Mau tidak mau akhirnya Nanda bekerja juga, sesuai rencana Keiji dan ayahnya. Nanda bekerja di perusahaan milik Hideyoshi, Kotowari Fashion, bergerak di bidang fashion dan masih di bawah naungan Kingdom Group. Di sana memang hanya mempekerjakan anak muda yang memiliki bakat dan kreatifitas yang tinggi.
Nanda kini duduk di ruang kerjanya yang bersekat-sekat dan gabung bersama karyawan biasa lainnya. Ia duduk dengan kaki diangkat dan disilang ke atas meja. Ia merasa sangat bosan. Dari pagi ia hanya berdiam saja, menatap layar komputer yang terus menyala. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, setidaknya mungkin ada seseorang yang bisa membimbingnya.
Seorang gadis berambut coklat pendek dan bertampang polos bernama Mira sedang sibuk mencari-cari orang untuk membantunya mem-fotocopy-kan beberapa file. Kepalanya celingak-celinguk untuk melihat karyawan yang sedang tidak ada kerjaan.
"Ah… sepertinya itu karyawan baru…" gumamnya melihat Nanda dari belakang yang sepertinya sedang bermalas-malasan, ia lalu mendatangi Nanda. "Hei… kamu!" panggilnya, "kau karyawan baru kan? Aku mau minta tolong…"
Nanda menoleh ke arahnya dan ketika Mira melihat wajah Nanda dengan alis yang mengerut, siapa saja akan mengira bahwa pria itu sedang marah. Mira yang memang tidak kuat berhadapan dengan pria pemarah pun langsung lari entah kemana.
Nanda terbengong-bengong melihat tingkah laku gadis itu. "… Bukannya tadi dia memanggilku?" gumamnya lalu kembali bermalas-malasan.
Sekelompok gadis-gadis yang sedang berkumpul menyaksikan kejadian tadi dari jauh.
"Kasihan sekali Mira… pasti tadi dia dibentak-bentak sama karyawan baru itu…" ucap gadis berambut ikal berkacamata bernama Chika.
"Kenapa memangnya?" tanya gadis berambut pendek ikal dan berdada besar bernama Nayla.
"Pria itu adalah preman…" kata Chika, "aku melihatnya mengamuk di sebuah bar beberapa hari yang lalu, benar-benar mengerikan…."
"Mengamuk di bar?" ujar gadis berambut hitam panjang dan berkacamata bernama Rani.
"Iya... pokoknya pria itu benar-benar mengerikan…sampai-sampai dia memukul wanita…"
"Astagfirullah…" ujar Nayla dan Rani serentak.
"Lalu… kenapa pria itu bisa kerja di sini?" tanya Rani.
"Iya… bukannya seleksi karyawan di tempat ini sangat ketat… kan butuh surat keterangan berkelakuan baik!" kata Nayla.
"Entahlah… aku juga tidak tahu kenapa pria itu ada di sini…" sahut Chika.
Malang sekali nasib Nanda, ternyata salah satu karyawan yang bekerja di tempat itu adalah saksi kemurkaan Nanda di bar. Dan karena gosip begitu cepat beredar kini hampir semua karyawan wanita tahu akan sifat temperamental Nanda.
Pria berambut sebahu bernama Kevin sedang berjalan sambil berjoget-joget dengan riangnya di dekat Nanda. Begitu melihat Nanda ia langsung menyapanya.
"Eh… kau karyawan baru kan?!" serunya, "kalau tidak salah namamu Nanda!"
Nanda menoleh ke arah pria itu.
"Ternyata benar kata orang-orang… kalau kau tinggi dan menyeramkan…!"
Nanda mendengus mendengar seruan Kevin. Hal yang paling ia benci adalah ketika menyinggung fisiknya. Tapi, Nanda harus menahan emosinya, ia ingat betul perjanjian point pertama dan kedua yaitu tidak boleh melakukan keributan di tempat umum dan juga tidak boleh melakukan kekerasan.
"Perkenalkan, namaku adalah Kevin Aprillio, kau boleh memanggilku Kevin dan ruanganmu tepat di sampingku." Kevin memperkenalkan dirinya dengan heboh. "Dan itu…" katanya sambil menunjuk pria berambut hitam bertampang polos yang sedang sibuk merayu gadis yang lebih tua darinya, "namanya adalah Kiki… kalau kau mengalami kesulitan, kau bisa bertanya dengan kami."
"Oke," sahut Nanda malas.
Tiba-tiba semua karyawan berdiri. Pemilik perusahaan datang rupanya. Pria dewasa berambut panjang sebahu, rapi, bertubuh tinggi kurus dan berwajah tampan. Pria itu adalah pria yang dikenalkan Keiji sewaktu di upacara minum teh. Di belakangnya ada beberapa anak muda yang mengikutinya, Nanda tidak mengenali mereka kecuali gadis bertubuh mungil, berambut hitam pendek sebahu.
Tidak salah lagi, gadis itu adalah gadis pembuat teh, batin Nanda.
Semua karyawan termasuk Nanda berdiri dan membungkuk begitu direktur perusahaan, Hideyoshi, melewati semua karyawan. Rombongan itu pun memasuki suatu ruangan. Mungkin mereka akan mengadakan rapat atau semacamnya.
"Hei… siapa pria bernama Hideyoshi itu?" Nanda bertanya ke arah Kevin.
Kevin membelalak menatap Nanda. "Dia itu direktur di sini, Nanda!" serunya.
"Oh…" ujar Nanda dengan polosnya, "Lalu… semua pengikutnya itu?"
"Mereka adalah manajer dari merek-merek produk perusahaan ini, Nanda," sahut Kevin, "mereka itu adalah anak muda yang cerdas dan kreatif, mereka juga andalan di perusahaan ini…"
"Hah? Maksudmu, gadis kecil berambut hitam sebahu yang jalan tepat di belakang Hideyoshi-San itu seorang manajer juga?" tanya Nanda tak percaya.
"Maksudmu Nona Ariel?" Kevin malah bertanya, "tentu saja… dia itu yang paling hebat di antara semuanya!"
"Benar… Nona Ariel memang yang paling pintar," sahut Kiki, "tidak hanya cerdas tapi dia multitalent… pantas keluarga bangsawan jepang mengangkatnya sebagai anggota keluarga."
"Iya betul itu!" seru Kevin, "Nona Ariel… oh Ariel… andai aku bisa dekat denganmu…" ujarnya menghayal, "tapi tidak mungkin dia melirikku…. hiks…" isaknya.
"Hahahahaha… tentu saja!" seru Kiki tertawa, "pria yang pantas dengan Nona Ariel itu pastilah pria yang hebat dan sebanding dengannya!"
***
Nanda bersumpah ia ingin sekali pergi dari tempat membosankan ini. Dia merasa tekanan darahnya meningkat karena terlalu bosan duduk sambil menatap layar komputer. Jam makan siang pun berlalu, selesai makan bersama Kevin dan Kiki, diam-diam Nanda bersembunyi di tempat lain. Di suatu ruangan di lantai paling atas. Ada ruangan luas yang sepertinya adalah ruangan yang biasa digunakan seorang pianist pada saat manggung. Karena tidak dikunci, Nanda masuk saja dan tiduran di tengah-tengah bangku penonton.
“Aduh… ngantuk juga aku,” kata Nanda.
Nanda tidur sebentar, dalam kegelapan hingga suara lantunan piano tiba-tiba terdengar dengan merdu. Sepertinya ada seorang pianist yang memasuki ruangan itu juga.
Nanda mengangkat sedikit kepalaku. Wajah pianist itu tidak terlihat karena terhalang oleh bagian atas piano yang terangkat ke atas. Tidak lama kemudian pianist itu… ah, sepertinya dia juga adalah seorang penyanyi! Suaranya benar-benar merdu menurut Nanda walaupun ia bukan penyuka musik melow tapi suara ini benar-benar bagus, ia menyanyikan lagu When I was your man milik Bruno Mars. Suara seorang perempuan…
Nanda berusaha agar bisa melihat wajah gadis yang sedang bernyanyi itu dan…
BRAKK
Ponselnya jatuh!
Gadis itu langsung menghentikan nyanyiannya. "Siapa itu?!" serunya. Cepat-cepat Nanda mengambil ponselnya dan menyembunyikan diri di belakang sandaran kursi-kursi yang berdempetan. "Siapa itu? Kenapa tidak mau menyahut?!"
Nanda mengintip di sela-sela kursi, ternyata penyanyi itu adalah gadis pembuat teh! Nona Ariel!
"Siapa?!"
Nanda bisa mendengar suara langkah kakinya yang mengarah ke arahnya. Gawat! Batin Nanda, ia kini mencari ide agar gadis kecil itu tidak menemukannya tapi bagaimana lagi? Lari dari sana tidak mungkin. Tiba-tiba Nanda punya ide.
"Meong… meong…"
Nanda menirukan suara kucing saja, berharap semoga gadis itu betul-betul mengiranya seekor kucing betulan.
"Meong…meong…" Nanda mengintip gadis itu lagi, ia bisa melihat dari sorot matanya, gadis itu tidak percaya bahwa suara tiruan Nanda adalah suara kucing.
Gawat! Tentu saja tidak akan ada percaya bahwa suaraku itu betul-betul kucing! Batin Nanda menjerit takut.
"…. Oh… Kucing… ya, sudah."
GUBRAKK
"Hei, siapa itu?!" Gadis itu berseru kembali dan ia melangkah cepat mendekati Nanda! Nanda bergeming, bingung harus bagaimana, apa ia harus membiarkan dirinya ditemukan dalam keadaan seperti itu? Atau ia langsung menampakkan dirinya saja kemudian keluar dari ruangan ini dengan santai seolah-olah gadis itu tidak ada di sana?
.
TBC
Tiba-tibatheme songChappy mengalun. Cepat-cepat Ariel menghentikan langkahnya dan mengambil ponselnya."Halo? Ya… baik aku segera ke sana…" ia menyimpan kembali ponselnya lalu berbalik dan keluar dari ruangan.“Fiuh…” seketika Nanda merasa lega.***Akhirnya Nanda pulang juga dari kantornya. Begitu sampai di rumah, ia langsung menghempaskan tubuhnya di sofa. Badannya terasa sangat pegal-pegal, aneh, walau ia tidak melakukan apapun di kantor dan hanya berdiam diri saja tapi entah mengapa badannya terasa letih."Kak Nanda… Putri pijit bahu Kak Nanda, ya?" seru Putri yang kasihan melihat kakak laki-laki satu-satunya itu terlihat kelelahan."Boleh… terima kasih ya, Put…"Dara yang berdiri menyandar di dinding sambil melipat tangannya, menatap aneh kakak laki-lakinya itu. Aneh? Ya, ia merasa aneh karena saat ini pun ia tidak percaya bahwa kakak laki-lakinya itu kini bekerja.
Ariel merasa heran, tidak biasanya Hideyoshi memanggilnya seorang diri, biasanya pasti bukan hanya Ariel saja yang ia panggil karena semua pekerjaan mereka adalah kerja tim. Sepertinya ada sesuatu hal penting yang mau ia katakana pada Ariel. Tok tok tok… Ariel mengetuk pintu sebelum ia membuka pintu ruangan atasannya . "Silahkan duduk, Ariel!" Hideyoshi langsung mempersilahkan Ariel duduk begitu Ariel masuk ke dalam ruangannya. Dengan tenang Ariel duduk di depan Hideyoshi, pria itu tampak sedang membaca suatu berkas, entah berkas apa itu. "Ariel… apa kau ingat toko butik Royal Soul yang berada di balai kota?" tiba-tiba Hideyoshi bertanya. Royal Soul? Itu kan butik tua yang kebangkrutannya tinggal menunggu waktu? Pikir Ariel. "Ya… aku tahu…" sahutnya kemudian, "butik yang sudah lama terbengkalai itu, kan?" "Ya, tepat sekali," kata Hideyoshi, "awalnya aku ingin membiarkan saja butik itu bangkrut tapi…" Hideyoshi lalu menatap Ariel serius
"Permisi!" Ariel menyeru begitu ia dan Nanda memasuki suatu toko butik bernamakan Royal Soul. Seorang wanita yang seumuran dan tak kalah cantiknya dengan artis cantik Yuni Shara, langsung mendatangi mereka berdua. "Selamat datang…" sapa wanita itu, "mari, silahkan masuk dulu untuk lihat-lihat…" wanita itu mempersilahkan mereka berdua dengan ramah untuk melihat-lihat pakaian di sana. Wanita itu nampaknya mengira Ariel dan Nanda adalah calon pembeli. "Oh, bukan…" ujar Ariel, "perkenalkan namaku Ariel, manajer label HnT di Kotowari Fashion dan ini adalah partnerku… namanya Nanda, dia juga salah satu karyawan di Kotowari Fashion." "Oh…"gumam wanita itu, "perkenalkan aku Yohana, aku pegawai yang mengurus Royal Soul… masuk dulu!" Wanita itu pun mengajak Ariel dan Nanda masuk ke dalam dan duduk di sofa. "Kupikir toko ini akan dibiarkan saja karena sudah lama sekali toko ini tidak diperhatikan pemiliknya…" wanita itu memulai pembicaraan. "Ah, tidak,"
Nanda dan Ariel langsung menuju ke butik milik Ryo. Ariel yang sedang menyetir mobil tidak bisa lagi menyembunyikan ekspresi kesalnya pada desainer menyebalkan itu, ia tidak membuka mulut selama diperjalanan. Nanda bisa mengira mungkin akan ada pertengkaran yang sengit antara Ariel dan Ryo. Walaupun ia sendiri tidak akrab dengan Ariel tapi Nanda juga jengkel dengan desainer sombong dan sok hebat itu. Nanda berpikir, jika ia menjadi Ariel mungkin ia akan menghajar habis-habisan gadis sombong itu karena membuat orang pusing saja. Akhirnya, mereka sampai di depan bangunan rumah barbie itu. Ariel langsung bergegas, berlari menuju butik begitu turun dari mobil, langsung-langsung ia masuk tanpa permisi lagi sementara Nanda mengikutinya dari belakang. Tampak Ryo sedang sarapan dengan sandwich dan segelas anggur merah dengan santainya. "Asyik sekali kau, santai-santai saja di sini dan meninggalkan kewajibanmu!" labrak Ariel tiba-tiba dan sukses membuat Ryo yang sedang menegu
Nanda melirik jam tangannya, sudah jam sebelas malam lewat. Ia lalu melirik Ariel yang masih sibuk berkutat dengan mesin jahit. Gadis itu benar-benar tak patah semangat rupanya tapi Nanda tetap menunggunya, duduk melantai di dekat pintu dan menyandarkan punggung di dinding. "Huff…. akhirnya, jahitannya selesai…" gumam Ariel sambil memeriksa hasil jahitannya, "besok saja dilanjut…" ia lalu beranjak dari mesin jahit menuju lemari dan menaruh hasil jahitannya. Setelah itu, ia meregangkan kedua tangannya ke atas sambil berbalik ke arah pintu. "Lho, kau masih di sini, Nanda?" Ariel tampak heran menatap Nanda, dia tidak menyadari keberadaannya ternyata. "Ya…" sahut Nanda lalu berdiri. Gadis itu lalu terkikik. "Rupanya kau perhatian juga…" "Aku tidak enak meninggalkanmu sendirian karena aku juga bagian dari proyek ini!" terang Nanda agar gadis itu tidak salah paham. Sejenak Ariel terdiam menatap Nanda sebelum berjalan mendekatinya, sudut bibi
AkhirnyalaunchingRoyal Soultiba saatnya. Beruntung semua pekerjaan Ariel, Nanda dan para penjahit telah rampung. Para desainer terkenal mulai berdatangan dan disambut ramah oleh Ariel. Sedangkan Nanda mengambil tugas di belakang layar bersama Yohana. "Hei, Ariel!" seru desainer yang sangat terkenal berpenampilan eksentrik dengan kacamata persegi yang tebal dan rompi tanpa lengan, ia bernama Justin Oliver. "Aku sangat bersemangat datang di acaramu ini, waktu aku tahu kaulah yang memegang proyek ini, aku yakin pasti kau akan menampilkan karya desainer yang sangat fantastik!" Ariel hanya tertawa meringis menanggapi seruan Justin. Sebenarnya, ia sendiri tidak yakin apakah karyanya sendiri akan benar-benar fantastik. "Silahkan masuk!" ucap Ariel sambil mempersilahkan masuk desainer berpenampilan eksentrik itu. Ya, kadang-kadang beberapa desainer memang suka berpenampilan aneh bin ajaib. Semua tamu sudah berkumpul. Hideyoshi dan ibunya, ba
Seorang gadis cantik yang duduk di depan cermin seorang diri, menyisir pelan ujung-ujung rambut panjangnya yang berwarna coklat karamel dan tergerai indah ke samping, menutupi sebelah dadanya. Mata coklatnya yang seakan-akan menatap ke arah cermin kini membayangkan sosok seorang pria bertubuh tinggi tegap, berambut silver dan memiliki mata musim gugur yang menatap tajam. Irene Wilson, seorang model cantik nan seksi,icondari produk Kotowari Fashion, kini hatinya sedang bermekaran rupanya. Ia tidak bisa melupakan sosok pria tampan yang telah membantunya ketika terjatuh di atascatwalk. Walaupun model-model yang lain menganggap pria itu begitu menakutkan karena kening pria itu tak henti-hentinya mengerut, semuanya menduga bahwa pria itu mungkin memiliki sifat yang kasar. Namun bagi Irene, kerutan di kening pria itu malah membuat sang pria terlihat semakin tampan dan… macho. Matanya terlihat
Nanda memasuki klub malam. Musik morena daridisc jockeymengalun begitu kencang diikuti goyangan heboh para pengunjung yang berjoget ria serta lampu warna-warni yang berkelap-kelip. Berminggu-minggu kerja ternyata membuat Nanda rindu pada dunianya. Nanda mengambil duduk di depan counter bar seorang bartender pria bertubuh tinggi besar, berambut coklat tua bergelombang dan berkulit eksotis. "Hai, Chad…" sapa Nanda ke sang bartender yang sedang beraksi dengan lemparan-lemparan botol berisi beberapa jenis minuman alkoholnya itu. "Hai, Nanda… apa kabar?" balas si bartender bernama Chad, sahabat Nanda sejak Nanda kuliah di luar negeri, tepatnya di Cambridge, Amerika Serikat. Waktu itu, Chad juga sedang menempuh pendidikan khusus untuk menjadi seorang bartender profesional karena kakeknya memiliki banyak koleksi wine yang sudah disimpannya bertahun-tahun lamanya. Sewaktu di Cambridge, apartemen mereka bersebelahan dan karena asal negara mereka sama, mere