidak mempunyai partner untuk bertaruh dengan Fahri. Orang – orang mulai memadati pasar. Dari pedagang, pembeli hingga orang – orang yang hanya sekedar mampir untuk memanjakan mata. Semuanya menyatuh dalam satu frame.Ratusan kata terdengar samar – samar ditelingaku. Ada yang sedang menawar harga barang karena ingin membeli, ada juga yang hanya sekedar iseng menawar seakan ingin membeli dan itu sudah menjadi seni layaknya musik pengantar. Seakan ingin memberikan sentuhan terakhir, suara roda dua dan empat tidak luput dari perhatianku. Bukan karena itu mobil sport atau harley davidson, akan sangat lucu jika itu benar - benar terjadi. Itu hanyalah angkutan umum dan ojek yang selalu setia menunggu penumpang.
“Apa istrimu memang selalu seperti itu! Atau,, apa karena aku membeli ini?” aku segera melontarkan pertanyaan saat aku turun dari motornya sambil menunjukan ponsel yang baru saja aku beli beberapa waktu yang lalu. Sebenarnya aku sudah ingin bertanya sejak aku masih berada di rumahnya, tapi urung karena aku rasa itu akan terlihat sedikit tidak sopan, aku juga tidak ingin membuat suasana menjadi canggung. Dan aku rasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk bertanya. Sejujurnya aku tidak akan terlalu perduli jika saja ini terjadi kepada orang lain. Tapi biar bagaimanapun dia adalah iparku, istri dari kakak kandungku. Aku tidak bisa diam saja sebagaimana biasanya aku bersikap. Kebetulan di halaman rumah ada beberapa kursi, kami segera duduk. Dia merabah sak celananya, meraih bungkusan rokok, mengambil sebatang. Pangkal bibirnya mengapit bagian filter kemudian menyalahkan pematik sebelum satu tarikan itu menyemburkan asap yang cukup menutup sebagian wajahnya. “Aku rasa pertanyaanmu suda
Menerutku, pemicunya tidak lain adalah karena hubungan darah. Alih – alih memikirkan hubungan darah, skenario terburuknya bahkan kalian akan di peralat. Berbisnis dengan keluarga lebih cenderung berakhir dengan perselisihan. Rasa was – was tidak akan terhindarkan. Ya, tapi kembali lagi, selama bisa me_manage hubungan darah dalam bisnis, aku rasa semuanya akan baik – baik saja. Lain lagi ceritanya jika membangun sebuah bisnis dan bekerja sama dengan orang luar, kedua bela pihak akan saling terbuka dan berusaha meminimalisir kesalah pahaman. Pritoritasnya adalah kepercayaan. Dari pada hanya sekedar memanfaatkan keuntungan pribadi, mereka akan lebih cenderung meningkatkan progres usaha yang di jalankan. Kalaupun ada yang berani bermain di belakang, itu karena memang dari awal sudah di rencanakan. Tapi kemabli lagi kepada diri sendiri. Selama tidak ada niatan untuk memanfaat kerabat atau pun orang luar! Tidak akan ada keriguan yang berarti. Setidaknya semuanya akan baik – baik saja, buk
Aku tidak perduli bagaimana sistem gaji disini khususnya bagi pedagang orang buton yang menyimpan gaji karyawan dengan iming – iming akan di berikan saat mereka pulang kampung atau paling tidak harus bertahan selama 3 tahun dengan imbalan akan di bantu menjajaki usaha dengan bantuan modal. Jadi begini! Pertama, setelah karyawan kios mampu bertahan selama 3 tahun. Mereka akan diberikan tanggung jawab untuk menjalankan sebuah usaha. Dalam hal ini mereka akan di berikan kios untuk di jalankan sendiri tanpa campur tangan orang lain. Mulai dari biaya kontrak kios hingga barang – barang yang di perlukan sesuai dengan kebutuhan pasar. Kedua, mereka akan di minta untuk mengisi barang – barang yang di butuhkan. Karena baru akan memulai sebuah usaha. Mereka tidak di berikan pilihan selain mengambil barang dari sang Bos. Setelah semua keperluan sudah terlaksana, Barulah sang Bos dan karyawan akan menghitung semua biaya yang di keluarkan. Biasanya, seorang karyawan di gaji Rp. 300.000/bulan. K
Saat aku menatap salah satu di antara mereka, aku tersenyum sambil sedikit membungkukan badan, berlalu mengikuti Kakak Ku. Selanjutnya aku asyik menonton melihatnya memasak.Fahri sudah pernah memberitahuku soal Kakak ku yang jago memasak. Dia menyalahkan kompor, menyiapkan wajan, tak lupa juga menuangkan minyak goreng.Aku mengamatinya dengan cermat, barangkali saja aku bisa sedkit belajar. Sambil menunggu minyak di panaskan. Dia menuangkan tepung bumbu di baskom mini, sepertinya dia akan membuat filet udang.Pyak,, pyak,, pyak!Suara itu terdengar mendominasi saat udang yang memang sudah di baluri tepung bumbu berenang ke dalam minyak yang sudah panas. Sambil menunggu, Perhatiannya teralihkan, dia mengambil pisau dan talenan.Mengiris beberapa bawang, cabe dan tomat. Tidak akan berlebihan jika aku berkata bahwa aku sedang menyaksikan perlombaan memasak, hanya saja kontestan yang mengikuti lomba hanya dia sendiri. Hehehe!Dia mengambi