Share

Bab 13

Penulis: Ciang #17
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-07 17:30:50

“Hallo,,!!” Suaranya terdengar berat, mungkin karena masih setengah sadar.

“Apa aku mengganggu tidurmu?” jelas aku mengganggu tidurnya, ini sudah larut, tapi untuk sebuah hubungan asmara, terlebih jalinan hubungan yang sudah berjalan dua tahun lebih, itu bisa ada sedikit pengecualian.

 

“Tidak kok, tumben telfon jam segini, ada apa yank?” Suaranya masih terdengar berat di telingaku. Apa kalian bisa bayangkan sebesar apakah rasa cintanya padaku? Dalam keadaan setengah sadar, dia masih memanggilku dengan panggilan sayangnya. Aku benar – benar beruntung, lebih dari itu dia juga cantik.

“Ada yang ingin ku sampaikan padamu, besok jam 8 malam kita bertemu di tempat biasa.”

“Ia, yank”

“Baiklah, mat bobo, love you!”

"Love you to!"

"Tut tut tut.."

Tadinya aku ingin mengatakannya secara langsung via telfon, tapi urung, lebih baik jika langsung bertemu, aku rasa itu juga jauh lebih baik.

Namanya Qilla, Ambon tulen. Aku mengenalnya melalui salah satu platform sosial media. Awalnya aku hanya iseng ingin mengenal dan barang kali saja kalau beruntung kami bisa menjalin hubungan, tapi seiring berjalannya waktu, kami benar - benar memutuskan untuk menjalin hubungan dengan serius, semaunya terjadi begitu saja dengan cepat.

3 bulan lagi hubungan kami memasuki tahun ketiga. Kedua Orang Tua kami juga sudah mengetahui hubungan ini, aku sering berkunjung kerumahnya, begitu juga dengan dia. Pernah suatu hari dia melakukan hal yang tidak pernah terbayangkan olehku.

Dengan penuh percaya diri, dia memberanikan diri untuk menemani Ibuku berjualan di trotowar, tepatnya Jl A. Y. Patty. Salah satu tempat yang cukup ramai. Dia tidak merasa malu sedikitpun, tidak ada rasa gengsi, minder atau apalah sebutannya.

Aku tidak tahu makhluk apa yang merasuki dirinya sampai berani melakukan hal yang justru akan membuat dirinya terlihat rendah di mata orang - orang yang melihat. Apa dia lupa jika Kehidupan di kota ini serba gengsi, tapi yang aku lihat, itu tidak membuatnya terganggu, sangat jauh berbeda dengan mantan – mantanku sebelumnya, yang hanya ingin pacaran untuk bersenang – senang.

Dia tidak seperti itu, bahkan dia pernah bilang siap hidup susah andai nanti suatu hari nasib buruk menimpahku. Aku tidak tahu apa kalimat itu didasari dengan logika atau hanya karena rasa cintanya yang terlalu besar.

Aku tidak ragu dengan cintanya, tapi melihat umurnya yang masih terlalu mudah untuk membicarakan masalah kehidupan dimasa yang akan datang, aku rasa itu terlalu buru – buru. Aku rasa kehidupan tidak sesederhana kata - kata yang hanya terucap di mulut.

Apa saja bisa terjadi. Tidak ada yang tahu. Statusnya juga masih anak sekolahan ( SMA ). Tahun ini adalah tahun terakhir baginya mengenakan seragam abu – abu.

Keesokan harinya, tepatnya jam 8 malam kami bertemu. Tempat kami bertemu malam ini adalah tempat dimana pertama kali kami bertemu yaitu Lapangan Merdeka. Jika ada hal penting yang ingin dibicarakan, maka Lapangan Merdeka adalah tempatnya. Meskipun disebut Lapangan Merdeka, aku lebih suka menyebutnya Taman.

Pukul 8 malam aku menuju taman, dia sudah berada disana saat aku tiba. Dia tersenyum melihatku. Aku segera menghampirinya.

“Maaf, aku terlambat”

“Tidak apa – apa yank, aku juga baru tiba kok” dia tersenyum padaku.

Ya Tuhan, aku akan merindukan senyum manis ini.

“Kita duduk disitu saja ya” telunjuknya mengarah ke salah satu bangku yang berhadapan langsung dengan air pancuran. Aku tersenyum, tidak keberatan.

Ciang #17

Mohon dukungannya😊🙏

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ketika Adat Menentang Cinta   Bab 35

    Alhamdulillah setibanya di Ambon, beliau langsung di bantu oleh Ayahnya Ahmad. Rumah pengungsi yang di janjikan pemerintah benar – benar dibangun, dengan ukuran 2×3m per unit. Sebagian orang mungkin akan bertanya – tanya mengapa rumah pengungsi yang dibangun terlalu kecil! Apa jadinya bila satu kepala keluarga berjumlah 4 atau 5 orang atau bahkan lebih. Karena ukurannya yang terbilang kecil, ada sebagian warga yang memilih untuk mencari tempat tinggal di tempat lain. Entah itu dengan mengontrak rumah atau hanya sekedar mencari kerabat dekat. Meskipun terbilang kecil setidaknya ada hunian, bukan! Kebetulan saat itu Ayahnya Ahmad adalah kepala RT di komplek pengungsian. Ibuku diberikan satu unit. Biar bagaimanapun, Ibuku adalah korban dari kerusuhan kota Ambon dan sudah seharusnya beliau mendapatkan bagiannya. *** Setelah Ibu menjelaskan keadaan kami. Alahamdulillah pamanku tidak keberatan, toh juga si Adit hanya mampir. Beliau meminta agar Ibuku tidak perlu repot – repot mengurus si

  • Ketika Adat Menentang Cinta   Bab 34

    Sebelum matahari terbit, aku langsung menuju pasar. Pagi ini aku sendirian, aku tidak mengajak Fahri ataupun Umar. Mereka masih tidur. Terlalu pulas untuk dibangunkan. Lagipula tidak ada lagi taruhan diantara mereka. Juli juga tidak pernah lagi bermalam disini. Dan itu membuat Umar tidak mempunyai partner untuk bertaruh dengan Fahri. Orang – orang mulai memadati pasar. Dari pedagang, pembeli hingga orang – orang yang hanya sekedar mampir untuk memanjakan mata. Semuanya menyatuh dalam satu frame.Ratusan kata terdengar samar – samar ditelingaku. Ada yang sedang menawar harga barang karena ingin membeli, ada juga yang hanya sekedar iseng menawar seakan ingin membeli dan itu sudah menjadi seni layaknya musik pengantar. Seakan ingin memberikan sentuhan terakhir, suara roda dua dan empat tidak luput dari perhatianku. Bukan karena itu mobil sport atau harley davidson, akan sangat lucu jika itu benar - benar terjadi. Itu hanyalah angkutan umum dan ojek yang selalu setia menunggu penumpang.

  • Ketika Adat Menentang Cinta   Bab 33

    “Apa istrimu memang selalu seperti itu! Atau,, apa karena aku membeli ini?” aku segera melontarkan pertanyaan saat aku turun dari motornya sambil menunjukan ponsel yang baru saja aku beli beberapa waktu yang lalu. Sebenarnya aku sudah ingin bertanya sejak aku masih berada di rumahnya, tapi urung karena aku rasa itu akan terlihat sedikit tidak sopan, aku juga tidak ingin membuat suasana menjadi canggung. Dan aku rasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk bertanya. Sejujurnya aku tidak akan terlalu perduli jika saja ini terjadi kepada orang lain. Tapi biar bagaimanapun dia adalah iparku, istri dari kakak kandungku. Aku tidak bisa diam saja sebagaimana biasanya aku bersikap. Kebetulan di halaman rumah ada beberapa kursi, kami segera duduk. Dia merabah sak celananya, meraih bungkusan rokok, mengambil sebatang. Pangkal bibirnya mengapit bagian filter kemudian menyalahkan pematik sebelum satu tarikan itu menyemburkan asap yang cukup menutup sebagian wajahnya. “Aku rasa pertanyaanmu suda

  • Ketika Adat Menentang Cinta   Bab 32

    Menerutku, pemicunya tidak lain adalah karena hubungan darah. Alih – alih memikirkan hubungan darah, skenario terburuknya bahkan kalian akan di peralat. Berbisnis dengan keluarga lebih cenderung berakhir dengan perselisihan. Rasa was – was tidak akan terhindarkan. Ya, tapi kembali lagi, selama bisa me_manage hubungan darah dalam bisnis, aku rasa semuanya akan baik – baik saja. Lain lagi ceritanya jika membangun sebuah bisnis dan bekerja sama dengan orang luar, kedua bela pihak akan saling terbuka dan berusaha meminimalisir kesalah pahaman. Pritoritasnya adalah kepercayaan. Dari pada hanya sekedar memanfaatkan keuntungan pribadi, mereka akan lebih cenderung meningkatkan progres usaha yang di jalankan. Kalaupun ada yang berani bermain di belakang, itu karena memang dari awal sudah di rencanakan. Tapi kemabli lagi kepada diri sendiri. Selama tidak ada niatan untuk memanfaat kerabat atau pun orang luar! Tidak akan ada keriguan yang berarti. Setidaknya semuanya akan baik – baik saja, buk

  • Ketika Adat Menentang Cinta   Bab 31

    Aku tidak perduli bagaimana sistem gaji disini khususnya bagi pedagang orang buton yang menyimpan gaji karyawan dengan iming – iming akan di berikan saat mereka pulang kampung atau paling tidak harus bertahan selama 3 tahun dengan imbalan akan di bantu menjajaki usaha dengan bantuan modal. Jadi begini! Pertama, setelah karyawan kios mampu bertahan selama 3 tahun. Mereka akan diberikan tanggung jawab untuk menjalankan sebuah usaha. Dalam hal ini mereka akan di berikan kios untuk di jalankan sendiri tanpa campur tangan orang lain. Mulai dari biaya kontrak kios hingga barang – barang yang di perlukan sesuai dengan kebutuhan pasar. Kedua, mereka akan di minta untuk mengisi barang – barang yang di butuhkan. Karena baru akan memulai sebuah usaha. Mereka tidak di berikan pilihan selain mengambil barang dari sang Bos. Setelah semua keperluan sudah terlaksana, Barulah sang Bos dan karyawan akan menghitung semua biaya yang di keluarkan. Biasanya, seorang karyawan di gaji Rp. 300.000/bulan. K

  • Ketika Adat Menentang Cinta   Bab 30

    Saat aku menatap salah satu di antara mereka, aku tersenyum sambil sedikit membungkukan badan, berlalu mengikuti Kakak Ku. Selanjutnya aku asyik menonton melihatnya memasak.Fahri sudah pernah memberitahuku soal Kakak ku yang jago memasak. Dia menyalahkan kompor, menyiapkan wajan, tak lupa juga menuangkan minyak goreng.Aku mengamatinya dengan cermat, barangkali saja aku bisa sedkit belajar. Sambil menunggu minyak di panaskan. Dia menuangkan tepung bumbu di baskom mini, sepertinya dia akan membuat filet udang.Pyak,, pyak,, pyak!Suara itu terdengar mendominasi saat udang yang memang sudah di baluri tepung bumbu berenang ke dalam minyak yang sudah panas. Sambil menunggu, Perhatiannya teralihkan, dia mengambil pisau dan talenan.Mengiris beberapa bawang, cabe dan tomat. Tidak akan berlebihan jika aku berkata bahwa aku sedang menyaksikan perlombaan memasak, hanya saja kontestan yang mengikuti lomba hanya dia sendiri. Hehehe!Dia mengambi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status