Tiba-tiba theme song Chappy mengalun. Cepat-cepat Ariel menghentikan langkahnya dan mengambil ponselnya.
"Halo? Ya… baik aku segera ke sana…" ia menyimpan kembali ponselnya lalu berbalik dan keluar dari ruangan.
“Fiuh…” seketika Nanda merasa lega.
***
Akhirnya Nanda pulang juga dari kantornya. Begitu sampai di rumah, ia langsung menghempaskan tubuhnya di sofa. Badannya terasa sangat pegal-pegal, aneh, walau ia tidak melakukan apapun di kantor dan hanya berdiam diri saja tapi entah mengapa badannya terasa letih.
"Kak Nanda… Putri pijit bahu Kak Nanda, ya?" seru Putri yang kasihan melihat kakak laki-laki satu-satunya itu terlihat kelelahan.
"Boleh… terima kasih ya, Put…"
Dara yang berdiri menyandar di dinding sambil melipat tangannya, menatap aneh kakak laki-lakinya itu. Aneh? Ya, ia merasa aneh karena saat ini pun ia tidak percaya bahwa kakak laki-lakinya itu kini bekerja. Siapa yang percaya seorang berandalan bisa bekerja di perusahaan cukup berkembang? Selain itu, rasa jengkelnya pada Nanda atas sikap Nanda sebelum-sebelumnya belum hilang.
Paling juga Kak Nanda cuma tidur-tiduran di kantor, batin Dara sinis yang sangat tepat.
"Putri… apa ayah sudah pulang?" tanya Nanda.
"Belum… mungkin ayah pulang tengah malam…"
"Oh… baguslah… aku jadi tidak perlu susah-susah menghindarinya…" kata Nanda, "Putri… ke bawah-bawah sedikit… ya… di situ pegal sekali…" Nanda lalu melihat Dara yang terus memandanginya dengan tatapan sinis. "Heh… daripada kau berdiri terus di sana, mending kau ambilkan aku air minum!" Nanda memberikan perintah seenaknya pada Dara.
Dara mendengus. "Kak Nanda kan punya kaki dan tangan… ambil saja sendiri!" ucapnya tajam lalu ia berbalik menaiki tangga, "seperti orang tidak mampu saja…"
"Hai, Dara!"
Nanda langsung geram, tiba-tiba berdiri, hingga Putri shock dan takut memandang kakak laki-lakinya itu. "Kau tidak mau mendengarkanku, hah?! Aku ini kakakmu, harusnya kau menuruti perintahku, atau setidaknya kau harus bersikap seperti Putri, Hei!"
Dara tidak mau menanggapi kakaknya, ia terus berjalan menaiki tangga untuk menuju kamarnya.
"Anak itu…." Nanda emosi melihat sikap cuek adiknya, ia lalu berjalan cepat untuk menyusul Dara. Dan begitu Dara hendak menutup kamarnya, Nanda lalu menahannya dan ikut masuk ke kamar dengan memaksa tentunya.
"Kak Nanda ini kenapa sih?!" sergah Dara emosi.
"Kau yang kenapa?!" balas Nanda, "bersikap dingin denganku, apa seperti itu sikapmu pada saudaramu yang kelelahan bekerja?! Sebenarnya apa masalahmu, hah?!"
"Ho… lalu sikap Kak Nanda sendiri pada ayah?" balas Dara. "Aku benci Kak Nanda!" teriak Dara, "aku benci karena Kak Nanda seenaknya! Membuat susah si tua bangka itu! Menghindari dan tidak mau berbicara dengan si tua Bangka itu… apa maksud Kak Nanda?!" Dara membongkar saja semua kemarahannya pada kakaknya. "Bagus kalau si tua Bangka itu masih mau mengeluarkan Kak Nanda dari penjara, berterimakasih saja Kak Nanda tidak pernah apalagi meminta maaf, Dara benci melihat Kak Nanda menyakiti si tua bangka itu! Sekarang cepat keluar!" ia lalu mendorong Nanda hingga Nanda keluar dari kamar.
BLAMM
Nanda berdiri mematung di depan pintu kamar Dara yang sudah tertutup rapat-rapat. Semua ucapan Dara barusan seperti tamparan keras. Ia juga tidak menyangka, adik yang selalu bersikap dingin dan paling kejam pada ayah mereka ternyata jauh di lubuk hatinya sangat peduli dan sayang pada ayah mereka. Bahkan seorang Dara? Ternyata…
Yah, memang semenjak Nanda keluar dari penjara, ia dan ayahnya tidak lagi saling bertegur sapa, kecuali jika Ishan memerintahkan sesuatu sehubungan dengan perjanjian mereka. Meminta maaf dan berterima kasih juga memang tidak pernah Nanda lakukan, boro-boro, berpikir untuk melakukannya saja tidak pernah. Akhirnya, Nanda beranjak dari sana, menuju ke kamarnya untuk merenung.
***
Hideyoshi sedang merenung di ruangannya. Merenungkan permintaan temannya yang merupakan salah satu komisaris di Edward Group. Ternyata permintaannya bukan hanya untuk mempekerjakan anak muda bernama Ananda Iskandar tapi masih ada sambungan permintaannya, yaitu mengikutkan Nanda ke dalam proyek.
"Tolong libatkan Nanda ke dalam proyek, proyek yang kecil-kecil saja supaya anak itu bisa belajar…"
Hideyoshi menghela nafas panjang. Kalau saja Keiji tidak mengatakan bahwa Nanda itu adalah sahabat kecil pewaris Edward Group., ia mana mau mempekerjakan anak muda itu. Kuliah pun belum selesai, mana bisa dilibatkan dalam proyek dan juga mana ada proyek yang kecil?!
Seseorang mengetok pintu dan gadis mungil bergaya tomboy dengan potongan rambut pendek bernama Sandy masuk dalam ruangan. "Anda mencariku, Hideyoshi-San?" tanyanya.
"Oh… iya, kemarilah, Sandy!" kata Hideyoshi.
Sandy pun berjalan dan duduk di di kursi depan meja Hideyoshi. Sandy adalah karyawan kepercayaan Hideyoshi, ia adalah sumber informasi dan mata-mata Hideyoshi mengenai kelakuan karyawannya.
"Bagaimana keadaan Nanda?" tanya Hideyoshi.
"Oh, karyawan baru itu? Ya… menurutku, dia tidak bisa apa-apa…" sahut Sandy langsung terus terang, "dia hanya duduk di kursinya, tidur-tiduran dan kadang-kadang dia tidak berada di tempatnya."
Hideyoshi menghela nafasnya. Ia benar-benar tidak menyukai kemalasan, apalagi dengan karyawan yang bisa dikatakan makan gaji buta walaupun memang gaji Nanda yang paling rendah di antara karyawan lainnya. Maklumlah, ia dipekerjakan tanpa mengikuti uji seleksi. Tapi bagaimanapun, ini tidak bisa dibiarkan, ia teringat lagi kata-kata Keiji, "tolong libatkan Nanda ke dalam proyek…" apa ia harus benar-benar melibatkan Nanda ke dalam proyek? Tapi… proyek apa?
"Boleh saya mengatakan sesuatu?" tiba-tiba Sandy melemparkan pertanyaan.
"Ada apa?"
"Sebenarnya… saya sendiri tidak tahu kebenarannya tapi saya mendengar dari beberapa karyawan bahwa Nanda pernah melakukan keributan di suatu bar, sampai-sampai Nanda memukuli perempuan dan akhirnya masuk penjara.”
Hideyoshi terperangah. "Apa?"
"Sebenarnya kabar itu juga belum diketahui kebenarannya…"
Hideyoshi berpikir, ia jadi teringat ucapan Keiji sewaktu di upacara minum teh. "…Anak itu memiliki sifat yang temperamen…"
Berarti kemungkinan cerita yang Sandy katakan tadi bisa ada benarnya. "Keluarlah, Sandy, terima kasih atas informasinya…"
Sandy berdiri lalu membungkuk sekali sebelum keluar dari ruangan.
Segera Hideyoshi menelpon Keiji untuk menanyakan kebenaran cerita tersebut.
"Halo… kumaha damang?" sapa Keiji di seberang telpon.
Hideyoshi mengangkat sebelah alisnya mendengar sapaan jenaka temannya itu. "Im fine, thank you…" sahutnya.
Keiji terkikik mendengar jawaban Hideyoshi. "Hei, sobat… ada apa kau menelponku? Apa terjadi sesuatu pada Nanda?" tanyanya.
"Tidak, dia baik-baik saja," kata Hideyoshi, "tapi ada sesutu yang ingin aku tanyakan mengenai Nanda."
Keiji terdiam, perasaannya jadi tidak enak.
"Aku mendengar cerita bahwa… Nanda… apa… Nanda pernah melakukan keributan di bar?" Hideyoshi bertanya hati-hati. Bagaimana pun ia harus tetap menjaga hubungan baik dengan Keiji mengingat posisi Keiji yang cukup penting di Edward Group.
Keiji terdiam. Ia tidak menyangka cerita buruk tentang Nanda begitu cepat tersebar padahal baru saja seminggu Nanda bekerja di tempat Hideyoshi tapi ia harus tenang.
"Itu semua benar…" sahutnya.
"Apa… kabar bahwa Nanda yang memukul wanita itu juga benar?"
"…Ya…"
Hideyoshi mendesah khawatir, tentu saja. Bagaimana jika anak muda itu juga melakukan keributan atau sebagainya di kantornya, bagaimanapun Hideyoshi juga harus melindungi karyawan lainnya.
"Hiks… apa kau akan memecat Nanda?" suara Keiji terdengar seperti orang yang terisak.
Hideyoshi diam. Sejujurnya ia ingin memberhentikan Nanda tapi…
"Kau tahu sendiri, kan… aku sendiri tidak punya anak laki-laki… Nanda sudah kuanggap sebagai anakku sendiri… aku sangat kasihan dengan anak itu. Sebenarnya Nanda itu harus bekerja untuk bisa membiayai ayahnya yang sudah jompo, dan untuk menyekolahkan kedua adik perempuannya… kau tidak tahu betapa kerasnya kehidupan anak itu… hiks!"
Hideyoshi yang sebenarnya memiliki hati yang pengasih pun jadi tersentuh dengan cerita Keiji tapi jika Nanda mampu melakukan kekerasan…
"Anak itu jadi berandalan karena kerasnya hidup… ia terbelenggu dalam kejamnya kehidupan… aku percaya anak itu tidak bodoh hanya saja dia tidak memiliki kesempatan untuk menyelesaikan kuliahnya karena faktor ekonomi. Dimana adilnya kehidupan?!" lanjut Keiji.
"Benarkah seperti itu…" ujar Hideyoshi yang mulai merasa iba.
"Nanda memang anak yang kasar makanya aku memberitahumu agar dia bekerja di bawah atasan yang berhati lembut…hiks" kata Keiji masih terisak, "pewaris Edward Group pasti akan sangat berterima kasih jika kau bisa membimbing Nanda ke jalan yang lurus, Nanda selalu curhat dengan pewaris Edward mengenai kehidupannya… sayangnya pewaris Edward Group belum bisa membantunya. Jika ia sudah memimpin perusahaan pasti Ananda dibekerjakan di Edward Group."
"Baiklah… aku tidak akan memecatnya… aku akan berusaha untuk membimbingnya…" kata Hideyoshi akhirnya.
"Terima kasih banyak Hideyoshi-San!"
"Sama-sama…"
Keiji menutup telponnya lalu bertralala-trilili sambil cengengesan sendirian.
Sedangkan Hideyoshi? Dia semakin pusing, bagaimanapun ia sudah berjanji untuk membimbing Nanda. Mungkin ia akan mempertimbangakan untuk mengikutkan Nanda ke dalam proyek tapi proyek apa? Semua proyek sudah berjalan dan tidak ada proyek kecil tapi…
Hideyoshi tiba-tiba punya ide! Ia teringat akan toko butik yang telah lama terbengkalai yang kini nyaris akan bangkrut. Sebenarnya, dibiarkan bangkrut pun tidak mengapa tapi mau bagaimana lagi, yang penting Nanda dilibatkan dalam proyek, walaupun proyek yang tidak berarti sebenarnya.
Tapi, masalahnya belum selesai. Dengan siapa Nanda akan melakukan proyek itu? Alvin, Ken, Ryan? Tidak tidak tidak, mereka tidak cocok dengan temperamen Nanda. Bisa-bisa malah terjadi perkelahian mengingat sifat ketiga pria itu yang tidak mau mengalah. Bagaimana kalau Elena? Gadis seksi itu terkenal mampu menjinakkan laki-laki. Hideyoshi menggelengkan kepalanya, menurutnya tidak etis jika menggunakan kemolekan tubuh wanita untuk menjinakkan seorang pria lagi pula sepertinya Nanda bukanlah tipe pria yang senang melirik seorang wanita seksi mengingat sifat anak itu yang sepertinya cuek dan tidak peduli dengan sekitarnya. Sepertinya, Nanda memang harus disandingkan dengan seseorang yang berhati lembut, seperti kata Keiji.
"Bagaimana kalau Wulan ya, Wulan kan gadis yang lemah lembut…" gumamnya, lalu cepat-cepat ia menggeleng.
Wulan memang gadis yang lemah lembut tapi gadis itu penakut, apalagi jika melihat tampang pria yang sangar, bisa-bisa gadis itu malah mengundurkan diri. Lalu… Ariel? Ariel memang gadis yang cerdas dan tegas, ia juga mudah beradaptasi dan juga bertanggung jawab, sebenarnya sangat cocok menjadi mentor tapi Hideyoshi juga kasihan jika Ariel bekerja bersama Nanda. Bagaimana nanti kalau terjadi apa-apa dengan gadis itu?
Hideyoshi semakin pusing… siapa yang akan ia sandingkan dengan Nanda? Haruskah Ariel? Hideyoshi kembali menggeleng kepalanya
.
TBC
Ariel merasa heran, tidak biasanya Hideyoshi memanggilnya seorang diri, biasanya pasti bukan hanya Ariel saja yang ia panggil karena semua pekerjaan mereka adalah kerja tim. Sepertinya ada sesuatu hal penting yang mau ia katakana pada Ariel. Tok tok tok… Ariel mengetuk pintu sebelum ia membuka pintu ruangan atasannya . "Silahkan duduk, Ariel!" Hideyoshi langsung mempersilahkan Ariel duduk begitu Ariel masuk ke dalam ruangannya. Dengan tenang Ariel duduk di depan Hideyoshi, pria itu tampak sedang membaca suatu berkas, entah berkas apa itu. "Ariel… apa kau ingat toko butik Royal Soul yang berada di balai kota?" tiba-tiba Hideyoshi bertanya. Royal Soul? Itu kan butik tua yang kebangkrutannya tinggal menunggu waktu? Pikir Ariel. "Ya… aku tahu…" sahutnya kemudian, "butik yang sudah lama terbengkalai itu, kan?" "Ya, tepat sekali," kata Hideyoshi, "awalnya aku ingin membiarkan saja butik itu bangkrut tapi…" Hideyoshi lalu menatap Ariel serius
"Permisi!" Ariel menyeru begitu ia dan Nanda memasuki suatu toko butik bernamakan Royal Soul. Seorang wanita yang seumuran dan tak kalah cantiknya dengan artis cantik Yuni Shara, langsung mendatangi mereka berdua. "Selamat datang…" sapa wanita itu, "mari, silahkan masuk dulu untuk lihat-lihat…" wanita itu mempersilahkan mereka berdua dengan ramah untuk melihat-lihat pakaian di sana. Wanita itu nampaknya mengira Ariel dan Nanda adalah calon pembeli. "Oh, bukan…" ujar Ariel, "perkenalkan namaku Ariel, manajer label HnT di Kotowari Fashion dan ini adalah partnerku… namanya Nanda, dia juga salah satu karyawan di Kotowari Fashion." "Oh…"gumam wanita itu, "perkenalkan aku Yohana, aku pegawai yang mengurus Royal Soul… masuk dulu!" Wanita itu pun mengajak Ariel dan Nanda masuk ke dalam dan duduk di sofa. "Kupikir toko ini akan dibiarkan saja karena sudah lama sekali toko ini tidak diperhatikan pemiliknya…" wanita itu memulai pembicaraan. "Ah, tidak,"
Nanda dan Ariel langsung menuju ke butik milik Ryo. Ariel yang sedang menyetir mobil tidak bisa lagi menyembunyikan ekspresi kesalnya pada desainer menyebalkan itu, ia tidak membuka mulut selama diperjalanan. Nanda bisa mengira mungkin akan ada pertengkaran yang sengit antara Ariel dan Ryo. Walaupun ia sendiri tidak akrab dengan Ariel tapi Nanda juga jengkel dengan desainer sombong dan sok hebat itu. Nanda berpikir, jika ia menjadi Ariel mungkin ia akan menghajar habis-habisan gadis sombong itu karena membuat orang pusing saja. Akhirnya, mereka sampai di depan bangunan rumah barbie itu. Ariel langsung bergegas, berlari menuju butik begitu turun dari mobil, langsung-langsung ia masuk tanpa permisi lagi sementara Nanda mengikutinya dari belakang. Tampak Ryo sedang sarapan dengan sandwich dan segelas anggur merah dengan santainya. "Asyik sekali kau, santai-santai saja di sini dan meninggalkan kewajibanmu!" labrak Ariel tiba-tiba dan sukses membuat Ryo yang sedang menegu
Nanda melirik jam tangannya, sudah jam sebelas malam lewat. Ia lalu melirik Ariel yang masih sibuk berkutat dengan mesin jahit. Gadis itu benar-benar tak patah semangat rupanya tapi Nanda tetap menunggunya, duduk melantai di dekat pintu dan menyandarkan punggung di dinding. "Huff…. akhirnya, jahitannya selesai…" gumam Ariel sambil memeriksa hasil jahitannya, "besok saja dilanjut…" ia lalu beranjak dari mesin jahit menuju lemari dan menaruh hasil jahitannya. Setelah itu, ia meregangkan kedua tangannya ke atas sambil berbalik ke arah pintu. "Lho, kau masih di sini, Nanda?" Ariel tampak heran menatap Nanda, dia tidak menyadari keberadaannya ternyata. "Ya…" sahut Nanda lalu berdiri. Gadis itu lalu terkikik. "Rupanya kau perhatian juga…" "Aku tidak enak meninggalkanmu sendirian karena aku juga bagian dari proyek ini!" terang Nanda agar gadis itu tidak salah paham. Sejenak Ariel terdiam menatap Nanda sebelum berjalan mendekatinya, sudut bibi
AkhirnyalaunchingRoyal Soultiba saatnya. Beruntung semua pekerjaan Ariel, Nanda dan para penjahit telah rampung. Para desainer terkenal mulai berdatangan dan disambut ramah oleh Ariel. Sedangkan Nanda mengambil tugas di belakang layar bersama Yohana. "Hei, Ariel!" seru desainer yang sangat terkenal berpenampilan eksentrik dengan kacamata persegi yang tebal dan rompi tanpa lengan, ia bernama Justin Oliver. "Aku sangat bersemangat datang di acaramu ini, waktu aku tahu kaulah yang memegang proyek ini, aku yakin pasti kau akan menampilkan karya desainer yang sangat fantastik!" Ariel hanya tertawa meringis menanggapi seruan Justin. Sebenarnya, ia sendiri tidak yakin apakah karyanya sendiri akan benar-benar fantastik. "Silahkan masuk!" ucap Ariel sambil mempersilahkan masuk desainer berpenampilan eksentrik itu. Ya, kadang-kadang beberapa desainer memang suka berpenampilan aneh bin ajaib. Semua tamu sudah berkumpul. Hideyoshi dan ibunya, ba
Seorang gadis cantik yang duduk di depan cermin seorang diri, menyisir pelan ujung-ujung rambut panjangnya yang berwarna coklat karamel dan tergerai indah ke samping, menutupi sebelah dadanya. Mata coklatnya yang seakan-akan menatap ke arah cermin kini membayangkan sosok seorang pria bertubuh tinggi tegap, berambut silver dan memiliki mata musim gugur yang menatap tajam. Irene Wilson, seorang model cantik nan seksi,icondari produk Kotowari Fashion, kini hatinya sedang bermekaran rupanya. Ia tidak bisa melupakan sosok pria tampan yang telah membantunya ketika terjatuh di atascatwalk. Walaupun model-model yang lain menganggap pria itu begitu menakutkan karena kening pria itu tak henti-hentinya mengerut, semuanya menduga bahwa pria itu mungkin memiliki sifat yang kasar. Namun bagi Irene, kerutan di kening pria itu malah membuat sang pria terlihat semakin tampan dan… macho. Matanya terlihat
Nanda memasuki klub malam. Musik morena daridisc jockeymengalun begitu kencang diikuti goyangan heboh para pengunjung yang berjoget ria serta lampu warna-warni yang berkelap-kelip. Berminggu-minggu kerja ternyata membuat Nanda rindu pada dunianya. Nanda mengambil duduk di depan counter bar seorang bartender pria bertubuh tinggi besar, berambut coklat tua bergelombang dan berkulit eksotis. "Hai, Chad…" sapa Nanda ke sang bartender yang sedang beraksi dengan lemparan-lemparan botol berisi beberapa jenis minuman alkoholnya itu. "Hai, Nanda… apa kabar?" balas si bartender bernama Chad, sahabat Nanda sejak Nanda kuliah di luar negeri, tepatnya di Cambridge, Amerika Serikat. Waktu itu, Chad juga sedang menempuh pendidikan khusus untuk menjadi seorang bartender profesional karena kakeknya memiliki banyak koleksi wine yang sudah disimpannya bertahun-tahun lamanya. Sewaktu di Cambridge, apartemen mereka bersebelahan dan karena asal negara mereka sama, mere
"Nanda… kau tidak apa-apa, Nak?" Nanda mendengar suara wanita… suara lembut dan itu adalah suara ibunya. Ini pertama kalinya lagi aku mendengar suara ibunya lagi… "Nanda…" Nanda mengerjap-ngerjapkan matanya. Ternyata tadi ia memimpikan ibunya tapi ini pertama kalinya ia memimpikan ibunya setelah ibunya tiada. Nanda terbangun dan mendapati dirinya kini berada di dalam suatu kamar yang bukan sama sekali kamarnya. Nanda tidak tahu kamar siapa itu, ia langsung bangkit duduk dan… "Aaaaaaahh…" tiba-tiba Nanda merasakan rasa sakit yang terasa menjalar di bagian betis dan mata kakinya saat sedikit menggerakkan kakinya. "Nanda, kau sudah sadar?" Nanda menoleh ke samping. Ariel duduk di kursi samping ranjang tempat Nanda berbaring sekarang, tangannya memegang bungkusan berisi bongkahan es batu. Nanda lalu mengingat kejadian waktu menunggang kuda, ia ingat kalau ia tadi terjatuh rupanya dan… Sialan kuda itu! &nbs